Berita

Muhammad Lukman Edy

On The Spot

Bikin Rekor Pidato Terlama Lalu Pulang Kampung Nyalon Gubernur

Ke Mana Mereka Setelah Tidak Jadi Menteri
MINGGU, 12 FEBRUARI 2012 | 09:24 WIB

RMOL. Hari menjelang sore Muhammad Lukman Edy masih menatap serius berkas-berkas yang menumpuk di meja kerjanya di ruang Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) MPR di lantai dasar gedung  Nusantara V Kompleks DPR/MPR, Senayan, Jakarta. Tak berapa lama dia menandatangani berkas-berkas itu.

Itulah salah satu kegiatan Lukman Edy sebagai ketua Frak­si PKB di MPR. Setelah tak lagi menjadi menteri, pria kelahiran Teluk Pinang, Riau ini kembali ke habitatnya: dunia politik. Ia pun mencalonkan diri sebagai anggota DPR pada Pemilu 2009 dan terpilih.

Bekas sekjen PKB ini lalu di­tempatkan sebagai ketua fraksi partai itu di MPR. Sebagai salah satu ketua fraksi di MPR, Luk­man Edy diminta untuk men­so­sialisasikan empat pilar kebang­saan: Pancasila, UUD 1945,  NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. “Saya diberi kepercayaan pim­pinan MPR untuk menjadi men­tor untuk mensosialisasikan prog­ram itu,” katanya.

Saat masa reses DPR, Lukman Edy turun ke lapangan bertemu dengan elemen masyarakat untuk menjalankan program itu di Jakarta. Pada masa reses akhir tahun lalu, ia melakukan sosia­lisasi selama 26 jam tanpa putus.

Peserta sosialisasi mencapai 2.000 orang. Mulai tukang ojek, ketua RT dan RW, pelajar SMA, mahasiswa hingga organisasi kepemudaan. Keberhasilan mela­kukan sosialisasi nonstop ini dicatat Museum Rekor Indonesia (MURI).

“Saya hanya berhenti 25 menit setiap lima jam untuk shalat, ma­kan dan ke toilet,” tutur bekas men­teri percepatan pemban­gu­nan daerah tertinggal ini.

Untuk bisa mematahkan rekor ini, harus ada yang melakukan ke­giatan serupa dengan waktu 32 jam tanpa putus atau lima jam le­bih lama dari Lukman Edy. “Ini se­suai ketentuan MURI,” kata dia.

Sebelum membuat rekor ini, Lukman Edy mengaku telah me­lakukan berbagai persiapan. Se­lain menyiapkan bahan sosia­li­sasi, dia juga meningkatkan daya tahan tubuh. Yakni dengan me­la­kukan puasa Senin, Kamis dan Sabtu. “Persiapannya seminggu penuh,” kata dia.

Dalam upaya pemecahan rekor sosialisasi terlama ini, Lukman tak mengalami gangguan fisik. Ia menghabiskan 48 botol air mi­ne­ral ukuran kecil untuk mengganti cairan tubuh yang terkuras.

Keluhan baru dirasakan setelah memecahkan rekor. “Mata saya agak berat kalau dibuat melihat,” ungkap Lukman Edy. Untuk menormalkannya dia tidur se­lama dua hari penuh. “Biar cepat sembuh.”  

Sosialisasi ini, menurut dia, un­tuk rasa nasionalisme masyarakat yang mulai luntur. Ia melihat orang sudah tak tertarik lagi membahas soal pilar kebangsaan. Padahal ini merupakan jiwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lukman Edy merasa tergerak karena banyak persoalan bangsa yang bersumber dari ketidak­pa­haman mengenai empat pilar kebangsaan itu.

Ia juga prihatin dengan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa ada sekitar 50 juta orang yang merasa Pancasila tak diperlukan lagi.

Keprihatinan anggota Komisi VI DPR bertambah setelah mem­baca hasil penelitian Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta bah­wa 28 persen guru agama setuju ter­hadap radikalisme. “Ini me­nun­jukan gejala yang tidak baik dan harus segera diantisi­pasi,”katanya.

Salah satu caranya dengan meng­giatkan sosialisasi me­nge­nai pilar kebangsaan kepada se­luruh elemen bangsa. Namun dia sadar masyarakat sudah kurang tertarik lagi memahami pilar-pilar kebangsaan.

Pola sosialisasi yang dog­ma­tis pada era Orde Baru men­jadi salah satu faktor yang membuat enggan masya­rakat me­mahami Pan­ca­sila, UUD 1945, NKRI dan Bhin­neka Tung­gal Ika. Komunikasi satu arah yang dite­rapkan saat itu tak mem­berikan tempat terja­dinya dialog.

Mereka yang mencoba “meng­gugat” pola penerapan pilar ke­bangsaan oleh pemerintah dicap subversif, makar dan dituding pe­nganut komunisme.

“Trauma” masa lalu itu yang menjadi ganjalan dalam mela­ku­kan sosialisasi pilar kebangsaan. Untuk itu, perlu dilakukan te­robo­san kreatif agar masyarakat kembali tertarik.

“Sosialisasi yang dibarengi dengan upaya pe­mecahan rekor merupakan salah satu terobosan itu,” kata Lukman Edy.

Siap Kembali Ke Jakarta Untuk Jadi Menteri Lagi

Lukman Edy meninggalkan dae­rah asalnya, Riau sejak 2005. Di Jakarta bekas anggota DPRD provinsi selama dua pe­riode ini me­nempati sejumlah po­sisi pen­ting di partainya mau­pun pe­merintah.

Lulusan Fakultas Teknik Uni­versitas Brawijaya ini dipercaya menjadi Sekjen Partai Ke­bang­ki­tan Bangsa (PKB). Jabatan inilah yang menghantarkannya me­nem­pati posisi Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di Kabinet Indonesia Bersatu I.

Ia menggantikan koleganya satu partainya, Saifullah Yusuf yang dicopot SBY saat reshuffle pada tahun 2007. Dua tahun ke­mudian, dia melepaskan jabatan menteri karena hendak men­ca­lonkan diri sebagai anggota DPR di Pemilu 2009.

Keputusan itu diambil setelah Presiden SBY meminta semua menteri asal parpol yang hendak menjadi anggota legislatif agar mundur supaya tidak terjadi kon­flik kepentingan dan tak meng­hambat laju ka binet. “Waktu itu saya tidak sen­di­rian. Ada bebe­ra­pa menteri yang mengikuti lang­­kah serupa se­perti Jero Wa­cik, Taufiq Ef­fendy,” katanya.

Pilihan Lukman Edy tepat. Dari beberapa menteri yang mun­dur sebelum pemilu, hanya Jero Wacik yang ditunjuk lagi untuk jadi menteri. Ia ditempatkan seba­gai Menteri Kebudayaan Pari­wisata (kini Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) di Kabinet In­­donesia Bersatu II. Be­la­ka­ngan, Jero Wacik dige­ser untuk me­­­nempati posisi stra­tegis: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

Lukman Edy mencalonkan diri sebagai anggota DPR di Daerah Pemilihan (Dapil) Riau 2 yang meliputi Kabupaten Kampar, Pe­lalawan, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir dan Kuantan Singingi. Pria yang kini berusia 41 tahun ini bersyukur akhirnya terpilih dan melenggang ke DPR.

Di Senayan Lukman Edy diper­caya menjadi ketua Fraksi PKB di MPR. Ia merasa menjadi idealis karena duduk di lembaga itu. Ia bisa ikut memberikan pe­ma­haman mengenai empat pilar kebangsaan kepada masyarakat. “Kalau di DPR lebih banyak hal-hal yang bersifat pragmatis di­ban­ding yang idealis,”katanya.

Setelah hampir tujuh tahun meninggalkan Riau, Lukman Edy berencana kembali ke tanah ke­lahirannya. Ia berniat ikut pe­mi­lihan gubernur (pilgub) Riau pada 2013 nanti.

“Gubernur Riau saat ini (Rusli Zaenal) akan habis masa jabatan­nya 2013. Dia tidak boleh naik lagi karena sudah menjabat dua periode. Jadi calon yang akan da­tang semuanya baru,”katanya.

Ia mengaku didorong sejumlah tokoh masyarakat dan pemuda se­tempat untuk maju dalam pil­gub. Setelah menimbang-tim­bang, ia pun bersedia. Tapi de­ngan syarat, mereka yang men­dorong harus membantunya meng­gapai posisi gubernur.

Lukman Edy merasa memiliki keunggulan. Selain masih ber­usia muda, dia pernah mend­u­duki se­jumlah jabatan di daerah maupun pusat.

Dia berusaha me­ning­katkan elektabilitasnya. Sa­lah satunya dengan meng­gan­deng Surya Khusaini sebagai ca­lon wakil gubernur. Surya adalah orang lokal yang kini duduk se­bagai ketua PDIP Riau.

Lukman Edy bukanlah bekas menteri yang pertama “pulang kampung” untuk mengikuti pilgub. Saifullah Yusuf—sekjen PKB dan juga menteri percepatan pembangunan daerah tertinggal sebelum Lukman Edy—lebih dulu melakoni hal ini.

Setelah dicopot dari menteri KIB I Saifullah yang akrab disapa Gus Ipul ini ikut Pilgub Jawa Timur. Ia terpilih menjadi wakil gubernur mendampingi gubernur Sukarwo. Kendati berencana pulang kampung, Lukman Edy masih memendam keinginan berkiprah di kancah nasional. Namun untuk saat ini dia fokus untuk bisa mengikuti pilgub.  “Setelah berhasil membangun Riau saya siap kembali ke Jakarta dan menjadi menteri lagi,” kata pria bertubuh subur ini.

Balik Ke Dunia Bisnis, Bangun Pabrik Di Batam

Empat bulan sudah Fadel Mu­hammad meninggalkan kursi Menteri Kelautan dan Per­ika­nan setelah diganti rekan satu par­tainya, Cicip Syarif Sutardjo.

Ia pun kembali mengurusi bis­nisnya yang sempat terlantar. “Hampir 10 tahun saya me­ning­galkan dunia bisnis karena si­buk di pemerintahan, mulai gu­bernur hingga menteri. Saat ini saat yang tepat untuk mem­ba­ngun bisnis,” kata suami dari Hana Hasanah ini.

Pria kelahiran 1952 ini me­ngungkapkan akan merenovasi gedung Graha Anugrah di Pasar Minggu dan beberapa gedung perkantoran miliknya yang be­rada di Jalan MT Haryono.

Tidak hanya itu, bekas guber­nur Gorontalo dua periode ini juga hendak membangun pabrik mesin di Batam. Untuk mem­bangunnya, di bekerja sama dengan investor dari Singapura dan Malaysia.

“Kami sedang meng­opti­mal­kan pengoperasian pabrik ter­se­but karena menyangkut ribuan buruh yang bekerja ditempat itu,”katanya.

Selepas dari kabinet, aktifitas politiknya semakin padat. Ke­tua Umum Partai Golkar Abu­rizal Bakrie menugaskannya untuk menggarap kawasan timur Indonesia. “Hampir setiap hari saya meng­hadiri acara ke berbagai pulau di wilayah timur Indo­nesia,” kata jebolan teknik fisi­ka Institut Teknologi Ban­dung (ITB) ini.

Belakangan, namanya diga­dang-gadang sebagai bakal ca­lon gubernur DKI Jakarta dari partai beringin. Namun lang­kah­nya terganjal putusan Mah­kamah Konstitusi (MK) yang mengharamkan orang yang telah dua periode menjabat gu­bernur mencalonkan diri untuk jabatan yang sama walaupun berbeda daerah.

Dicopot dari posisi menteri dan batal jadi gubernur tak me­nyurutkan niat Fadel untuk me­ngabdi kepada bangsa dan ne­gara. “Dulu saya mengabdi dari dalam, sekarang dari luar juga bisa,” katanya.

Salah satu bentuknya dengan membuat Yayasan Pember­da­ya­an Garam Rakyat. Pemben­tu­kan yayasan didasari sikap­nya yang menolak masuknya ga­ram impor. Saat menjadi menteri kelautan dan perikanan dia mati-matian menolak impor karena bisa mematikan petani garam di tanah air.

Fadel mengungkapkan yaya­san yang didirikannya terus ber­kembang dan telah memper­ker­jakan 8 orang secara full time untuk mengurusi operasional.

Yayasan ini akan mem­ber­dayakan ribuan petani garam di Madura, Indramayu dan Ci­re­bon. “Saya ingin garam bisa di­buat di dalam negeri,”katanya.

Menurut Fadel, nasib petani garam semakin terpuruk karena sejak 1998 Indonesia menga­lami defisit garam. Pemerintah kemudian mengambil jalan pintas mengimpor garam.

Petani garam akhirnya tidak mampu lagi memproduksi ga­ram karena garam diimpor de­ngan harga jauh lebih murah. Har­ga garam impor hanya Rp 300 sampai Rp 500 per kilogram. Lebih murah dari harga garam produk petani yakni Rp 4.000 per kilogram. Pasar pun lebih suka garam impor. Laju impor semakin kencang.

Menurut Fadel, yayasan ini ter­buka untuk bekerjasama de­ngan siapa saja, baik peme­rin­tah, LSM, maupun pengusaha yang mau ikut mendukung program. “Selama satu visi dan satu tujuan, siapa saja bisa ikut terlibat membela rakyat dan meningkatkan produksi garam. Tujuan kita adalah membela rakyat, membantu yang lemah dan meningkatkan produksi garam nasional,”katanya.

Apa siap bila ditunjuk jadi menteri lagi? Fadel menya­takan bersedia bila dianggap masih bermanfaat bagi ma­syarakat. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

UPDATE

Penyelundupan BBL Senilai Rp13,2 Miliar Berhasil Digagalkan di Batam

Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:39

Perkuat Konektivitas, Telkom Luncurkan Layanan WMS x IoT

Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:13

Pesan SBY ke Bekas Pembantunya: Letakkan Negara di Atas Partai

Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:49

Wasit Ahmed Al Kaf Langsung Jadi Bulan-bulanan Netizen Indonesia

Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:21

Fraksi PKS Desak Pemerintah Berantas Pembeking dan Jaringan Judol

Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:00

Jenderal Maruli Jamin Pelantikan Prabowo-Gibran Tak Ada Gangguan

Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:47

Telkom Kembali Masuk Forbes World’s Best Employers

Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:30

Indonesia Vs Bahrain Imbang 2-2, Kepemimpinan Wasit Menuai Kontroversi

Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:59

AHY Punya Kedisiplinan di Tengah Kuliah dan Aktivitas Menteri

Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:38

Mantan Panglima Nyagub, TNI AD Tegaskan Tetap Netral di Pilkada 2024

Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:17

Selengkapnya