Zainal Arifin Hoesin
Zainal Arifin Hoesin
RMOL. Sangkaan Polri bahwa bekas panitera Mahkamah Konstitusi Zainal Arifin Hoesin terlibat kasus surat palsu putusan MK, terancam kandas.
Kepala Bareskrim Polri Komjen Sutarman menjelaskan, belum lengkapnya berkas perkara (P-19) tersangka Zainal Arifin HoeÂsein terkait pada masalah pemÂbuktian. Sehingga, KejakÂsaÂan Agung mengembalikan berkas tersebut ke Bareskrim.
Jaksa peneliti kasus ini menilai, berkas kurang lengkap karena tidak menyertakan bukti berupa reÂkaman telepon dan data koÂmunikasi tersangka dengan pihak lain yang dicurigai terlibat perÂkara tersebut.
Petunjuk jaksa, kata Sutarman, tengah dilengkapi penyidik Polri. Persoalannya, lanjut Sutarman, yang diminta jaksa masuk kaÂteÂgori bukti yang sulit. Pasalnya, bukÂti berupa rekaman pembiÂcaÂraÂan telepon tersangka dengan pihak lainnya telah hilang.
Hilangnya data tersebut, meÂnurutnya, selama ini jadi kendala daÂlam menyeret tersangka baru kaÂsus ini. Namun, katanya, keÂpoÂlisian tetap berupaya optiÂmal melengkapi berkas perkara terÂsangka Zainal. Apalagi, lengÂkapÂnya berkas perkara tersebut akan membantu kepolisian menenÂtuÂkan siapa tersangka baru kasus ini.
Kendati belum mampu memeÂnuhi bukti seperti yang diminta kejaksaan, Sutarman menampik penilaian bahwa pihaknya tidak profesional mengusut perkara ini.
Usaha mengumpulkan bukti leÂwat penggunaan teknologi inforÂmasi, katanya, telah dilakukan jajaran Satuan Cyber Polri berÂsama Direktorat I Pidana Umum (Dit I Pidum) Bareskrim Polri. Selain itu, kepolisian memakai jasa ahli teknologi informatika unÂtuk melacak data di server milik Telkom. “Kami berÂkoorÂdinasi dengan Telkom untuk meÂlacak bukti,†katanya.
Koordinasi dengan Telkom memÂbuahkan hasil berupa izin untuk mengkloning data dari komputer Telkom. Data itu berisi daftar nomor telepon orang yang dicurigai. Selain mengantongi izin mengambil data dari komÂputer Telkom, kepolisian juga daÂpat kesempatan men-taping reÂkaman pembicaraan telepon orang-orang yang dicurigai.
Tapi, lanjut Sutarman, karena percakapan telepon itu terjadi dua tahun lalu, kepolisian tidak meÂnemukannya. Dengan kata lain, materi pembicaraan via teleÂpon anggota KPU Andi Nurpati, caleg Partai Hanura Dewi Yasin Limpo, hakim MK Arsyad SanuÂsi, juru panggil MK Masyhuri HaÂsan dan Panitera MK Zainal Arifin Hoesein belum didapat kepolisian.
Akibatnya, alasan Sutarman, keÂpolisian belum bisa meneÂtapÂkan tersangka baru. Selain itu, beÂlum adanya bukti berupa reÂkaÂman percakapan telepon bakal meÂnyulitkan polisi melengkapi berÂkas perkara Zainal. “Bukti ini sangat penting dan sulit,†katanya.
Pentingnya bukti berupa rekaÂman telepon ini dilatari pengaÂkuÂan terpidana Masyhuri Hasan. Di persidangan, bekas juru panggil MK ini menyatakan, beberapa kali menerima telepon dari seÂjumÂlah orang seperti Andi NurÂpati yang meminta surat segera dikirim. Sedangkan kontak teÂlepon dengan Dewi Yasin Limpo, sebutnya, berisi agar salinan surat MK segera disampaikan ke KPU.
Fakta persidangan itu, tambah Kabagpenum Polri Boy Rafli Amar, dikembangkan kepolisian. Serangkaian penelusuran pun dilakukan untuk mendapatkan bukti-bukti yang dimaksud. Namun bukti percakapan telepon yang sudah berumur dua tahun itu, katanya, belum diperoleh keÂpolisian. â€Tentunya penyidik puÂnya dasar dan bukti yang cukup dalam menetapkan status terÂsangÂka pada Zainal,†katanya, meÂnanggapi pertanyaan bagaimana jika jaksa tetap meminta Polri melengkapi bukti telepon dalam berkas perkara Zainal.
