Dharnawati
Dharnawati
RMOL.Nama Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Tamsil Linrung kembali disebut sebagai pihak yang meminta fee dari dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID). Tamsil disebut mendapat lima persen dari nilai proyek PPID yang dikerjakan PT Alam Jaya Papua.
Hal itu diungkapkan bekas Sekretaris Ditjen Pengembangan dan Pembinaan Kawasan TransÂmigrasi (P2KT) Kementerian TeÂnaga Kerja dan Transmigrasi I Nyoman Suisnaya, saat bersaksi pada sidang terdakwa Dadong Irbarelawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), JaÂkarta, Jumat (2/3).
Pada sidang tersebut, anggota majelis hakim Anwar menaÂnyaÂkan tentang commitment fee dari dana PPID yang diminta oleh SinÂdu Malik Pribadi, bekas peÂgaÂwai Kementerian Keuangan. “SauÂdara kan menyebut comÂmitÂment fee itu yang minta Sindu. Sebetulnya fee itu untuk siapa?†cecar Anwar.
Atas pertanyaan itu, Nyoman meÂngaku mendapat informasi soal fee dari pembicaraan Sindu Malik, Iskandar Pasajo alias Acos dan Dharnawati selaku kuasa PT Alam Jaya Papua. “Yang lima persen unÂtuk Banggar. Dalam hal ini saya deÂnÂgar Pak Tamsil,†sebut Nyoman.
Keterangan Nyoman ini seÂmaÂkin menguatkan bukti rekaman percakapan antara Dharnawati dengan Sindu yang diputar dalam persidangan Nyoman pada 6 FebÂruari 2012. Dalam rekaman terÂsebut, Dharnawati menyamÂpaiÂkan ke Sindu kalau jatah untuk TamÂsil telah dipenuhinya.
Menurut Nyoman, Dharnawati juga pernah berniat menemui TamÂsil untuk menawar besaran commitment fee yang harus diÂbaÂyÂarkannya itu. Dharnawati, kata Nyoman, merasa keberatan deÂngan angka 10 persen. Dharna pun meminta diturunkan menjadi delapan persen.
“Waktu itu juga bilang soal deÂlaÂpan dan dua persen. Saya biÂlang, itu tidak ada urusan sama saya. Malah kata dia (DharnaÂwati), mau langsung ke Tamsil Linrung. Saya bilang, urusan coÂmitÂment fee ke Acos dan Sindu Malik, mereka yang melontakan pertama kali soal commitment fee,†kata Nyoman.
Bukan kali ini saja nama TamÂsil disebut kecipratan fee. SeÂbeÂlumnya, pada persidangan DharÂnaÂwati (kini terpidana) yang terÂseret perkara sama, nama Tamsil juga pernah disebut menerima fee. Nama Tamsil muncul setelah sadapan pembicaraan per telepon antara Dharnawati dengan Sindu Malik dibuka di persidangan.
Kepada Sindu, Dharnawati meÂngaku sudah menggeÂlonÂtorÂkan dana kepada politisi Partai KeÂadilan Sejahtera (PKS) itu. “Yang ke Tamsil Linrung itu kan sudah kita penuhi semua. Saya tahu,†kata Dharnawati sebaÂgaiÂmana rekaman sadapan yang diÂperdengarkan di persidangan.
Sementara itu, dalam sidang terdakwa Nyoman Suisnaya yang digelar terpisah kemarin, Ali Mudhori saat bersaksi mengaku pernah mengenalkan Sindu MaÂlik dan Iskandar Pasajo alias Acos yang mengaku sebagai utusan Tamsil Lindrung ke Dirjen P2KT Djoko Sidik Pramono. Namun DjoÂko, kata Ali, merasa ragu bahÂwa Sindu dan Acos benar-benar orangnya Tamsil.
Hingga akhirnya, Djoko meÂmang dipertemukan dengan TamÂsil di Hotel Crowne, Jakarta. Pada pertemuan itu pula Djoko meÂminta bantuan agar Banggar DPR membantu dana untuk pengemÂbangan kawasan transmigrasi.
