Badan Pengawas Obat dan Makanan
Badan Pengawas Obat dan Makanan
RMOL. Para tersangka perkara korupsi pengadaan alat laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM tahun anggaran 2008 tak kunjung diadili.
Kepala Pusat Penerangan HuÂkum Kejaksaan Agung Noor RochÂmad beralasan, penyidik KeÂjagung masih melakukan peÂneÂlitian terhadap berkas para terÂsangka perkara korupsi dengan keÂrugian negara Rp 12, 6 miliar itu. “Segera naik ke penuntutan. Saat ini, berkas-berkas itu masih diteliti jaksa peneliti pada DiÂrekÂtorat Penuntutan,†ujar Noor keÂpada Rakyat Merdeka.
Menurut Noor, berkas perkara para tersangka kasus ini sudah maÂsuk tahap I. Yakni, tersangka Siam Subagyo (Pejabat Pembuat KomitÂmen) dan Irmanto ZaÂmahÂrir Ganin (Ketua Panitia PÂeÂngÂaÂdaÂan Barang) dilimpahkan berkas perkara tahap I tanggal 17 FebÂruari 2012.
Tersangka Surung Hasiholan SiÂmanjuntak (Direktur Ramos Jaya Abadi), tersangka Ediman Simanjuntak (Direktur CV MaÂsenÂda Putra Mandiri) dilimÂpahÂkan ke Tahap I pada 20 Februari.
“Empat berkas perkara tersebut seÂdang dalam penelitian jaksa peÂneliti untuk kelengkapan formil dan materil,†ujar pria yang daÂlam waktu dekat akan bertugas seÂbagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara ini.
Menurut Noor, dari proses peÂnelitian berkas tersebut, tidak lama lagi para tersangka akan duÂduk sebagai terdakwa di peÂngaÂdilan. “Seminggu mengambil siÂkap, apakah bisa P21 atau tidak. Kalau tidak P21, berarti nanti ada petunjuk kepada jaksa penyidik untuk melengkapi berkas terseÂbut. Kalau sudah lengkap, maka akan terbit P21, selanjutnya ke pengadilan,†katanya.
Para tersangka ditahan KeÂjakÂsaan Agung di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang KejakÂsaÂan Agung sejak 4 November 2011. Para tersangka itu dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penanganan perkara ini terÂkesan lama. Tapi, menurut Noor, Kejaksaan Agung tidak berÂmakÂsud membuat lama penuntasan kaÂsus tersebut. Soalnya, KeÂjaÂgung baru bisa mendapatkan keÂpastian keÂrugian negara dalam peÂngadaan itu dari Badan PeÂngaÂwasan KeÂuangan dan PemÂbaÂngunan (BPKP) pada akhir DeÂsember 2011.
Dari hasil pengitungan BPKP, lanjutnya, telah terjadi kerugian negara sebesar Rp 12. 665. 816. 339 dalam kasus tersebut. MeÂnurut Noor, data dari BPKP itu menjadi faktor penting bagi peÂlengkapan berÂkas para tersangka untuk dilimÂpahkan ke proses penuntutan.
Selain menunggu berkas para tersangka diteliti jaksa peneliti, lanjut Noor, penyidik Kejagung mendalami kasus tersebut. “Memang belum ada tersangka baru. Menetapkan tersangka baru itu tidak atas praduga semata, harus ada fakta-fakta dan bukti-bukti kuat yang menunjukkan keterlibatan melakukan tindak pidana,†ujarnya.
Noor juga membantah pihakÂnya bekerja lelet. Menurut dia, proÂses penyelidikan dan penyiÂdikan hingga penuntutan kasus seperti ini tidak bisa selesai hanya dalam satu dua hari. “Ini belum berÂhÂenti, masih terus dikemÂbangÂkan. Masih terbuka kemungkinan akan ada tersangka baru, terÂganÂtung bukti yang ditemukan,†ujarnya.
Mengapa tersangkanya hanya pejabat kelas teri? Apakah KeÂjakÂsaan Agung tidak berani menguÂsut kasus ini hingga ke tingkat atas? Noor menjawab, pihaknya tiÂdak takut mengusut perkara koÂrupÂsi apa pun.
