Berita

Pegawai Negeri Sipil (PNS)

X-Files

PNS Rekening Gendut Tidak Kunjung Disidik

Yang Terbanyak Di Pemda, Ditjen Pajak & Bea Cukai
SABTU, 11 FEBRUARI 2012 | 10:20 WIB

RMOL. Aparat penegak hukum terkesan tak serius menindaklanjuti temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai rekening gendut Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan berbagai rekening mencurigakan.

Hingga Februari 2012, belum ada data PPATK terkait rekening gen­dut PNS dan rekening men­cu­rigakan yang naik ke proses penyidikan, apalagi penuntutan.

Kepala Humas PPATK Natsir Kongah menyampaikan, pihak­nya sudah menyerahkan laporan dan temuan mereka kepada lem­baga penegak hukum yakni KPK, Kejaksaan Agung dan Polri. “Sudah disampaikan kepada para penegak hukum itu,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka.

Namun, Natsir mengaku tidak me­ngetahui mengapa KPK, Ke­jaksaan Agung dan Polri belum terlihat kinerjanya mengusut la­poran PPATK tersebut. Me­mang, katanya, tak ada batasan waktu bagi aparat penegak hu­kum untuk menindaklanjuti la­poran PPATK.

“Yang pasti, sesuai undang un­dang, PPATK memiliki ke­we­nangan untuk meminta laporan dan perkembangan penanganan atas laporan PPATK yang telah di­lakukan aparat penegak hu­kum,” ujarnya.

Aturan yang melegalkan hak PPATK itu adalah UU Nomor 8 Tahun 2010, persisnya dalam Pa­sal 44 ayat 1c tentang pen­cegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, serta Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2011 mengenai Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan PPATK.

Natsir pun berjanji bahwa pi­hakn­ya akan menagih KPK, Polri dan Kejaksaan Agung mengenai pengusutan laporan rekening gendut PNS tersebut. “Kami akan terus meminta laporan per­kem­bangan penanganan kasusnya,” ujar Natsir.

Sejauh ini, lanjut Natsir, PPATK terus memantau per­kem­bangan penanganan atas se­jum­lah temuan dan laporan PPATK di masing-masing lembaga pe­ne­gak hukum. “Kami memantau te­rus perkembangannya,” ucapnya.

Kepala Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo mem­be­nar­kan bahwa pihaknya sudah me­nerima temuan dan laporan PPATK terkait adanya rekening gendut PNS serta sejumlah re­ke­ning mencurigakan yang di­te­mukan PPATK.

Namun, lanjut Jo­han, KPK membutuhkan wak­tu untuk me­lakukan pendalaman atas lapo­ran tersebut. Hal itu pula yang menyebabkan KPK tidak begitu saja bisa menaikkannya ke pro­ses proses penyidikan dan pe­nuntutan.

“Kami masih melakukan te­laah. Masih berjalan terus proses telaahnya. Sebab laporan itu banyak sekali,” ujar Johan.

Dia pun meminta PPATK dan masyarakat agar bersabar atas tindaklanjut dari temuan PPATK tersebut. “Diharapkan bersabar, se­bab masih berlangsung proses­nya,” kata Johan.

Senada dengan Johan, Kepala Pu­­sat Penerangan dan Hukum (Ka­­puspenkum) Kejaksaan Agung Noor Rachmad me­nya­ta­kan, pi­hak­nya masih dalam ta­hap koor­di­nasi terkait laporan PPATK yang sudah diterima Ke­jaksaan Agung. “Kami masih da­lam pro­ses berkoordinasi dulu,” ujarnya singkat.

Sebelumnya (Rabu, 8/1/2012), Ketua PPATK Muhammad Yusuf menyampaikan adanya temuan mencurigakan di lingkaran Istana dan juga sejumlah PNS yang di­catat oleh PPATK. PPATK pun dengan ketat mengawasi reke­ning PNS, termasuk anggota ke­polisian. Menurut dia, PNS pa­ling banyak dilaporkan.

Yusuf membeberkan, dari tahun 2003 hingga Januari 2012 tercatat sebanyak 10.587.703 la­poran yang masuk ke PPATK. “Dari catatan kami yang paling banyak itu adalah pemerintah dae­rah, kedua di Kementerian Keuangan, khususnya Ditjen Pajak dan Bea Cukai, yang lain variatif,” tutur Yusuf.