Seperti diketahui, Dadong dan Nyoman didakwa menerima uang sogokan sebesar Rp 1,5 miÂliar dari Dharnawati. Uang itu seÂbagai komitmen fee agar PT Alam Jaya Papua mendapat proÂyek PPID di empat kabupaten di Papua dan Papua Barat yang niÂlainÂnya Rp 73,1 miliar. SeÂdangkan Tamsil, dalam berbagai kesempatan, membantah adanya fee proyek PPID yang mengalir ke dirinya.
Kasus suap PPID ini bermula dari tertangkapnya Nyoman, DaÂdong, dan Dharnawati. BersaÂmaÂan dengan itu, penyidik KPK meÂnyita uang Rp 1,5 miliar dalam karÂdus durian. Dalam sidang pada Jumat (2/3), Nyoman meÂngaÂkui bahwa uang dalam kardus yang diberikan Dharnawati itu meÂrupakan bagian dari commitÂment fee yang harus dipenuhi Dharnawati.
Pertemuan Dengan Dirjen di Hotel
Reka Ulang
Bekas anggota DPR dari PKB Ali Mudhori menyebut, Wakil KeÂtua Badan Anggaran DPR TamÂsil Linrung sebagai orang yang meÂngatur peningkatan angÂgaÂran transÂmigrasi, Kemenakertrans.
Ali menyebut nama Tamsil saat bersaksi untuk terdakwa kasus suap dana PPID Transmigrasi, DaÂdong Irbarelawan, di PengaÂdiÂlan Tipikor, Jakarta, Senin malam (27/2/2012).
Ali menuturkan, mulanya, dia didatangi Sindu Malik (bekas peÂgawai Kementerian Keuangan) dan pengusaha Iskandar Pasojo (Acos) yang meminta diperÂkeÂnalÂkan ke pejabat Kemenakertrans. Ali pun memperkenalkan keduaÂnya dengan Djoko Sidik PraÂmoÂno, Dirjen Pembinaan PeÂngemÂbaÂngan Masyarakat Transmigrasi.
Kepada Djoko, Sindu dan Acos mengaku sebagai orang dekat Tamsil yang disebutnya mengeÂtahui seluk beluk penganggaran. Namun, lanjut Ali, Djoko tidak perÂcaya begitu saja ucapan keÂduaÂnya. Untuk meyakinkan DjoÂko, Sindu dan Acos lantas berjanji memperÂtemukannya dengan Tamsil.
Kemudian, terjadi pertemuan di Hotel Crowne sekitar Maret 2011. Pertemuan itu diikuti Ali, Acos, Sindu, Djoko dan Tamsil. Ali mengaku kenal Tamsil saat sama-sama menjadi anggota DPR 2004-2009.
Kepada Tamsil, tuturnya, DjoÂko mengeluhkan soal anggaran pemÂbangunan Kota Terpadu Mandiri (KTM) yang belum diÂresÂÂpon Komisi IX DPR. MenÂjaÂwab keluhan Joko, menurut Ali, Tamsil mengatakan akan meÂnguÂpaÂyakannya di Banggar.
Selain ke Ditjen P2MKT, Ali juga menghubungi Dirjen PemÂbaÂngunan dan Pembinaan KawaÂsan Transmigrasi (P2KT) saat itu, Herry Heriawan Saleh. Karena Herry tak dapat dihubungi, Ali meÂnemui I Nyoman Suisnaya, SekÂretaris Ditjen P2KT di ruangannya.
Ali juga memberikan keteraÂngan soal percakapan teleponÂnya deÂngan Fauzi, bekas anggota tim asiÂsÂtensi Menakertrans MuÂhaiÂmin Iskandar. Dalam rekaÂman itu, saÂlah satunya dibiÂcaraÂkan pembaÂgian commitÂment fee dari pengÂuÂsaha DharÂnaÂwati, terÂmÂasuk ke Tamsil.
Namun, Tamsil membantah pernah membicarakan masalah komisi untuk pengalokasian dana PPID dalam APBN Perubahan tahun 2011. Pertemuan itu pun, katanya, terjadi secara spontan atau tidak direncanakan.
Dia juga menyatakan, perteÂmuÂan dengan Djoko di Hotel Crown hanya membahas mengenai usuÂlan anggaran Kemenakertrans yang tak pernah direalisasikan.
Tak Terlepas Dari Broker
Sandi Ebenezer, Anggota Majelis PBHI
Anggota Majelis PerhimÂpuÂnan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sandi Ebenezer SitungÂkir menilai, KPK cenderung abai dengan upaya pengusutan kaÂsus suap dana Percepatan PemÂbangunan Infrastruktur Daerah (PPID) secara tuntas.
Dia pesimistis KPK akan meÂngusut kasus ini tuntas sampai ke Badan Anggaran (Banggar) DPR. “Jangankan ke Banggar, dalam dakwaan yang jelas-jelas meÂnyebut sejumlah nama, terÂmasuk menterinya belum diÂseriusi. Yang menyusun dakÂwaÂan kan mereka, dan ada disebut pihak-pihak yang bersama-sama,†katanya.
Dalam Pasal 55 KUHAP, lanjut Sandi, bersama-sama itu artinya turut serta, sehingga yang disebut juga harus dijaÂdiÂkan tersangka. “Boro-boro mau usut sampai ke Banggar, itu saja yang di dakwaan belum beres semua,†tandas Sandi.
Memang, menurut Sandi, daÂlam kasus suap PPID itu, pemÂbahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) diusulkan KemeÂnakÂretrans, kemudian disamÂpaikan ke DPR. Selanjutnya, DPR meminta Kementerian Keuangan menyetujui program itu. “Kemungkinan permainan Banggar di situ,†ujarnya.
Tidak bisa ditutup-tutupi lagi, kata dia, pembahasan anggaran dan proyek-poyek di DPR tak terlepas dari permainan broker. “Lihat saja dalam proyek PPID itu, ada broker-brokernya, dari KeÂmenakaertrans dan KeÂmenÂkeu dan juga pengusaha,†ujarnya.
Dalam permainan proyek, meÂnurutnya, pengusaha pun bermain sangat fantastis, sebab tidak segan-segan meÂngeÂluarÂkan uang terlebih dahulu asalÂkan proyek tersebut jatuh ke taÂngannya. “Pengusaha tidak mau rugi. Dia berani keluarkan uang untuk mendapatkan proÂyek,†ucapnya.
Yang pasti, kata Sandi, dalam proyek PPID itu, para pemain atau terdakwa yang sudah dan masih diadili di Pengadilan TiÂpiÂkor, tidak berdiri sendiri.
“Tidak mungkin berdiri senÂdiri, pasti ada pihak-pihak yang terlibat, dan silakan ditelusuri hingga ke Banggar. Bongkar saja semuanya, nanti akan keÂtaÂhuan aslinya,†ujar dia.
Kasus Kardus Duren Sarat Kepentingan Pihak-pihak Tertentu
Andi Rio Idris Padjalangi, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Andi Rio Idris Padjalangi meÂnyampaikan, pengusutan kasus suap dana Percepatan PeÂmÂbaÂngunan Infrastruktur Daerah (PPID) sebaiknya fokus pada para pejabat Kementerian TeÂnaga Kerja dan Transmigrasi serÂta pengusaha.
Sebab, menurut dia, proyek itu sarat dengan kepentingan dua pihak tersebut. Karena itu, Andi Rio mengatakan, rasanya kurang relevan jika perkara suap tersebut dilebarkan ke BaÂdan Anggaran (Banggar) DPR.
“Itu kewenangan KemenÂteÂrian Tenaga Kerja dan TransÂmigÂrasi, sehingga tidak relevan direcoki sampai ke Banggar. ReÂlevansi kasus ini dengan BangÂgÂar agak jauh,†bela anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini.
Dia pun menantang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi untuk sungguh-sungguh memÂbukÂtikan, apakah benar ada anggota Badan Anggaran DPR yang menikmati uang dari proyek PPID itu.
Andi pun mengingatkan agar keterlibatan Badan Anggaran jangan sampai diada-adakan. “Apakah ada indikasi bahwa orang-orang di Banggar terima duit? Sebab, menurut saya, yang sangat berkepentingan adaÂlah Kemenakertrans dan pengusaha,†bela dia.
Akan tetapi, lanjutnya, apaÂbila memang ada bukti-bukti kuat bahwa di Badan Anggaran ada yang kecipratan uang PPID, maka hal itu pun harus ditelÂuÂsuri secara obyektif. “Kecuali, memang ada bukti bahwa di Banggar ada yang terima duit, silakan ditelusuri. Tetapi, sekali lagi, jangan sampai keterlibatan orang Banggar sengaja diada-adakan,†ucapnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30