“Bukan persoalan apakah ada peÂjabat tinggi yang dijadikan terÂsangka, tapi harus jelas bukti-bukÂti dan keterlibatan seseorang. Kalau ada bukti-bukti kuat yang suÂdah ditemukan, pasti jadi terÂsangÂka. Tidak peduli apakah dia ataÂsan atau bukan,†ujar Noor.
REKA ULANG
Bermula Pada Tahun Anggaran 2008
Kejaksaan Agung menaÂngaÂni kasus korupsi pengadaan alat laboratorium Pusat PenÂgujian Obat dan Makanan NaÂsional BPOM tahun anggaran 2008.
Dalam pengusutan, penyidik KeÂjaksaan Agung telah meÂneÂtapÂkan dua pejabat BPOM seÂbagai terÂsangka. Kedua pejabat itu adaÂlah Ketua Panitia Lelang PeÂngaÂdaan Alat Laboratorium tahun 2008 Irmanto Zamahir Ganin dan Pejabat Pembuat Komitmen PeÂngadaan Alat Laboratorium tahun 2008 Siam Subagyo.
Sebelumnya, keduanya diduga melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian neÂgara Rp 10,8 miliar. Belakangan, berdasarkan hasil pengitungan Badan Pengawasan Keungan dan Pembangunan (BPKP), menurut Kapuspenkum Kejagung Noor Rochmad, nilai kerugian neÂgara dalam perkara ini sebesar Rp 12.665.816.339.
Peristiwa ini berawal pada 2008, saat Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan POM RI memiliki proyek peÂngadaan alat laboratorium dalam beberapa paket. Paket itu antara lain pengadaan alat laboratorium Pusat Pengkajian Obat dan MaÂkanan Nasional (PPOMN) deÂngan anggaran Rp 4,5 miliar unÂtuk 66 item barang.
Paket kedua, yaitu pengadaan alat LaÂboÂraÂtoÂrium Pusat Riset Obat dan MaÂkaÂnan Nasional (PROMN) deÂngan jumlah dana Rp 15 miliar untuk 46 barang.
“Dana pengadaan alat laboÂraÂtoÂrium berasal dari APBN untuk paket 1 dan paket 2. Anggaran tersebut berada di bawah Satuan Kerja Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan POM,†ujar Noor.
Setelah melakukan proses peÂlelangan, diperoleh pemenang dari masing-masing paket. Dua peÂrusahaan itu adalah CV MaÂsenda Putra Mandiri untuk paket 1, dengan kontrak nomor PL. 01.02.71.1885A tanggal 18 SepÂtember 2008, dengan nilai konÂtrak Rp 43.490.736.956. Paket 2 yaitu PT Ramos Jaya Abadi, deÂngan kontrak nomor L PL.01.02.71.1854A tanggal 16 september 2008, dengan nilai kontrak Rp 13.028.480.420.
Persoalannya, lanjut Noor, peÂngadaan alat laboratorium paket 1 dan paket 2, disubÂkontrakkan CV MaÂsenda Putra Mandiri dan PT RaÂmos Jaya Abadi kepada PT BhiÂneka Usada Raya (PT BUR), seÂhingga terjadi selisih harga. “TerÂjadi kemahalan harga,†tandasnya.
Noor mengatakan, perbuatan itu telah menimbulkan keruÂgiÂan neÂgara untuk paket 1 seÂbesar kuÂrang lebih Rp 8.315.137.530, seÂdangkan paket 2 sebesar kurang lebih Rp 2.526.870.392.
Kelemahan KUHAP Menjadi Celah
Ahmad Basarah, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR AhÂmad Basarah merasa priÂhaÂtin dengan kinerja kejaksaan yang kerap lelet meÂramÂpungÂkan berkas untuk penuntutan.
Selain faktor pribadi oknum-okÂnum jaksa yang tidak profeÂsional, Basarah menilai, aturan yang ada pun masih memÂbeÂriÂkan ruang bagi lambannya peÂnanganan perkara.
“Itulah keÂlemahan KUHAP kita, tidak meÂngatur batas wakÂtu. SehingÂga, menjadi celah unÂtuk meÂlaÂkuÂkan abuse of power,†ujarnya, kemarin.