Sebelumnya, 7 PNS di lin­g­ku­ngan Kementerian Keuangan di­pecat karena memiliki rekening gendut. Berdasarkan investigasi internal Kementerian Keuangan yang berlandaskan laporan PPATK, tujuh PNS itu melakukan penyimpangan atau pe­nya­lah­gu­na­an wewenang dalam melak­sa­nakan tugas.

Tindak lanjutnya berupa p­e­nge­naan hukuman disiplin ke­pa­da yang terbukti men­y­a­lah­gu­na­kan wewenang tersebut. “Tujuh pe­gawai telah diberhentikan de­ngan tidak hormat sebagai PNS, bahkan dilakukan proses hu­kum,” kata Kepala Biro Ko­mu­nikasi dan Layanan Informasi Ke­menterian Keuangan Yudi Pra­madi lewat siaran pers.

REKA ULANG

PPATK Diminta Informasikan Transaksi 53 Nama

Pada Januari 2012 saja, tercatat ada 282.700 laporan transaksi mencurigakan yang masuk ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Dari laporan sebanyak itu, 1.890 diantaranya disampaikan ke aparat penegak hukum setelah dianalisis.  “Terkait dengan pro­mosi jabatan eselon I, sudah ada permintaan informasi transaksi ke­uangan untuk 53 nama,” kata Wa­kil Ketua PPATK Agus Santoso.

Ke depan, PPATK akan memi­li­ki catatan riwayat pelanggaran PNS. Sifat catatan ini mengikat se­umur hidup. “Tiap instansi akan meminta catatan PPATK, apabila ingin menaikkan jabatan pegawainya,” ujar Agus.

Hal itu diberlakukan setelah Ke­menterian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengeluarkan surat eda­ran. Di situ disebut, untuk naik pangkat PNS harus me­ngantongi rekomendasi PPATK.

Surat edaran yang ditan­da­ta­ngani Menteri PAN dan RB Az­war Abubakar tanggal 31 Januari 2012 ini disampaikan ke para menteri Kabinet Indonesia Ber­satu II, Pang­lima TNI, Jaksa Agung, Kapolri, Para Kepala LPNK, Pimpinan Sek­retariat Lembaga Negara, Pim­pinan Sek­retariat Dewan/Komisi/Badan, para gubernur, bupati dan wali­kota di seluruh Indonesia.

“Kalau ada temuan dari PPATK mengenai rekening tidak wajar calon pejabat, khususnya eselon I dan II, maka promosinya akan di­tunda. Bahkan tidak m­e­nutup ke­mungkinan, akan di­tin­daklanjuti ke aparat penegak hukum,” kata Men­pan dan RB Azwar Abubakar.

Dalam surat edaran juga dise­but pimpinan instansi pemerintah diminta aktif menggali informasi kemungkinan PNS yang patut diduga atau diindikasikan pernah melakukan transaksi keuangan yang mencurigakan atau tidak wajar.  “Namun para menteri, gu­bernur, bupati, walikota dan se­luruh pimpinan instansi peme­rintah wajib menjaga kerahasiaan informasi yang telah disampaikan PPATK,” tambahnya.

Menurut Azwar, transaksi yang men­curigakan para PNS ter­sebut bisa dimana-mana, di bank, premi asuransi, properti, jual beli mobil, lo­gam mulia, dan tu­kar menukar valas. “Itu bisa ke­lihatan di situ,” ujarnya.

Nanti, panitia atau tim yang akan menyeleksi mereka bisa mendapatkan data. Datanya bukan data harta saja atau berapa rekeningnya. Sementara, pihak kepolisian berjanji akan mentaati surat edaran Menpan dan RB Itu.

“Jujur saya belum membaca ten­tang itu, tapi kami akan me­matuhi dan menindaklanjuti. Itu yang bisa disampaikan,” ujar Ke­pala Biro Penerangan Ma­sya­rakat Polri Brigjen HM Taufik di Ma­bes Polri.

Sangat Mungkin Duit Tidak Sah

Yenti Garnasih, Pengamat Pencucian Uang

Rekening gendut PNS serta rekening mencurigakan lain­nya mesti diusut tuntas. Jika tidak, maka PNS yang “bersih” akan terpancing untuk mengi­kuti langkah PNS yang me­miliki re­kening gendut seperti itu. Se­hingga, dikhawatirkan ko­rupsi akan semakin me­rajalela.   