Boy juga mengatakan, keÂpoÂlisian tengah mencari penyebab hilangnya data telepon dan reÂkaman telepon milik Telkom. Jika ada pihak tertentu yang dengan sengaja menghilangkan data terÂsebut, kepolisian akan mengaÂmÂbil tindakan tegas.
Menurutnya, data Telkom terÂseÂbut sangat krusial. Soalnya, data itu bisa menunjukkan siapa dan berapa kali kontak telepon antar mereka yang dicurigai terjadi. Selain itu, bisa menjadi petunjuk seputar materi percakapan.
REKA ULANG
Terpidananya Baru Sekelas Juru Panggil MK
Penanganan kasus surat palsu putusan Mahkamah KonsÂtitusi (MK) di kepolisian baru menyeret bekas juru panggil MK Masyhuri Hasan dan bekas paÂnitera MK, Zainal Arifin Hoesein sebagai tersangka.
Menurut Kepala Badan ReÂserÂse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Sutarman, bukti-bukti yang belum cukup memunculkan kendala dalam menetapkan terÂsangka baru.
Sutarman beralasan, salah satu kendala yang dihadapi adalah belum ada bukti rekaman koÂmuÂniÂkasi telepon yang dapat dideÂtekÂsi. Padahal, polisi memÂbuÂtuhÂkan rekaman pembicaraan teleÂpon sejumlah orang-orang yang dicurigai.
Dengan dalih belum cukup bukÂti, Bareskrim Polri pun belum mampu menjerat beÂkas koÂmiÂsioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Andi Nurpati sebagai terÂsangka kasus ini.
“Untuk Andi Nurpati, sampai saat ini kami beÂlum menemukan bukti-bukti yang kuat untuk menÂjadikan dia sebagai tersangka,†kata KadivÂhumas Polri Irjen Saud Usman Nasution.
Namun, dia menyatakan, keÂpoÂlisian masih mendalami ketÂerÂlibatan Andi dalam kasus surat palsu MK nomor 112 tanggal 14 Agustus 2009. Penyidik masih melakukan pemeriksaan dan menunggu bukti baru.
“Bisa ada dua kemungkinan. PerÂtama, meÂmang tim kami maÂsih melakukan penyelidikan. KeÂdua, memang tim kami meÂnunggu ada inforÂmasi dari pihak manapun. Jika informasinya sigÂnifikan untuk kasus itu, kami akan tampung,’’ ucapnya.
Saud menyatakan, penyidik belum memanggil kembali saksi-saksi yang pernah diperiksa untuk menindaklanjuti hasil persiÂdaÂngan bekas juru panggil MK, Masyhuri Hasan. Masyhuri telah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Januari.
Seperti diberitakan, awalnya Masyhuri mengirimkan surat palsu yang berbeda dengan amar putusan MK bernomor 084. Dalam surat jawaban palsu MK nomor 112 tanggal 14 Agustus 2009 tertulis kata “penambahan†suara untuk Partai Hanura.
Adapun surat asli nomor 112 tanggal 17 Agustus 2009 yang dikirim belakangan berisi kata “jumlah†suara. Akibat kata “peÂnambahan†itu, suara Partai HaÂnura di tiga kabupaten di daerah pemilihan Sulawesi Selatan I bertambah sehingga mendapat jatah satu kursi legislatif.
Akhirnya, Dewi Yasin Limpo ditetapkan KPU sebagai caleg terÂpilih. Belakangan, putusan itu diÂbatalkan karena MK mengeÂtaÂhui ada pemalsuan surat jawaban ke KPU tersebut.
Andi Nurpati saat menjadi koÂmisioner KPU sempat memimpin rapat pleno KPU pada 21 Agustus 2009. Keputusan pleno meÂmuÂtuskan sengketa perolehan suara DPR dari Dapil I Sulawesi SeÂlatan dengan menggunakan surat palsu tersebut.
Menanggapi belum cukupnya bukti di tangan kepolisian, Ketua MK Mahfud MD menyerahkan seÂpenuhnya kepada Polri untuk kelanjutan kasus ini. “Jadi, teÂrÂserah Polri,†katanya.
Ada Beban Psikis Di Personel Polri
Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Desmon J Mahesa menyatakan, upaya kepolisian menelusuri kasus pemalsuan surat putusan MK, terancam berantakan. DiÂperlukan terobosan dan upaya sistematis dalam mencari siapa otak di balik perkara ini.
“Polisi mempunyai kemamÂpuÂan untuk mencari siapa otak di baÂlik kasus ini. PersoalanÂnya, saat ini kepolisian memiÂliÂki beÂban psikis teramat berat,†nilai anggota DPR dari Partai GeÂÂrindra ini.
Di satu sisi, menurutnya, keÂpoÂlisian punya kewajiban meÂnyelesaikan masalah hukum yang ada. Tapi di sisi lain, jika skandal hukum ini diusut tunÂtas, ada juga kekhawatiran baÂkal menimbulkan dampak politis yang besar. Dilema yang seperti ini, tambahnya, seÂringÂkali mencuat dalam menangani suatu persoalan.
Ekses dari upaya penegakan hukum yang seringkali memicu persoalan tertentu, kata dia, seÂmestinya ditanggapi secara arif dan bijaksana. “Jangan sampai menimbulkan hal-hal yang tiÂdak diinginkan. Apalagi memiÂcu keresahan dan kerawanan sosial,†ujarnya.
Dia menggarisbawahi, prinÂsip peÂnegakan hukum yang ada di punÂdak kepolisian henÂdakÂnya teÂtap dikedepankan. MakÂsudÂnya, slogan hukum sebagai panglima semestinya menjadi peÂdoman daÂlam menentukan setiap langÂkah. “Hal tersebut haÂrus disadari dan bisa diimÂpleÂmentasikan daÂlam kehidupan bernegara.â€
Dasar hukum yang kuat, lanÂjutnya, dengan sendirinya akan meminimkan resiko terjadinya kerawanan sosial akibat peÂnaÂnganan kasus hukum tertentu.
“Dengan begitu, peran keÂpoÂliÂsian menuntaskan masalah huÂkum yang ada tidak menjadi bias. Mereka bisa lebih progÂresif menunjukkan komitÂmenÂnya sebagai salah satu pilar peÂneÂgak hukum,†tandasnya.
Mesti Cari Bukti Alternatif
Fadli Nasution, Ketua PMHI
Ketua Perhimpunan MagisÂter Hukum Indonesia (PMHI) Fadli Nasution mengharapkan, kepolisian segera menemukan bukti untuk menyeret tersangka baru kasus surat palsu MK. DeÂngan begitu, kredibilitas penyeÂlenggara pemilu di Tanah Air dapat terjaga.
“Aneh, kenapa kepolisian begitu sulit menemukan bukti-bukti yang bisa menjerat seseÂorang sebagai tersangka baru,†ujarnya.
Logikanya, kata dia, keteÂraÂngan saksi dan bukti-bukti surat maupun dokumen yang ada seharusnya sudah bisa dianggap cukup untuk menyeret seseÂorang sebagai tersangka.
Dia tak menampik anggapan jika bukti berupa rekaman teleÂpon dan data telepon lainnya menjadi bukti paling valid. Namun, saat bukti itu diseÂbuÂtÂkan telah hilang, hendaknya ada alÂterÂnatif lain yang bisa diteÂrapÂkan dalam mengusut perkara ini.
Menurut Fadli, fakta-fakta yang terungkap dalam persiÂdaÂngan Masyhuri Hasan bisa diÂkaÂtegorikan sebagai bukti penÂduÂkung dalam menyingkap kasus ini.
Dia meminta kepolisian tiÂdak foÂkus hanya menggali bukÂti di seÂpuÂtar teknologi inÂforÂmasi atau cyber. Soalnya, jika terus-meÂneÂrus melacak bukti dari sisi ini, upaÂya kepolisian akan mentok. BunÂtut-bunÂtutÂnya, mereka kemÂbali beralasan tidak menemukan bukti-bukti. Dari situ dikhaÂwaÂtirÂkan, kasus ini berhenti sampai di sini.
Semestinya, polisi melacak siapa pihak yang telah mengÂhiÂlangÂkan barang bukti. Apakah diÂpicu unsur kesengajaan manuÂsia atau dilatari oleh rentanya piranti teknologi yang ada.
“Jika bukti-buktinya hilang, harus dicari siapa yang mengÂhilangkannya. Nanti dari situ, teka-teki kasus ini pasti akan terjawab,†tuturnya.
Dia yakin, kepolisian memÂpunyai kemampuan meÂngungÂkap siapa otak yang mengÂhiÂlangÂkan barang bukti tersebut. Hanya persoalannya, apakah kepolisian punya kemauan kuat menuntaskan perkara yang nota bene berpotensi mempengaruhi kredibilitas penyelenggara peÂmiÂlu di Tanah Air ini. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32
Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59