Karena itu, lanjut politisi PDIP itu, hal-hal urgen yang perÂlu dilakukan untuk memÂbeÂnahi kinerja jaksa harus dimulai deÂngan beberapa langkah. PerÂtama, harus segera direvisi KUHAP-nya, sehingga berÂbaÂgai kelemahan dalam hukum acara pidana kita dapat dihindari.
“Kedua, meskipun batas wakÂtu pemberkasan itu ke tahap peÂnuntutan tidak diatur, tetapi JakÂsa Agung bisa membuat diskresi kepada seluruh jajaÂranÂnya agar semua jaksa penuntut mempuÂnyai SOP dalam hal meÂlakÂsaÂnaÂkan tugas penyidikan terhadap suatu perkara pidana,†ujarnya.
Politisi muda partai banteng itu mengingatkan, urusan pemÂberkasan jangan dijadikan laÂhan bagi oknum-oknum kejakÂsaan unÂtuk mendapatkan keÂunÂtÂungan pribadi. “Praktik seÂperti itu seÂolah sudah menjadi sesuatu yang lumrah. Karena, seÂcara norÂmatif memang seÂperÂtinya tiÂdak ada yang dilanggar. Situasi itulah yang menjadi ceÂlah untuk berÂtindak sewenang-weÂnang dalam penanganan kaÂsus,†ujar Basarah.
Dia pun mengingatkan, jika perilaku jaksa yang lamban dan tidak profesional masih terjadi di kejaksaan, maka hal itu meÂruÂpakan indikasi bahwa Jaksa Agung gagal melakukan reforÂmaÂsi di instansinya.
“Bahwa hal seperti itu seÂbagai bukti bahwa Jaksa Agung gagal melakukan reformasi kulÂtural di lingÂkungan kejaÂksaan,†tegasnya.
Mesti Segera Ke Penuntutan
Yenti Garnasih, Pengamat Hukum
Pengamat hukum Yenti GarÂnasih juga mengingatkan KeÂÂjaksaan Agung agar tidak membuat sebuah perkara mengÂgantung dan pemberkasannya berlarut-larut.
“Kalau tersangkanya tidak ditahan, tidak ada batasnya, paÂling menunggu sampai keÂdaÂluÂwarsa. Kalau ditahan, ya harus segera diajukan ke penuntutan. Kalau tidak, harus bebas demi hukum penahanannya itu,†ujar Yenti, kemarin.
Dia malah curiga, dalam kaÂsus dugaan korupsi di BPOM ini, kejaksaan merasa kurang bukti dalam BAP dan kurang petunjuk. “Atau bisa saja ada yang main-main. Kira-kira seÂperti itulah yang kadang terjadi. Tapi, mudah-mudahan tidak ada yang main-main dalam kasus ini,†ujar dosen UniÂveÂrÂsitas Trisakti ini.
Yenti menambahkan, kejakÂsaÂan perlu meningkatkan kiÂnerjanya dalam penanganan kaÂsus-kasus korupsi. Soalnya, meÂnurut dia, akan sulit terjadi peÂnegakan hukum yang seadil-adilnya bila aparaturnya saja tidak bekerja profesional.
“Saya minta maaf sekali, seÂbab saya harus meÂnyamÂpaikan bahwa ada kalanya bukti yang dipersiapkan penyidik kurang kuat. Kadang saya menyangÂsiÂkan, apakah jaksa peneliti telah mencurahkan seluruh tenaga dan pikirannya saat bertugas meÂÂneliti berkas-berkas secara cerÂmat dan sungguh-sungguh? SeÂmoga perkiraan saya ini tidak beÂnÂar. Tetapi kalau melihat yang terjadi selama ini, tampaknya meÂmang ada masalah,†kata waÂnita yang kerap menjadi saksi ahli kasus pencucian uang ini.
Dia melihat, untuk memÂbeÂnaÂhi kejaksaan, banyak hal yang haÂrus dilakukan dengan tegas. YakÂni, mulai dari pola rekrutÂmen. “Pola rekrutmen jaksa haÂrus diubah, kalau perlu pakai outÂÂsourcing dari perguruan tingÂgi, yang bagus-bagus saja yang diÂterima jadi jaksa. HinÂdari KKN dan penyogokan,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30