ILUSTRASI
ILUSTRASI
RMOL. Mabes Polri bersikukuh melawan gugatan praperadilan Koalisi Antikorupsi Ayat Rokok (Kakar).
Kepolisian hari ini berencana mengajuan materi sanggahan atas gugatan penerbitan Surat PeÂrintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan hilangnya ayat rokok. Replik disampaikan meÂnyusul penerbitan SP3 oleh DiÂrektur I Pidana Umum BaÂreskrim Polri 12 Oktober 2011.
Diwakili kuasa hukum dari Divisi Pembinaan Hukum (Div-Binkum) Polri, Kombes Yusmar Latief, Polri meyakini, prosedur penerbitan SP3 sesuai aturan. Dia menyatakan, penghentian perkara merupakan kewenangan peÂnyiÂdik.
Dia menilai, penyidik kasus ini menyimpulkan, tidak meneÂmuÂkan unsur pidana pada perkara pengÂhilangan pasal tembakau. Karena itu, kepolisian meÂmuÂtusÂkan untuk menghentikan perkara.
Kalaupun belakangan mencuat gugatan praperadilan, hal itu menjadi kewenangan penggugat. “Kami tetap akan mengajukan argumen,†katanya.
Ditanya seputar kesiapan keÂpolisian menyanggah tuduhan KaÂkar, dia menyebut, pihaknya siap menyampaikan sanggahan di persidangan, Selasa (21/2). NaÂmun dia menolak menyampaikan substansi sanggahan tersebut. .
Seusai persidangan, Yusmar meÂnyatakan, Polri menolak seluÂruh dalil permohonan praperÂadilÂan. Sebab, proses SP3 ditetapkan seÂtelah ada rangkaian peÂnyeÂliÂdikan. Penyidik yang memberkas perÂkara kasus ini sudah mengÂanaÂlisa dan menghubungkan seÂmua alat bukti dan saksi yang ada.
Hasilnya, seluruh hasil peÂnyeÂlidikan sama sekali tak memÂpunyai nilaipembuktian. KeÂteÂrangan saksi yang satu dengan lainÂnya berbeda-beda, sehingga kepolisian sulit menarik kesimÂpulan bahwa tindakan para terÂsangÂka masuk kategori tindak pidana. “Atas hal itu, SP3 keÂluar,†ucapnya.
Dalih kepolisian itu, tamÂpaknya tak membuat Kakar puas. Mereka tetap menilai, penerbitan SP3 dilatari ketakprofesionalan penyidik.
Karena itu, pada sidang keÂmarin, kuasa hukum Kakar yang diwakili Ki Agus Achmad meÂminta hakim memerintahkan, Polri melanjutkan penyidikan. “Bahwa termohon belum makÂsimal menyidik perÂkara,†tegasnya.
Di luar itu, Kakar memohon haÂkim memerintahkan polisi seÂgera melimpahkan perkara ini ke kejaksaan. Dalam argumennya, dia menilai, pengembalian Ayat (2) Pasal 113 Undang-Undang KeÂsehatan juga tidak bisa langÂsung menggugurkan hak untuk meÂnuntut pelaku. Oknum-oknum yang diduga sengaja mengÂhilangkan pasal tersebut, tegas dia, harus tetap diproses dengan Pasal 266 KUHP.
Lebih jauh, ia mengaku siap menghadapi pembelaan Polri. Dia menyatakan, apapun materi pembelaan yang disampaikan keÂpolisian merupakan hak tergugat. Yang paling penting, gugatan Kakar sudah masuk proses huÂkum.
Menurutnya, apapun putusan pengadilan nanti diharapkan seÂsuai keinginan Kakar. Dengan beÂgitu, diharapkan, oknum-okÂnum anggota DPR tidak main-main saat menggodok produk undang-undang. Dan, lanjutnya, penegak hukum semestinya tidak ragu mengambil tindakan hukum pada anggota DPR.
“Pada prinsipnya, semua warga negara mempunyai keÂdudukan yang sama dalam huÂkum,†tuÂturnya.
Jika preseden seperti ini diÂbiarÂkan, bukan tak mungkin, pengÂhilangan pasal akan terjadi pada proses perancangan produk unÂdang-undang lainnya. Dia pun meminta semua pihak senantiasa mengawasi proses perancangan undang-undang di DPR.
Dia berharap, hakim cermat dalam menimbang materi guÂgatÂan. dalam gugatan ini, Kakar menyertakan dokumen berupa memo kepada sekretariat DPR yang diparaf tiga oknum DPR seÂbagai terlapor. “Memo yang diÂparaf para terlapor berisi agar PaÂsal 113 Ayat 2 Undang Undang NoÂmor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dihilangkan.â€
Kakar juga menyertakan bukti lain berupa Surat Permohonan Nomor: 307/A-83/ XI/2009, tangÂgal 29 September 2009. Surat itu berisi permohonan agar Ayat 2 UU Nomor 36 Tahun 2009 tenÂtang Kesehatan dihilangkan. SeÂmestinya, dokumen-dokumen itu dijadikan petunjuk kepolisian daÂlam menyidik perkara.
REKA ULANG
Raibnya Tembakau Sebagai Zat Yang Merugikan
Ketua Koalisi Antikorupsi Ayat Rokok (KAKAR) Hakim SoÂrimuda Pohan melaporkan tiga anggota DPR ke Mabes Polri, Maret 2010.
Tiga anggota DPR yang dilaÂporkan adalah Ribka Tjiptaning, Aisyah Salekan, dan Mariani A BaÂramuli. Namun, setelah meÂlaÂkukan pemeriksaan atas barang bukti dan sembilan saksi, Mabes Polri mengeÂluarkan SP3 pada 15 Oktober 2010.
Polisi beralasan, perkara yang dilaporkan bukan merupakan tindak pidana. Hal ini memicu penilaian KAKAR bahwa polisi terÂkesan buru-buru mengeÂluarÂkan SP3. Penerbitan SP3 dilaÂkuÂkan tanpa memeriksa Ribka TjipÂtaning yang ketika itu sudah diteÂtapkan sebagai tersangka.
Kasus ini bermula dari UnÂdang-Undang Kesehatan yang sudah disahkan paripurna DPR ternyata berbeda dengan Undang-Undang Kesehatan yang dikirim ke Sekretariat Negara (Setneg) untuk disahkan Presiden.
Perbedaan terdapat pada Pasal 113. Yang disahkan DPR terdiri dari tiga ayat, tapi yang dikirim ke Presiden hanya berisi dua ayat. Mabes Polri mengeluarkan SP3 pada Oktober 2010, namun baru memberitahu pihak KAKAR seÂbagai pelapor hampir setahun keÂmudian, atau September 2011.
Dasar yang digunakan KAÂKAR untuk mengajukan gugatan, yang pertama adalah alasan polisi yang menyatakan bahwa pengÂhiÂlangan ayat 2 Pasal 113 UU KeÂsehatan bukanlah sebuah tindak pidana. Padahal, menurut SoÂriÂmuda, polisi sudah menetapkan Ribka sebagai tersangka, yang berarti ada indikasi tindak pidana.
Ayat 2 Pasal 113 UU KeseÂhatÂan yang berbunyi “zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau paÂdat, cairan dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya daÂpat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan atau masyarakat sekeÂlilingnya†diketahui hilang pada 2 Oktober 2009.
Hal ini diketahui setelah SoÂriÂmuda, bekas Kepala Sekretariat Komisi IX waktu itu mendapati perÂbedaan jumlah ayat dalam Pasal 113 Undang Undang
Kesehatan antara yang terÂcanÂtum di dalam lembaran negara, dengan jumlah yang telah diseÂpakati dalam rapat paripurna.
Sirra Prayuna, kuasa hukum Ribka Tjiptaning, mengatakan, peÂnetapan kliennya sebagai terÂsangka kasus penghilangan ayat 2 Pasal 113 UU Kesehatan preÂmaÂtur dan berkesan character asÂsaÂsination. “Kami akan menuntut balik,†katanya, seusai menÂdaÂtaÂngi Bareskrim Polri, September 2010.
Sirra juga menyayangkan Mabes Polri yang menulis para terÂsangka terhadap Ribka TjibÂtaning, Maryani A Baramuli, AiÂsyah Salekan. Padahal, ketiganya taÂk pernah dimintai keterangan daÂlam kapasitas apapun. Kenapa dalam Surat Pemberitahuan PerÂkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) ditulis sebagai para tersangka. Hal tersebut menjadi bahan pertanyaan. “Apakah ada kelalaian atau ketidaksengajaan saja,†katanya.
Sedangkan Ribka mengatakan, yang menyebutkan dirinya seÂbaÂgai tersangka melakukan penÂceÂmarÂan nama baik. “Ada pemÂbuÂnuhÂan karakter dan pasti ada damÂÂpak kepada saya,†kata poÂlitisi PDIP ini.
Maryani A Baramuli meÂngaÂtaÂkan, dirinya tidak bisa menerima disebut sebagai tersangka. “Saya akan menuntut balik kepada orang-orang yang menyatakan saÂya sebagai tersangka. Saya tidak pernah menjual harga diri dan nama baik saya,†ucapnya.
Ingatkan Hakim Praperadilan Agar Independen
Marthin Hutabarat, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Marthin Hutabarat mengÂingatÂkan hakim tunggal yang meÂnaÂngani gugatan praperadilan tidak mudah diintervensi pihak lain. Independensi hakim, kaÂtaÂnya, sangat diperlukan dalam memutus sengketa ini.
Dia menegaskan, gugatan praÂperadilan merupakan langÂkah konkret dalam upaya menÂcari keadilan. Praperadilan bisa menjadi momentum untuk meÂnguji kepastian hukum yang diÂambil institusi penegak hukum. “Praperadilan adalah salah satu alat untuk mencari keadilan seÂcara absolut,†kata anggota DPR dari Partai Gerindra ini, keÂmarin.
Proses praperadilan ini henÂdakÂnya menjadi masukan bagi siapa pun yang tidak puas atas putusan penegak hukum. LangÂkah praperadilan dikategorikan sebagai upaya pembelajaran positif dalam proses hukum di Tanah Air. Ketimbang meÂnemÂpuh jalan yang bisa menimÂbulÂkan tindakan anarkis, praÂperÂadilan adalah langkah hukum yang paling elegan.
Lepas dari siapa yang benar atau salah, menang atau kalah, praperadilan menjadi ajang pembuktian yang paling efektif. Munculnya rentetan gugatan praÂperadilan belakangan, nilaiÂnya, menunjukkan bahwa kesaÂdaran hukum masyarakat berÂkemÂbang ke arah yang lebih baik.
Dia berharap, momen ini juga menjadi semacam peringatan bagi penegak hukum dalam menentukan proses hukum. BerÂkÂaca dari kasus dugaan koÂrupÂsi ayat tembakau ini, dia juga mengingatkan koleganya seÂsaÂma anggota DPR agar berÂhati-hati saat membahas perÂundang-unÂdangan.
Sarankan Polisi Gelar Perkar Sebelum SP3
Neta S Pane, Koordinator LSM IPW
Ketua Presidium LSM IndoÂneÂsia Police Watch (IPW) Neta S Pane meminta kepolisian leÂbih cermat menangani perkara. Penghentian perkara atau poÂpuler disebut SP3, hendaknya diÂputus setelah semua pihak terlibat gelar perkara. “SP3 seÂmesÂÂtinya diambil setelah gelar perkara,†katanya.
Dalam gelar perkara, paling tidak unsur-unsur pelapor, terÂlapor, barang bukti dan terÂsangka idealnya dihadirkan. Jadi, lanjutnya, jika penyidik meÂnyimpulkan laporan tidak bisa diklasifikasi masuk tindak pidana, tidak ada pihak yang kecewa. “Di sini, substansi perÂsoalan yang memicu timbulnya guÂgatan praperadilan adalah keÂtidaktransparanan penyidik,†ujarnya.
Akibat ketidakterbukaan dan penanganan perkara yang terÂtutup, kemungkinan akan baÂnyak pihak merasa tidak puas terÂhadap penegak hukum.
Tertutupnya penangan kasus, membuat peluang main mata antara pihak tertentu dengan peÂnegak hukum menjadi terÂbuka. Karena ketidakÂpercayaan iniÂlah, ruang gugatan praperadilan terÂbÂuka. “Momentum praperÂadilÂan ini menjadi pintu masuk untuk menggugat penyidik,†ujarnya.
Akan tetapi, lanjutnya, keÂsemÂpatan memÂpraperÂadilanÂkan peÂnegak hukum juga tak diÂmanfaatkan serampangan. HaÂrus ada pertimbangan dan loÂgika hukum yang benar-benar maÂtang. Sehingga, proses guÂgatan praperadilan menjadi benar-benar berkualitas.
Dia berharap, dari persiÂdangÂan praperadilan ini, dasar keÂpoÂlisian mengeluarkan SP3 atas kaÂsus yang sebelumnya telah ada penetapan tersangka dari oknum anggota DPR, terungkap gamÂblang. “Kita ingin ini bisa tuntas. Jangan sampai keÂpoÂlisian diintervensi pihak luar,†ucapnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30