“Kita prihatin KPK, Keja­gung dan Polri belum tampak kinerjanya dalam menin­dak­lanjuti temuan PPATK terse­but,” kata doktor bidang pen­cu­cian uang yang kerap menjadi saksi ahli di pengadilan, Yenti Garnasih.

Seharusnya, lanjut Yenti, te­muan itu didalami dan dicari kemungkinan darimana uang tersebut berasal. Dari hasil ke­jahatan apa, karena berdasarkan analisis PPATK dinyatakan ada kecurigaan terkait jumlahnya yang tidak sesuai dengan peng­hasilan orang tersebut. “Maka, sangat mungkin itu berasal dari kegiatan tidak sah,” tandasnya.

Menurut dia, mestinya lapo­ran PPATK itu segera ditin­daklanjuti KPK, Polri dan Ke­jagung. “Bisa segera dilakukan penyelidikan dengan meng­gu­na­kan Undang Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Dari  situ diharapkan akan ditemukan darimana uang yang menc­u­ri­ga­kan itu berasal. Masak ada ribuan yang dilaporkan, kok tak ada yang bisa diteruskan ke penyidikan,” herannya.

Jika memang laporan PPATK tidak ditindaklanjuti, menurut Yenti, menjadi sangat jelas bahwa aparat penegak hukum kita tidak serius memberantas ko­rupsi. “Kalau setiap laporan tidak direspon, ya repot. Pada­hal, dengan penerapan Undang Undang TPPU terhadap orang yang memiliki rekening men­cu­rigakan, nantinya bisa dit­e­rap­­kan pembuktian terbalik, ya­itu terdakwanya diminta mem­bu­ktikan dari mana sum­ber uang yang mencurigakan tersebut,” katanya.

Adalah hal aneh, kata Yenti, kalau laporan PPATK tersebut diabaikan begitu saja. “Untuk apa punya lembaga PPATK ka­lau begitu,” tandas dosen di sa­lah satu universitas di Ja­karta ini.

Menurutnya, publik harus terus mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut laporan PPATK tersebut. Jangan sampai aparat penegak hukum itu sen­diri yang bermasalah dan me­miliki rekening gendut, sehing­ga membuat mereka tidak akan mengusut temuan PPATK itu. “Bisa saja begitu, semua ke­mungkinan ada,” ucapnya.

Masyarakat Patut Curiga

Ahmad Basarah, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Ah­mad Basarah mendesak apa­rat penegak hukum tidak malas atau ogah-ogahan mengusut te­muan dan laporan PPATK yang berkenaan dengan rekening gendut PNS, serta rekening mencurigakan lainnya. Apabila aparat penegak hukum tidak bergerak, maka mereka patut dicurigai.

“Sebagai anggota Komisi III DPR, saya sangat menyesalkan apabila instansi penegak hukum seperti Polri, Kejaksaan Agung dan KPK tidak mempedulikan temuan-temuan PPATK berupa transaksi keuangan perbankan yang memiliki indikasi keti­dak­wajaran,” tandasnya.

Politisi PDIP itu menyatakan, berdasarkan Undang-undang PPATK, hasil temuan PPATK itu dapat dijadikan bukti awal bagi aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi atau pencucian uang.

Sejumlah rekening gendut mi­lik PNS pun harus segera di­usut. “Temuan PPATK me­nge­nai rekening gendut milik pe­ga­wai negeri harus segera di­tindaklanjuti. Jika Polri dan Ke­jagung tidak segera me­nin­dak­lan­juti, maka saya sarankan agar KPK segera bekerja untuk me­lakukan penyelidikan tran­sak­si mencurigakan itu,” ujarnya.

Apabila aparat penegak hu­kum tidak mempedulikan lapo­ran PPATK, lanjut dia, maka ke­curigaan bahwa aparat hu­kum juga memiliki rekening gendut semakin menguat, dan itu harus dibongkar semua.

“Apabila aparat penegak hu­kum tidak juga memroses la­poran PPATK tersebut, patut di­duga mereka juga tersandera per­masalahan tersebut,” ujar Basara.

Dia berjanji, Komisi III DPR akan serius mengawasi kinerja lembaga penegak hukum yang tampaknya malas mengusut la­poran PPATK. “Komisi III ha­rus terus menerus men­gingat­kan semua lembaga penegak hu­kum untuk peduli terhadap te­muan-te­m­uan PPATK,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya