Berita

Badan Pengawas Obat dan Makanan

X-Files

4 Tersangka Kasus BPOM Belum Masuk Penuntutan

BPKP Sudah Keluarkan Nilai Kerugian Negara
SABTU, 25 FEBRUARI 2012 | 10:25 WIB

RMOL. Para tersangka perkara korupsi pengadaan alat laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM tahun anggaran 2008 tak kunjung diadili.

Kepala Pusat Penerangan Hu­kum Kejaksaan Agung Noor Roch­mad beralasan, penyidik Ke­jagung masih melakukan pe­ne­litian terhadap berkas para ter­sangka perkara korupsi dengan ke­rugian negara Rp 12, 6 miliar itu. “Segera naik ke penuntutan. Saat ini, berkas-berkas itu masih diteliti jaksa peneliti pada Di­rek­torat Penuntutan,” ujar Noor ke­pada Rakyat Merdeka.

Menurut Noor, berkas perkara para tersangka kasus ini sudah ma­suk tahap I. Yakni, tersangka Siam Subagyo (Pejabat Pembuat Komit­men) dan Irmanto Za­mah­rir Ganin (Ketua Panitia P­e­ng­a­da­an Barang) dilimpahkan berkas perkara tahap I tanggal 17 Feb­ruari 2012.

Tersangka Surung Hasiholan Si­manjuntak (Direktur Ramos Jaya Abadi), tersangka Ediman Simanjuntak (Direktur CV Ma­sen­da Putra Mandiri) dilim­pah­kan ke Tahap I pada 20 Februari.

“Empat berkas perkara tersebut se­dang dalam penelitian jaksa pe­neliti untuk kelengkapan formil dan materil,” ujar pria yang da­lam waktu dekat akan bertugas se­bagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara ini.

Menurut Noor, dari proses pe­nelitian berkas tersebut, tidak lama lagi para tersangka akan du­duk sebagai terdakwa di pe­nga­dilan. “Seminggu mengambil si­kap, apakah bisa P21 atau tidak. Kalau tidak P21, berarti nanti ada petunjuk kepada jaksa penyidik untuk melengkapi berkas terse­but. Kalau sudah lengkap, maka akan terbit P21, selanjutnya ke pengadilan,” katanya.

Para tersangka ditahan Ke­jak­saan Agung di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejak­sa­an Agung sejak 4 November 2011. Para tersangka itu dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penanganan perkara ini ter­kesan lama. Tapi, menurut Noor, Kejaksaan Agung tidak ber­mak­sud membuat lama penuntasan ka­sus tersebut. Soalnya, Ke­ja­gung baru bisa mendapatkan ke­pastian ke­rugian negara dalam pe­ngadaan itu dari Badan Pe­nga­wasan Ke­uangan dan Pem­ba­ngunan (BPKP) pada akhir De­sember 2011.

Dari hasil pengitungan BPKP, lanjutnya, telah terjadi kerugian negara sebesar Rp 12. 665. 816. 339 dalam kasus tersebut. Me­nurut Noor, data dari BPKP itu menjadi faktor penting bagi pe­lengkapan ber­kas para tersangka untuk dilim­pahkan ke proses penuntutan.

Selain menunggu berkas para tersangka diteliti jaksa peneliti, lanjut Noor, penyidik Kejagung mendalami kasus tersebut. “Memang belum ada tersangka baru. Menetapkan tersangka baru itu tidak atas praduga semata, harus ada fakta-fakta dan bukti-bukti kuat yang menunjukkan keterlibatan melakukan tindak pidana,” ujarnya.

Noor juga membantah pihak­nya bekerja lelet. Menurut dia, pro­ses penyelidikan dan penyi­dikan hingga penuntutan kasus seperti ini tidak bisa selesai hanya dalam satu dua hari. “Ini belum ber­h­enti, masih terus dikem­bang­kan. Masih terbuka kemungkinan akan ada tersangka baru, ter­gan­tung bukti yang ditemukan,” ujarnya.

Mengapa tersangkanya hanya pejabat kelas teri? Apakah Ke­jak­saan Agung tidak berani mengu­sut kasus ini hingga ke tingkat atas?  Noor menjawab, pihaknya ti­dak takut mengusut perkara ko­rup­si apa pun.

“Bukan persoalan apakah ada pe­jabat tinggi yang dijadikan ter­sangka, tapi harus jelas bukti-buk­ti dan keterlibatan seseorang. Kalau ada bukti-bukti kuat yang su­dah ditemukan, pasti jadi ter­sang­ka. Tidak peduli apakah dia ata­san atau bukan,” ujar Noor.

REKA ULANG

Bermula Pada Tahun Anggaran 2008

Kejaksaan Agung mena­nga­ni kasus korupsi pengadaan alat laboratorium Pusat Pen­gujian Obat dan Makanan Na­sional BPOM tahun anggaran 2008.

Dalam pengusutan, penyidik Ke­jaksaan Agung telah me­ne­tap­kan dua pejabat BPOM se­bagai ter­sangka. Kedua pejabat itu ada­lah Ketua Panitia Lelang Pe­nga­daan Alat Laboratorium tahun 2008 Irmanto Zamahir Ganin dan Pejabat Pembuat Komitmen Pe­ngadaan Alat Laboratorium tahun 2008 Siam Subagyo.

Sebelumnya, keduanya diduga melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian ne­gara Rp 10,8 miliar. Belakangan, berdasarkan hasil pengitungan Badan Pengawasan Keungan dan Pembangunan (BPKP), menurut Kapuspenkum Kejagung Noor Rochmad, nilai kerugian ne­gara dalam perkara ini sebesar Rp 12.665.816.339.

Peristiwa ini berawal pada 2008, saat Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan POM RI memiliki proyek pe­ngadaan alat laboratorium dalam beberapa paket. Paket itu antara lain pengadaan alat laboratorium Pusat Pengkajian Obat dan Ma­kanan Nasional (PPOMN) de­ngan anggaran Rp 4,5 miliar un­tuk 66 item barang.

Paket kedua, yaitu pengadaan alat La­bo­ra­to­rium Pusat Riset Obat dan Ma­ka­nan Nasional (PROMN) de­ngan jumlah dana Rp 15 miliar untuk 46 barang.

“Dana pengadaan alat labo­ra­to­rium berasal dari APBN untuk paket 1 dan paket 2. Anggaran tersebut berada di bawah Satuan Kerja Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan POM,” ujar Noor.

Setelah melakukan proses pe­lelangan, diperoleh pemenang dari masing-masing paket. Dua pe­rusahaan itu adalah CV Ma­senda Putra Mandiri untuk paket 1, dengan kontrak nomor PL. 01.02.71.1885A tanggal 18 Sep­tember 2008, dengan nilai kon­trak Rp 43.490.736.956. Paket 2 yaitu PT Ramos Jaya Abadi, de­ngan kontrak nomor L PL.01.02.71.1854A tanggal 16 september 2008, dengan nilai kontrak Rp 13.028.480.420.

Persoalannya, lanjut Noor, pe­ngadaan alat laboratorium paket 1 dan paket 2, disub­kontrakkan CV Ma­senda Putra Mandiri dan PT Ra­mos Jaya Abadi kepada PT Bhi­neka Usada Raya (PT BUR), se­hingga terjadi selisih harga. “Ter­jadi kemahalan harga,” tandasnya.

Noor mengatakan, perbuatan itu telah menimbulkan keru­gi­an ne­gara untuk paket 1 se­besar ku­rang lebih Rp 8.315.137.530, se­dangkan paket 2 sebesar kurang lebih Rp 2.526.870.392.

Kelemahan KUHAP Menjadi Celah

Ahmad Basarah, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Ah­mad Basarah merasa pri­ha­tin dengan kinerja kejaksaan yang kerap lelet me­ram­pung­kan berkas untuk penuntutan.

Selain faktor pribadi oknum-ok­num jaksa yang tidak profe­sional, Basarah menilai, aturan yang ada pun masih mem­be­ri­kan ruang bagi lambannya pe­nanganan perkara.

“Itulah ke­lemahan KUHAP kita, tidak me­ngatur batas wak­tu. Sehing­ga, menjadi celah un­tuk me­la­ku­kan abuse of power,” ujarnya, kemarin.

Karena itu, lanjut politisi PDIP itu, hal-hal urgen yang per­lu dilakukan untuk mem­be­nahi kinerja jaksa harus dimulai de­ngan beberapa langkah. Per­tama, harus segera direvisi KUHAP-nya, sehingga ber­ba­gai kelemahan dalam hukum acara pidana kita dapat dihindari.

“Kedua, meskipun batas wak­tu pemberkasan itu ke tahap pe­nuntutan tidak diatur, tetapi Jak­sa Agung bisa membuat diskresi kepada seluruh jaja­ran­nya agar semua jaksa penuntut mempu­nyai SOP dalam hal me­lak­sa­na­kan tugas penyidikan terhadap suatu perkara pidana,” ujarnya.

Politisi muda partai banteng itu mengingatkan, urusan pem­berkasan jangan dijadikan la­han bagi oknum-oknum kejak­saan un­tuk mendapatkan ke­un­t­ungan pribadi. “Praktik se­perti itu se­olah sudah menjadi sesuatu yang lumrah. Karena, se­cara nor­matif memang se­per­tinya ti­dak ada yang dilanggar. Situasi itulah yang menjadi ce­lah untuk ber­tindak sewenang-we­nang dalam penanganan ka­sus,” ujar Basarah.

Dia pun mengingatkan, jika perilaku jaksa yang lamban dan tidak profesional masih terjadi di kejaksaan, maka hal itu me­ru­pakan indikasi bahwa Jaksa Agung gagal melakukan refor­ma­si di instansinya.

 â€œBahwa hal seperti itu se­bagai bukti bahwa Jaksa Agung gagal melakukan reformasi kul­tural di ling­kungan keja­ksaan,” tegasnya.

Mesti Segera Ke Penuntutan

Yenti Garnasih, Pengamat Hukum

Pengamat hukum Yenti Gar­nasih juga mengingatkan Ke­­jaksaan Agung  agar tidak membuat sebuah perkara meng­gantung dan pemberkasannya berlarut-larut.

“Kalau tersangkanya tidak ditahan, tidak ada batasnya, pa­ling menunggu sampai ke­da­lu­warsa. Kalau ditahan, ya harus segera diajukan ke penuntutan. Kalau tidak, harus bebas demi hukum penahanannya itu,” ujar Yenti, kemarin.    

Dia malah curiga, dalam ka­sus dugaan korupsi di BPOM ini, kejaksaan merasa kurang bukti dalam BAP dan kurang petunjuk. “Atau bisa saja ada yang main-main. Kira-kira se­perti itulah yang kadang terjadi. Tapi, mudah-mudahan tidak ada yang main-main dalam kasus ini,” ujar dosen Uni­ve­r­sitas Trisakti ini.

Yenti menambahkan, kejak­sa­an perlu meningkatkan ki­nerjanya dalam penanganan ka­sus-kasus korupsi. Soalnya, me­nurut dia, akan sulit terjadi pe­negakan hukum yang seadil-adilnya bila aparaturnya saja tidak bekerja profesional.

“Saya minta maaf sekali, se­bab saya harus me­nyam­paikan bahwa ada kalanya bukti yang dipersiapkan penyidik kurang kuat. Kadang saya menyang­si­kan, apakah jaksa peneliti telah mencurahkan seluruh tenaga dan pikirannya saat bertugas me­­neliti berkas-berkas secara cer­mat dan sungguh-sungguh? Se­moga perkiraan saya ini tidak be­n­ar. Tetapi kalau melihat yang terjadi selama ini, tampaknya me­mang ada masalah,” kata wa­nita yang kerap menjadi saksi ahli kasus pencucian uang ini.

Dia melihat, untuk mem­be­na­hi kejaksaan, banyak hal yang ha­rus dilakukan dengan tegas. Yak­ni, mulai dari pola rekrut­men. “Pola rekrutmen jaksa ha­rus diubah, kalau perlu pakai out­­sourcing dari perguruan ting­gi, yang bagus-bagus saja yang di­terima jadi jaksa. Hin­dari KKN dan penyogokan,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya