Berita

Kemenkes

X-Files

Kasus Korupsi Kemenkes Seperti Jalan Di Tempat

“Kami Sudah Minta BPKP Hitung Kerugian Negaranya”
KAMIS, 16 FEBRUARI 2012 | 09:09 WIB

RMOL. Kasus korupsi di Kementerian Kesehatan yang ditangani Polri dan Kejaksaan Agung tak kunjung mengalami kemajuan signifikan. Kesannya, seperti jalan di tempat.

Kabareskrim Polri Komjen Sutarman beralasan, pihaknya belum bisa memperkirakan total kerugian negara dalam kasus itu, lantaran belum ada hasil peng­hitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). “Kami sudah minta BPKP menghitung dugaan keru­gian negaranya,” katanya.

Menurut Kepala Bagian Pene­rangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar, kasus korupsi di Kementerian Kesehatan itu dita­ngani Bareskrim sejak tahun 2010. Kepolisian telah me­ne­tap­kan Ke­pala Sub Bagian Program dan Ang­garan Sekretariat Badan Pe­ngembangan dan Pem­ber­da­ya­an Sumber Daya Manusia Ke­men­kes Syamsul Bahri sebagai tersangka.

Syamsul disangka menye­le­weng­kan tender pengadaan alat bantu belajar mengajar pen­di­dikan dokter spesialis di rumah sakit pendidikan dan rujukan pada Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BP2SDM) Kemenkes tahun anggaran 2009.

Senada dengan Sutarman, Boy mengaku belum bisa memastikan berapa nilai kerugian negara da­lam kasus korupsi tersebut. Ala­sannya pun sama, angka kerugian negara itu masih dihitung BPKP.

Kejaksaan Agung pun me­na­ngani kasus korupsi di Kemenkes dengan tersangka yang sama, Syam­sul Bahri. Syamsul disang­ka menyelewengkan proyek be­ranggaran Rp 417,7 miliar. Uang tersebut berasal dari APBN tahun anggaran 2010. Sedangkan Polri menangani kasus Kemenkes tahun anggaran 2009.

Kejaksaan Agung juga telah menetapkan Kepala Program dan Informasi Sekretariat Badan PPSDMK yang juga Ketua Pa­nitia Pengadaan Widianto Aim serta pemenang proyek sekaligus Direktur Utama PT Buana Ra­mosari Gemilang, Bantu Mar­paung sebagai tersangka.  

Namun, Kepala Pusat Pene­ra­ngan Hukum Kejaksaan Agung Noor Rochmad juga belum bisa memastikan nilai kerugian negara dalam kasus ini. Alasannya sama dengan Kabareskrim, belum ada hasil penghitungan kerugian ne­gara dari BPKP.

Kendati belum ada hasil peng­hitungan kerugian negara terkait kasus korupsi di Kementerian Ke­sehatan itu, Kepala Biro Hu­mas BPKP Ratnatianti mengaku, pihaknya bekerja optimal dalam menindaklanjuti permintaan ke­polisian maupun kejaksaan.

Dia beralasan, lamanya proses audit sangat tergantung pada ruang lingkup persoalan. Selain itu, ada beberapa teknis atau kla­sifikasi audit yang mempunyai tujuan berbeda-beda.

Untuk itu, BPKP tidak bisa terburu-buru dalam menentukan nilai kerugian negara dalam suatu proyek yang didanai APBN. “Kalau ditanya be­rapa lama waktu audit, tentu tidak bisa saya past­ikan. Apalagi, audit mem­bu­tuhkan kecermatan dan keteli­tian,” alasan Ratnatianti.

BPKP juga belum me­nge­luar­kan hasil penghitungan kerugian negara kasus korupsi di Kemen­terian Lingkungan Hidup yang di­tangani Kejaksaan Agung. “To­tal kerugian negara kasus ini be­lum dilansir. Masih dihitung BPKP,” kata Kapuspenkum Ke­jaksaan Agung Noor Rochmad.

Belum rampungnya peng­hi­tu­ngan kerugian negara ini, me­nurut Noor, mau tidak mau mem­pengaruhi proses penuntasan per­kara. Dia menambahkan, selain ter­sangka kasus ini kooperatif, penahanan menunggu selesainya proses penghitungan kerugian negara. “Setelah penghitungan selesai, kemungkinan penahanan akan dilakukan. Tapi saya tidak tahu, kapan BPKP menyelesaikan audit itu,” katanya.

