Berita

PT Indosat Mega Media (IM2)

X-Files

Penyidik Kejagung Geber Periksa Saksi Kasus IM2

Tapi, Tersangkanya Masih Itu-itu Saja
SENIN, 13 FEBRUARI 2012 | 09:41 WIB

RMOL. Kejaksaan Agung masih mendalami kasus penyalahgunaan pita frekuensi 2,1 Ghz yang diperkirakan merugikan negara Rp 3,8 triliun. Sejumlah saksi dari PT Indosat dan anak perusahaannya, PT Indosat Mega Media (IM2), diperiksa penyidik Kejagung.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Noor Rachmad menyampaikan, pihak­n­ya sudah memanggil dan me­meriksa sejumlah saksi perkara ini. “Sudah lebih dari 10 orang yang diperiksa,” ujarnya.

Pada Jumat (10/2), penyidik Kejaksaan Agung memeriksa dua pegawai Indosat sebagai saksi. Mereka adalah, Group Head Re­gu­latory PT Indosat Tim Risar­gati dan Group Head IT Ope­ra­tion PT Indosat Dede Rusnandar.

Pada Senin (6/2), penyidik kem­bali memeriksa empat orang pegawai PT Indosat, yakni, Ma­na­ger Channel Strategy and De­velopment Umi Suryani, Assisten Manager Marketing Com­mu­ni­cation Irfan Siregar, Manager IT Operation Syaiful Anwar dan Ma­nager Treasury and Collection Budiyanto. Keempatnya juga diperiksa sebagai saksi.

Pada Jumat (3/2), penyidik me­meriksa tujuh pegawai PT Indo­sat, yakni, DH Channel Mana­gement Suwignyo, DH Card dan Voucher Management Muham­mad Yazid, DH Customer Tel Ope­rator Collection Manager Budi Hartono, DH Customer Ser­vice Operation Insosiana Pelu, DH Marketing Communication Turina Farouk, Group Content and Garming Tiurma Elisabeth No­vita dan Manager Fixed Wire­less Broadband Benny Hu­ta­galung. Pemeriksaan dilakukan mulai pukul sembilan pagi. “Ke­tujuhnya dipanggil sebagai sak­si,” kata Noor.

Menurut Noor, kemungkinan pe­netapan tersangka baru kasus ini terbuka, sesuai hasil pengem­ba­ngan penyidikan di Kejaksaan Agung. “Masalah tersangka baru, itu tergantung bagaimana per­kem­bangan penyidikan. Sepan­jang ditemukan fakta perbuatan yang memenuhi kualifikasi tin­dak pidana korupsi, didukung alat bukti, pasti dimintai per­tang­gung­jawaban sebagai tersangka, siapa pun orangnya,” kata dia.

Kejaksaan Agung telah mene­tapkan bekas bos PT Indosat Me­ga Media yang berinisial IA se­bagai tersangka kasus pengunaan jaringan frekuensi 2,1 Ghz tanpa izin atau tanpa melakukan pem­bayaran kepada pemerintah.

Tersangka IA dijerat dengan Pa­sal 2 dan Pasal 3 Undang Un­dang Tindak Pidana Korupsi (Ti­pikor). Akan tetapi, hingga Jumat lalu, Kejaksaan Agung belum melakukan penahanan terhadap tersangka. “Itu tergantung penyi­dik,” alasan Noor.

Lebih lanjut, Noor menga­ta­kan, jika pihak PT Indosat dan PT IM2 menyangkal telah mela­ku­kan pelanggaran dan korupsi, hal itu adalah sesuatu yang wajar. “Tapi, kami tidak akan ber­po­lemik di media massa mengenai tanggapan mereka itu. Ruangnya bukan di media massa, tetapi di persidangan nanti,” ujarnya.

Komunitas Teknologi Infor­ma­si Komunikasi (TIK) memprotes Ke­jaksaan Agung yang me­netapkan ­kolega mereka, bos PT IM2 sebagai tersangka perkara yang diduga merugikan negara Rp 3,8 triliun.

Menurut Sekjen Dewan Pe­ngu­rus Harian Masyarakat Tele­Ma­tika Indonesia (Mastel) Mas Wig­rantoro, sangkaan Kejaksaan Agung bahwa PT IM2 melaku­kan tindakan merugikan ke­ua­ngan negara karena tidak memba­yar­kan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), tidak tepat. “PT IM2 membayar sewa jaringan ke Indosat, selanjutnya Indosat yang membayarkan PNBP ke negara. Indosat sebagai penyelenggara jaringan. Jadi, tidak ada kerugian negara,” tandasnya.

Menurut Division Head Public Relation PT Indosat Djarot Han­doko, penyediaan layanan inter­net 3G broadband oleh IM2 telah mengikuti undang-undang dan aturan yang berlaku. “Hal ini te­lah dijelaskan kepada pihak-pi­hak terkait, termasuk pihak regu­lator,” ujar Djarot.

REKA ULANG

Diambil Alih Dari Kejati Jabar

Kejaksaan Agung me­ngam­bil alih kasus penyalahgunaan pita frekuensi 2,1 Ghz yang di­per­kirakan merugikan negara Rp 3,8 triliun dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, mengingat lokasi ke­jadian tidak hanya di Jawa Barat, tapi juga di Jakarta.

Jaksa Agung Muda Pidana Khu­sus Andhi Nirwanto mem­bantah kasus dugaan korupsi pada penyalahgunaan pita fre­kuensi 2,1 Ghz itu diambil alih Kejaksaan Agung karena nilai ke­rugian negaranya mencapai tri­liunan rupiah. “Bukan karena ke­rugian negaranya lebih besar. Ka­lau hanya level Jawa Barat, wi­la­yah hukumnya hanya Jawa Barat. Tapi kalau kami yang tangani, wilayah hukumnya akan lebih luas,” katanya.

Awalnya, kasus ini dilaporkan LSM Konsumen Telekomunikasi Indonesia (KTI) ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. KTI me­la­por­kan Indosat dan anak perusa­haan­nya, yakni IM2 atas dugaan pe­nyalahgunaan pita frekuensi 3G. Indosat, Telkomsel dan XL me­ru­pakan pemenang tender fre­kuen­si 3G pada tahun 2007.

Namun, menurut KTI, Indosat melakukan pelanggaran dengan menjual internet bergerak (broad­b­and) kepada IM2 yang tidak ikut tender. IM2 merupakan perusa­haan penyelenggara broadband yang saat itu masih berstatus perusahaan private, walau kemu­dian pada November melakukan migrasi ke Indosat.

Dugaan kerugian negara juga ditemukan karena ada potensi kehilangan pajak nilai biaya hak penggunaan (BHP) jasa tele­ko­mu­nikasi sejak tahun 2007. KTI menduga ada pelanggaran Pasal 33 Undang Undang Nomor 36 Ta­hun 1999 tentang Tele­ko­muni­kasi, Pasal 58 ayat 3, dan Pera­tu­ran Menteri Nomor 7 Tahun 2006.

Menurut Kapuspenkum Keja­gung Noor Rochmad, anak peru­sa­haan PT Indosat, PT IM2 tidak pernah mengikuti seleksi pele­la­ngan pita jaringan bergerak se­lu­ler pada pita frekuensi 2,1 GHz. Akan tetapi, perusahaan itu me­nyelenggarakan jaringan tersebut melalui kerjasama yang dibuat antara IM2 dengan Indosat. “IM2 itu sebenarnya hanya anak pe­rusahaan Indosat,” ujarnya.

Dalam bidang usahanya, jelas Noor, PT IM2 hanya bergerak da­lam layanan internet. “IM2 ini se­bagai penyelenggara jasa te­le­ko­munikasi menyalahgunakan ja­ri­ngan bergerak seluler frekuensi 3G. Mereka menggunakan jari­ngan 3G tanpa izin pemerintah,” katanya.

PT IM2, lanjut Noor, hanya me­m­iliki izin sebagai internet ser­vice provider, bukan penye­leng­gara jaringan bergerak seluler. Seharusnya, PT IM2 membayar bi­aya-biaya yang diwajibkan kepada penyelenggara jaringan seluler sebagaimana ketentuan perundang-undangan, antara lain Pasal 33 Undang Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Tele­ko­munikasi dan Peraturan Me­n­teri No­mor 7 Tahun 2006.

Semestinya Cepat Ke Pengadilan    

Alvon Kurnia Palma, Ketua YLBHI

Ketua Yayasan Lembaga Ban­tuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma menilai, Kejaksaan Agung lamban dalam menangani kasus penyalahgunaan pita frekuensi 2,1 Ghz yang diperkirakan me­rugikan negara Rp 3,8 triliun.

Sebab, menurut Alvon, sa­ngat sulit diterima akal sehat jika perkara dengan kerugian negara Rp 3,8 triliun, ter­sang­kanya hanya satu orang. “Ter­sangka yang masih satu orang, merupakan bentuk kelambanan Kejaksaan Agung,” tandasnya.

Jika memang dari awal me­miliki bukti-bukti yang me­ma­dai, lanjut Alvon, seharusnya Kejaksaan Agung bisa me­m­roses kasus tersebut dengan ce­pat ke pengadilan. “Seharusnya memang sudah mengantongi dua alat bukti yang kuat jika menetapkan seseorang sebagai tersangka, sehingga bisa cepat ke pengadilan,” tandasnya.  

Proses hukum sampai ke persidangan dengan prinsip ce­pat dan murah itu harus di­pe­gang teguh penyidik. Sebab, jika proses penyidikan lama, tak jarang akan menyebabkan blun­der.

“Kejaksaan Agung harus cepat memroses, jangan dibuat lama. Itu perlu agar tidak terjadi kerugian psikologis bagi ter­sangka dan para saksi. Mereka juga butuh kepastian hukum dan statusnya,” ucap Alvon.

Dia mengingatkan, proses penyidikan  yang bertele-tele dan memakan waktu yang lama tidak akan efektif mewujudkan keadilan. Sebab, menurut dia, tidak jarang proses yang lama itu dijadikan ajang mencari keuntungan bagi pihak-pihak tertentu.

“Jaksa tak boleh sengaja mem­perlama proses, atau me­la­kukan teror terhadap tersang­ka dan saksi. Tak boleh pula menjadikan proses yang lama itu sebagai kesempatan men­jadi­kan tersangka atau para saksi sebagai ATM. Kasus harus segera diproses sampai ke pe­nga­dilan,” ujarnya.

Tidak Boleh jadi Ajang Mainan Saja

Nasir Jamil, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Nasir Jamil mengingatkan Ke­jaksaan Agung agar benar-be­nar memiliki bukti bahwa anak perusahaan PT Indosat, yakni PT Indosat Mega Media (IM2) merugikan negara Rp 3,8 triliun terkait penyalahgunaan pita fre­kuensi 2,1 Ghz.

Jika tidak memiliki dasar dan bukti yang kuat, menurut po­litisi PKS ini, Kejaksaan Agung bakal menanggung malu di pe­ngadilan. Tapi sebaliknya, ka­lau memang mengantongi buk­ti-bukti yang kuat, sehingga ter­dakwa perkara ini divonis ber­salah oleh hakim, maka citra Ke­jagung bisa agak meningkat.  

Nasir pun mengingatkan agar penanganan kasus seperti ini jangan sampai dijadikan lahan untuk “bermain” oknum-ok­num jaksa. Proses penyelidikan dan penyidikan yang transparan serta didasarkan aturan hukum serta keadilan, kata dia, perlu ditekankan bagi penyidik. Se­hingga, tidak menjadikan kasus ini sebagai pekerjaan yang sia-sia. “Jangan sampai kasus ini dijadikan mainan jaksa saja,” ujarnya.

Lantaran itu, Nasir mengajak semua pihak untuk mengawasi kinerja Kejaksaan Agung dalam mengusut perkara tersebut. Pe­ngusutan perkara seperti ini, me­nurutnya, akan kembali me­nguak sejauh mana profe­sio­na­litas Kejaksaan Agung.

Tentu saja, kata Nasir, publik akan memberikan penilaian atas setiap kinerja kejaksaan. “Kalau perlu, Komisi Kejaksaan perlu ikut secara intens memantau pe­nangangan kasus ini di Kejak­sa­an Agung,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya