ilustrasi
ilustrasi
RMOL. Seorang tersangka baru perkara korupsi pengadaan Sistem Informasi (Sisinfo) Ditjen Pajak, Jasa Pemeliharaan Sistem Monitoring Pembayaran Ditjen Pajak dan Pelaksanaan Modul Penerimaan Negara Ditjen Pajak tahun anggaran 2006, tidak memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung, kemarin.
Tersangka itu adalah DirekÂtur PT Berca Hardaya Perkasa, Lim Wendra Halingkar. Lim adaÂlah pihak swasta pemenang tenÂder pengadaan yang diduga meÂrugikan keuangan negara Rp 12 miliar itu. “Dia memang dijadÂwalÂkan diperiksa hari ini, tapi tidak datang,†ujar Kepala Pusat PeÂnerangan dan Hukum KeÂjakÂsaÂan Agung Noor Rochmad, kemarin.
Menurut Noor, sejak Lim diÂteÂtapkan sebagai tersangka pada 12 Januari 2012 dengan Surat PeÂrintah Penyidikan (Sprindik) SP DIK No: Print-03/F.2/Fd.1/01/2012 itu, baru pertama kali diÂjadÂwalkan untuk diperiksa. “Dia tidak hadir karena alasannya seÂdang mempersiapkan dokumen dan segala sesuatu yang diperÂlukan dalam pemeriksaan peÂnyidik,†katanya.
Lantaran itu, pihak Lim meÂminta waktu agar diberikan kesempatan memenuhi panggilan penyidik pada 20 Februari mendatang. Tersangka mencoba bernegosiasi dengan penyidik mengenai jadwal pemeriksaan. “Dia minta agar diperiksa tanggal 20 saja, tetapi penyidik belum tentu mengabulkan permintaan terÂsangka itu,†kata Noor.
Meski begitu, Kejaksaan Agung belum berencana melaÂkukan upaya pemanggilan paksa terhadap tersangka. “Belum, kan mereka kasih tahu alasannya dan lagi pula baru jadwal pemeÂrikÂsaan pertama,†ujar Noor.
Tersangka tersebut pun belum ditahan penyidik Kejagung. KeÂtika ditanya, apakah kejaksaan akan melakukan upaya penceÂgahan ke luar negeri kepada terÂsangka, Noor mengatakan bahwa upaya itu dirasa belum perlu. “Belum ada,†ujarnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung suÂdah menetapkan dua tersangka kaÂsus ini. Mereka sudah ditahan peÂnyidik di Rumah Tahanan (RuÂtan) Salemba cabang KejakÂsaan NeÂgeri Jakarta Selatan. Mereka adaÂlah Pejabat Pembuat KoÂmitÂmen (PPK) Pulung Sukarno dan Ketua Panitia Pengadaan Bahar. “TerÂsangÂkanya jadi tiga orang,†ujar Noor.
Kasus ini bermula ketika BaÂdan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kejanggalan sebesar Rp 12 miliar dalam proyek peÂngaÂdaan sistem informasi yang meÂnelan anggaran Rp 43 miliar. BerÂdasarkan audit BPK, diteÂmuÂkan alat-alat yang tidak ada wuÂjudnya dalam pengadaan sistem informasi.
Atas temuan BPK tersebut, jajaran Jaksa Agung Muda PidaÂna Khusus (Jampidsus) melaÂkuÂkan penyelidikan dan meningÂkatÂkan status perkara itu ke penÂyiÂdikan pada 3 November 2011.
Pada November 2011, KejakÂsaan Agung juga menurunkan timÂnya untuk melakukan pengÂgeledahan di kantor Ditjen Pajak.
Penggeledahan itu dilakukan untuk mengumpulkan sejumlah inÂformasi yang diperlukan dalam pengusutan kasus ini. Pihak KeÂjaksaan Agung sudah pernah meÂminta agar diberikan sejumlah doÂkumen. Namun, pihak Ditjen Pajak yang dimintai keterangan tak mau memberikannya.
“Kami tidak bisa menunggu lama. Makanya, kami melakukan tindakan penyitaan dan pengÂgeÂledahan. Kami turunkan tim dan ternyata ditemukan dokumennya sudah dipindahkan dari kantor puÂsat ke kantor pelayanan Jakarta Barat,†kata Direktur Penyidikan Jampidsus, Arnold Angkouw di Kejaksaan Agung.
Menurutnya, penyidik melaÂkukan penggeledahan karena tidak ada itikad baik dari pihak Direktorat Jenderal Pajak. “SeÂsuai undang undang, jaksa memÂpunyai wewenang melakukan pengÂgeledahan, menyita, karena itu merupakan bagian dari pengÂumpulan alat bukti. Nah, alat bukÂti itu yang kami pakai untuk meÂmasÂtikan, apakah ada pelangÂgaran pidananya,†ujar Arnold.
Setelah mengumpulkan dokuÂmen-dokumen tersebut, KejÂakÂsaan Agung mendatangkan audiÂtor BaÂdan Pemeriksa Keuangan.
REKA ULANG
Tersangka Bertambah Satu Orang
Tersangka kasus korupsi peÂngadaan Sistem Informasi DiÂrektorat Jenderal Pajak, Jasa PeÂmeliharaan Sistem Monitoring PemÂbayaran Direktorat Jenderal Pajak dan Pelaksanaan Modul PeÂnerimaan Negara Direktorat JenÂderal Pajak tahun 2006 yang diÂduga merugikan keuangan neÂgara sekitar Rp 12 miliar, berÂtambah satu orang.
Tersangka baru itu berasal dari pihak swasta yang menjadi peÂmenang tender pengadaan proÂyek. “Ada penetapan tersangka baru untuk kasus korupsi di DitÂjen Pajak. Berasal dari rekanan DitÂjen Pajak, dari pihak swasta. Jadi, untuk sementara ini ada tiga tersangka dalam kasus tersebut,†ujar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi NirÂwanto di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta.
Sementara itu, tingkat keÂperÂcayaan publik terhadap KeÂjakÂsaan Agung belum sepenuhnya pulih. Nah, menurut Koordinator LSM Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) Jamil Mubarok, pengusutan kasus pengadaan sisÂtem informasi Ditjen Pajak biÂsa menjadi salah satu ajang peÂmuÂlihan kepercayaan masyarakat.
“Ini menjadi salah satu paraÂmeÂter bagi Kejaksaan Agung. Jika mereka bisa menunÂtasÂkanÂnya, maÂka tanggapan masyarakat akan poÂsitif. Tapi, jika perkara ini mangÂkrak seperti sejumlah kasus lain, jangan salahkan bila publik kalau mencaci maki mereka,†katanya.
Jamil mengingatkan, KejakÂsaÂan Agung jangan lemah dalam meÂnetapkan tersangka karena teÂkanan dan pilih bulu. Dia pun mengingatkan, meski berkenaan dengan kepentingan dan uang, Kejagung jangan membelokkan seÂseorang yang seharusnya menÂjadi tersangka menjadi sekadar saksi atau bahkan dilepaskan.
“Ini menjadi perhatian serius. Kasus pengadaan sistem inforÂmasi itu sudah masuk pusaran keÂkuasaan. Kejaksaan jangan hanya mengusut kasus korupsi karena target atau karena kepentingan seÂgelintir pimpinan atau perintah keÂlompok tertentu. Benar-benarÂlah hadir sebagai lembaga penegak hukum. Untuk ini, saya menyarankan agar kejaksaan belajar dari KPK,†ujarnya.
Penanganan kasus pengadaan sistem informasi di Ditjen Pajak itu, lanjut Jamil, menjadi ajang bagi kejaksaan untuk menunÂjukÂkan kinerja yang positif di mata masyarakat. “Karenanya tidak cukup hanya menangkapi yang keÂcil-kecil, mereka juga harus menÂjaring pejabat kakap yang terÂlibat. Ini menjadi momentum bagi Kejagung untuk menunÂjukÂkan, mereka pun bisa sukes meÂlakukan pemberantasan korupsi di mata publik,†sarannya.
Menanggapi kasus ini, Ditjen Pajak menyerahkan sepenuhnya kepada penegak hukum. “Tentu kami prihatin. Tapi, kami sangat kooperatif dengan pihak berwajib agar segera tuntas,†kata Direktur Penyuluhan dan Bimbingan PelaÂyanan Hubungan Masyarakat DitÂjen Pajak Dedi Rudaidi di kanÂtor pusat Ditjen Pajak, Jakarta.
Dedi menyatakan, kasus ini murni bukan perkara perpajakan, tapi pengadaan barang. “Tidak seÂdikit pun kami resistance terÂhadap proses hukum ini. Justru kaÂÂmi dukung, karena kami seÂdang berbenah,†ujarnya.
Tak Boleh Kompromi Dengan Tersangka
Nikson Gans Lalu, Pengamat Hukum
Sebagai salah satu lembaga peÂnegak hukum, Kejaksaan Agung diingatkan agar proÂfesional mengusut kasus koÂrupÂsi pengadaan Sistem Informasi Ditjen Pajak, Jasa Pemeliharaan Sistem Monitoring Pembayaran Ditjen Pajak dan Pelaksanaan Modul Penerimaan Negara DitÂjen Pajak.
“Kejaksaan mesti bekerja proÂfesional dan jangan terÂpeÂrangkap kepentingan-kepenÂtingÂan yang subyektif,†ingat peÂngajar mata kuliah hukum UniÂversitas Kristen Indonesia (UKI) Nikson Gans Lalu, kemaÂrin.
Menurut Nikson, dalam meÂngusut sebuah kasus, tentunya suÂdah ada bukti-bukti awal yang dikembangkan. Karena itu, berdasarkan bukti-bukti awal tersebut, akan terlihat siaÂpa saja yang terlibat. “Ini terÂmaÂsuk kejahatan kerah putih, yakÂni terjadi secara sistematis dan dilakukan orang-orang terÂpandang dan pengusaha-pengÂusaÂha kakap. Tidak mungÂkin keÂjahatan ini dilakukan maÂsyarakat rendahan,†ujarnya.
Dia menegaskan, Kejaksaan Agung harus berani mengusut keterlibatan siapa pun dalam perÂkara tersebut. “Kejaksaan diÂtantang, apakah mereka beÂrani atau tidak untuk mengÂungkap duÂgaan korupsi itu samÂpai tunÂtas? Seturut dengan haÂrapan maÂsyarakat untuk pemÂbeÂranÂtasan korupsi,†ujar Nikson.
Nikson juga mengingatkan agar Kejaksaan Agung tidak menÂjadikan kasus itu sebagai upaya mencari uang, atau pun sebagai bargaining terhadap seÂjumlah kepentingan tertentu. “Kejaksaan jangan ragu, harus diÂbuka semua. Jaksa jangan komÂpromi dengan tersangka atau para saksi, itu tidak proÂfesional. Jika itu masih dilaÂkukan, maka publik akan terus menghujat kejaksaan,†ujarnya.
Curiga Penyelesaian Di Bawah Meja
Taslim Chaniago, Anggota Komisi III
Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago menilai, kiÂnerja Kejaksaan Agung dalam menangani kasus korupsi masih sangat minim.
Kejaksaan Agung, menurut Taslim, juga cenderung tertutup dalam menyampaikan penaÂnganÂÂan kasus korupsi. “MesÂtinya Kejaksaan Agung berada di barisan terdepan dalam upaÂya pemberantasan korupsi. KPK muncul juga karena keÂjakÂÂsaan masih tidak dipercaya publik,†ujarnya, kemarin.
Lantaran itu, menurut Taslim, dalam pengusutan kasus koÂrupsi pengadaan Sistem InforÂmaÂsi Direktorat Jenederal PaÂjak, Jasa Pemeliharaan Sistem MoÂnitoring Pembayaran DirekÂtorat Jenderal Pajak dan PeÂlakÂsanaan Modul Penerimaan Negara Direktorat Jenderal PaÂjak ini, tidak boleh tidak, keÂjaksaan harus menunjukkan kinerja yang bagus.
“Kejaksaan Agung harus sukses mengusut kasus ini. MeÂreka harus membuktikan bahwa mereka mampu mengusutnya samÂpai tuntas. Sebab, ini kemÂbali akan menjadi sorotan pubÂlik bila mereka tidak mampu,†ujarnya.
Kata Taslim, semua perkara tindak pidana korupsi yang diÂtangani Kejaksaan Agung mesti dipublikasikan. Hal itu perlu unÂtuk mengukur kinerja pemÂberantasan korupsi di lembaga AdÂhyaksa itu. “Kita tentu berÂharap semua kasus korupsi yang mereka tangani itu disampaikan keÂpada masyarakat. Memang mungkin proses pengusutannya tidak mesti diungkap secara detail, tetapi setiap kasus yang ditangani harus diungkap,†ujarnÂya.
Selama ini, kata dia, KejakÂsaÂan Agung sangat tertutup mengÂungkapkan berbagai kasus tindak pidana korupsi yang meÂreka usut. “Saya curiga, kasus-kasus yang tidak pernah diÂungkapkan atau kasus yang mangÂkrak, penyelesaiannya di bawah meja atau 86. Siapa yang tahu,†katanya.
Penanganan kasus korupsi ini, kata dia, juga akan menunÂjukÂkan sejauh mana kinerja keÂjaksaan. “Kalau yang ini saja tidak selesai, bagaimana mungÂkin kasus-kasus besar di perÂpajakan bisa mereka bongkar dan usut,†katanya.
Taslim juga menekankan perÂlunya Kejagung menyamÂpaiÂkan kepada publik semua perkara korupsi yang mereka tangani. Tujuannya jelas, agar publik bisa mengawasi Kejagung. “JaÂngan berlambat-lambat. Jangan pula kasus-kasus itu menjadi tidak jelas penanganannya di tengah jalan. Atau malah di-SP3, itu menunjukkan sesuatu yang tidak beres. Kejaksaan Agung harus berpacu dengan KPK untuk mengusut kasus-kaÂsus korupsi,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30