Sekadar mengingatkan, tiga tersangka kasus biaya perjalanan dinas tahun  2007-2009 di Kemen LH yakni bekas Ke­pala Bagian Keuangan Biro Umum Amat Sukur, Kasubag Ve­rifikasi Biro Umum Sulaiman dan bekas Asdep Kelembagaan Ling­kungan Hidup Puji Hastuti.

Amat Sukur kini bertugas di  Inspektorat Jenderal, Sulaiman ber­tugas di ba­gian verifikasi per­jalanan dinas. Puji Hastuti saat ini menjadi Asisten Deputi Uru­san Kelembagaan.

REKA ULANG

Rosa Masih Saksi Kasus Kemenkes

Penyidik Kejaksaan Agung dua kali mengorek keterangan Mindo Rosalina Manullang di kantor KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.

Pada Selasa (14/2), bekas anak buah Muhammad Nazaruddin itu diperiksa penyidik Kejagung ter­kait perkara korupsi di Kemen­terian Agama. Pada Senin (13/2), Rosa diperiksa penyidik Ke­jak­saan Agung menyangkut kasus korupsi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Noor Rochmad menyampaikan, Keja­gung tengah mengusut tiga kasus yang diduga melibatkan Rosa. Yakni, perkara korupsi penga­da­an alat laboratorium di UNJ, ka­sus korupsi di Kementerian Aga­ma dan perkara korupsi penga­da­an alat kesehatan di Kementerian Kesehatan. “Dia masih berstatus sebagai saksi dalam kasus-kasus itu,” ujar Noor saat dihubungi.

Sebelum mengorek keterangan Rosa sebagai saksi perkara-per­kara korupsi itu, penyidik Ke­ja­gung telah menetapkan sejumlah pegawai negeri sipil (PNS) se­ba­gai tersangka kasus yang diduga melibatkan anak buah Na­za­ruddin tersebut.  

Menurut Noor, selain men­da­lami keterlibatan tersangka tiga kasus itu dan mengorek ke­te­ra­ngan Rosa, Kejagung mengem­bangkan kasus ini ke arah dugaan keterlibatan Nazaruddin. “Semua yang terkait, akan diproses, tidak hanya Nazaruddin. Tergantung bagaimana perkembangan proses penyidikan yang sedang ber­jalan,” ujarnya.

Kejagung menetapkan Pem­bantu Rektor III Universitas Ne­geri Jakarta (UNJ) Fakhrudin dan dosen Fakultas Teknik Tri Mul­yono sebagai tersangka perkara korupsi pengadaan alat labo­ra­to­rium UNJ. “Dalam kasus ini, ada dua tersangka, yaitu Fakhrudin se­laku Pejabat Pembuat Komit­men dan Tri Mulyono selaku Ke­tua Panitia Lelang,” kata Noor.

Keduanya ditetapkan sebagai tersangka pada 29 November 2011, berdasarkan Surat Perintah Pe­nyidikan (Sprindik) Nomor 161/F.2/Fd.1/11/2011 dan Sprin­dik Nomor 162/F.2/Fd.1/11/2011.

Fakhrudin dan Tri Mulyono di­sangka melakukan peng­ge­lem­bungan harga dalam pengadaan alat laboratorium dan peralatan penunjangnya pada UNJ tahun anggaran 2010. Proyek pe­ngadaan tersebut tercatat senilai Rp 17 miliar.

Sedangkan kasus korupsi di Ke­menterian Agama, berawal dari tahun 2010, ketika Kemenag memperoleh dana sesuai APBN Perubahan. Dana tersebut digu­na­kan untuk pengadaan alat labo­ratorium Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Madrasah Tsanawiyah se Indonesia yang nilainya Rp 27,5 miliar. Sedangkan proyek yang sama untuk Madrasah Aliyah nilainya Rp 44 miliar.

Pemenang tender pengadaan itu adalah PT ANP dan PT SHJ. PT ANP pemenang tender penga­daan alat laboratorium tsana­wiyah, PT SHJ pemenang tender penga­daan alat laboratorium aliyah.

Kejaksaan Agung telah me­ne­­tap­kan dua tersangka kasus ter­sebut, yakni SY dan MJM. SY me­rupakan Pejabat Pembuat Ko­mitmen di Kementerian Agama, sedangkan MJM me­ru­pakan konsultan IT. Sebagai Konsultan IT, MJM disangka tidak men­jalankan tugasnya mengecek ba­rang yang tidak se­suai spesifikasi.

Mestinya Punya Data Valid

Syarifuddin Sudding, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding ber­pen­da­pat, idealnya hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menjadi pijakan untuk menentukan arah penyelidikan dan penyidikan yang menyangkut nilai keru­gian keuangan negara.

Namun, jika sudah mene­tap­kan tersangka tanpa hasil audit BPKP, kepolisian dan kejak­saan semestinya sudah memi­liki data valid di luar hasil audit BPKP. Sehingga, hasil audit BPKP itu hanya menjadi data pendukung. Dengan kata lain, kepolisian dan kejaksaan tidak bisa bergantung kepada BPKP lantaran telah lebih dahulu me­lakukan penetapan tersangka.

Kendati begitu, Syarifuddin mengapresiasi langkah kepo­lisian dan kejaksaan yang telah menentukan tersangka perkara-perkara korupsi itu. Dia ber­ha­rap, langkah tersebut men­da­pat­kan dukungan optimal dari pi­hak lain, termasuk BPKP.

“Mu­dah-mudahan itu sinyal bahwa mereka menunjukkan komit­men memberantas korup­si,” katanya.

Menurut Syarifuddin, penun­tasan kasus-kasus tersebut su­dah sewajarnya mendapatkan du­kungan dari BPKP. Tanpa dukungan BPKP, dia khawatir, hasil kerja dua lembaga pene­gak hukum itu bakal sia-sia. “Tidak ada alasan untuk mem­perlambat proses audit. BPKP mesti optimal,” tandasnya.

Bermodalkan hasil penghitu­ngan kerugian negara dari Ba­dan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, lanjutnya, ke­ra­guan kepolisian dan kejaksaan menentukan penanganan suatu kasus, akan bisa dihilangkan.

Dia meminta, koordinasi an­tara aparat penegak hukum, BPKP dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diintensifkan. Sehingga, kendala-kendala se­perti yang terjadi dalam pe­na­nganan kasus korupsi di Ke­menterian Kesehatan dan Ke­menterian Lingkungan Hidup bisa diatasi.

Cepat tuntasnya audit, lanjut Syarifuddin, akan membantu kepolisian dan kejaksaan segera membawa kasus-kasus korupsi itu ke pengadilan. “Kepastian hukum dalam kasus-kasus itu pun akan menjadi lebih jelas,” ujarnya.

Audit Kelamaan, Kasus Menjadi Bias

Boyamin Saiman, Koordinator LSM MAKI

Ketua LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Bo­yamin Saiman mengingatkan, berlarutnya penghitungan ang­ka kerugian keuangan negara bisa membuat pengusutan ka­sus-kasus korupsi menjadi bias.  

“Mekanisme audit peng­hi­tu­ngan kerugian keuangan negara hendaknya dipersingkat. Di­per­cepat. Sehingga, proses peng­hi­tungan kerugian keuangan ne­gara bisa cepat selesai,” katanya.

Boyamin juga khawa­tir, se­mangat para penyidik yang awalnya menggebu-gebu me­ngungkap kasus korupsi, men­jadi drop lantaran proses audit yang begitu lama. Me­n­jadi bo­san lantaran terlalu lama me­nunggu kepastian nilai keru­gian negara dalam perkara ko­rupsi yang mereka tangani.  

Dia pun mengingatkan, ber­larut-larutnya proses audit ja­ngan sampai menjadi ajang tawar-menawar. Maksudnya, ce­lah tersebut sangat bisa di­man­faatkan kelompok tertentu untuk melakukan pendekatan kepada auditor.

Kedekatan hubungan itu pula yang kemungkinan dipakai un­tuk “memutihkan” penilaian peng­gunaan keuangan negara. “Tidak sedikit pendekatan ke­pa­da auditor dilakukan. Hasil­nya su­dah ada, beberapa auditor yang diduga masuk angin atau ter­libat suap, ditangkap KPK,” ujarnya.

Lantaran itu, lanjut Boyamin, proses audit hendaknya bisa dioptimalkan. Sehingga, tidak makan waktu terlalu lama.  Se­lain itu, dia meminta penga­wa­san terhadap auditor diting­kat­kan. Soalnya, auditor yang kre­dibel dan benar-benar ber­tang­gungjawab sangat diperlukan masyarakat dan negara.

“Pe­ra­nan auditor sangat vital dalam menentukan ada atau tidaknya penyimpangan ang­garan,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya