RMOL. Kereta ekonomi jurusan Bogor memasuki Stasiun Duren Tiga, Kalibata, sore kemarin. Gerbongnya penuh penumpang. Puluhan orang memilih naik ke atap gerbong.
Melihat hal ini, petugas staÂsiun lewat pengeras suara meÂnyerukan agar penumpang yang berada di atap untuk turun. HingÂga masinis membunyikan klakÂson panjang tanpa kereta hendak berangkat penumpang di atap tak beranjak.
Dua petugas keamanan staÂsiun terlihat tak berupaya meÂminÂta penumpang di atap untuk turun. Perhatian mereka tertuju kepada penumpang di peron. Kedua peÂtugas mencegah penumpang meÂlintas di rel karena kereta hendak berangkat.
Kereta pun melaju pelan meÂningÂgalkan stasiun. Sekitar 100 meter dari Stasiun Duren Tiga, para penumpang yang naik di atap pindah ke bagian tengah. Ada yang merebahkan badan, lainÂnya hanya cukup menunÂdukÂkan kepala.
Tak lama kereta melalui palang pintu. Perubahan posisi penumÂpang yang berada di atap rupanya untuk menghindari palang yang kerap disebut pintu koboi itu.
Untuk diketahui, pada Kamis malam (9/2) pintu koboi mulai dipasang di rute Jakarta-Bogor. Pintu penghalau penumpang di atas gerbong ini melengkapi pintu penampar yang sudah dipasang Juni tahun lalu.
Bedanya, pintu koboi ini terÂbuat dari besi. Tidak elastis seÂperti palang penampar ketika meÂngenai penumpang yang naik ke atap kereta.
Salah satu lokasi yang dipaÂsang pintu koboi yakni di antara Stasiun Duren Tiga, Kalibata dan Stasiun Pasar Minggu Baru.
Tempat pemasangan pintu koboi ini pun persis bersebelahan dengan palang penampar yang sudah dipasang lebih dulu.
Jarak antara palang penampar dengan pintu koboi tak lebih dari setengah meter. Kedua palang ini hanya terpisah bagian tengah keÂreta yang berfungsi menÂgÂhuÂbungÂkan listrik dari kabel ke kereta.
Ketinggian pintu koboi dengan palang penampar dari gerbong keÂreta dibuat sama. Pintu koboi ini terbuat dari fiber glass dengan ketebalan 1 cm. Memiliki sekitar 2 meter yang dipasang dari tiang di pinggir rel. Karena bahannya dari fiber, pintu ini tak melengÂkung ketika membentur orang yang duduk di atap.
Sama seperti palang penampar, pintu koboi ini hanya dipasang pada lintasan yang menuju ke arah Stasiun Bogor saja. Pada linÂtasan yang menuju arah Jakarta dari Stasiun Pasar Minggu Baru saÂma sekali tidak terlihat ada paÂlang untuk menghalau penumpang.
Pemantauan Rakyat Merdeka, paÂlang baru ini tak menarik perÂhatian bagi masyarakat. Berbeda ketika pemasangan bandul-banÂdul beton di rute Bekasi-CikamÂpek. Pemasangan alat penghalau penumpang yang naik di atap ini menjadi tontotan warga.
“Ah biasa saja. Kirain pintu koboi itu seperti apa, ternyata sama saja seperti yang lalu. Kalau modelnya begini, mana mungkin bisa atasin penumpang untuk tiÂdak naik ke atap,†kata Jay, tuÂkang ojek yang mangkal persis di samping tiang tempat palang itu dipasang.
Kata dia, walaupun sudah ada palang masih banyak penumpang yang naik ke atap. Bahkan ada beberapa bocah yang mengangÂgap palang itu seperti mainan.
“Anak-anak kecil itu sengaja berdiri di atas kereta, kalau sudah dekat, langsung tiduran. Dan kaÂlau sudah bisa lewat, nanti meÂreka teriak-teriak,†katanya.
Doni yang ditemui di Stasiun Duren Tiga pesimistis kalau pintu koboi ini bisa menghalau peÂnumÂpang yang duduk di atap. Ia meÂlihat masih banyak penumpang yang naik ke atap di Stasiun CiÂlebut saat hendak berangkat kerja, pagi kemarin.
“PT KAI mau bikin apa pun seÂlama jumlah kereta tidak seÂbanÂding dengan jumlah penumpang, saya yakin para atapers saya akan seÂlalu ada,†katanya. Atapers adaÂlah sebutan untuk menumpang yang naik ke atap gerbong.
Pria berkulit sawo matang ini berpendapat, rute antara Jakarta menuju Bogor dan sebaliknya bukanlah jarak yang pendek. Ada banyak stasiun yang harus dileÂwati sebelum kereta sampai pada pemberhentian terakhir.
“Jakarta-Bekasi yang jumlah stasiunnya tidak terlalu banyak, para penumpang sering mengeÂluh karena kepenuhan. Apalagi Jakarta-Bogor yang setiap stasiun tidak pernah sepi oleh peÂnumÂpangnya,†ujarnya.
Bahkan setelah ditambahkan commuter line atau KRL EkoÂnomi AC yang harga karcisnya leÂbih mahal dibanding KRL EkoÂnomi, penumpukan penumpang masih saja terjadi.
“Lihat saja, commuter line tidak jauh beda padatnya dengan KRL Ekonomi. Bedanya, kalau commuter line tidak ada penumÂpang yang naik di atap,†kata pria yang mengaku bekerja di daerah Kalibata, Jakarta Selatan ini.
Pria yang mengenakan jaket dan celana hitam ini meÂngungÂkapkan, ada beberapa titik yang biasa menjadi tempat awal peÂnumÂpang naik ke atap. Di rute Bogor-Jakarta, atapers mulai naik seÂjak di Stasiun Citayem. JumÂlahÂnya terus bertambah setiap kali berhenti di stasiun.
Untuk rute Jakarta-Bogor, ataÂpers mulai terlihat sejak di StaÂsiun Manggarai. Jumlah peÂnumÂpang yang naik ke atap makin banyak saat kereta melalui StaÂsiun Tebet dan Pasar Minggu.
“Tapi karena jarak tempuhnya panjang, hampir setiap stasiun ke arah Bogor penumpang yang ingin naik selalu bertambah, seÂmentara yang turun sangat sedÂiÂkit. Tentunya kereta yang tambah penuh akan semakin sesak atas bawah,†tuturnya.
Jangan Perlakukan Atapers Seperti Musuh Dan Buruan
Kalangan DPR menilai langÂkah yang diambil PT KAI untuk mengatasi penumpang yang kerap naik di atap kereta bukanÂlah kebijakan yang cerdas dan bisa menyelesaikan masalah. Justru bisa menimbulkan perÂmasalahan baru.
Anggota Komisi V DPR A BakÂri menilai, hampir setiap kebijakan yang diambil PT KAI tidak pernah berjalan mulus. Padahal selama ini, PT KAI sudah melakukan beÂrÂbagai cara untuk menghalau peÂnumpang di atas kereta. Tapi tetap saja ada penumpang yang naik ke atap gerbong.
“Kami di Komisi V DPR seÂlaku mitra kerja dari PT KAI terus berulang-ulang mengingatkan agar mereka bisa berpikir cerdas. Cari solusi yang benar-benar bisa sampai ke akar-karnya, bukan sampai di bagian batang saja,†kata politisi PAN itu.
Menurut Bakri, salah satu akar penyebab masih banyaknya peÂnumÂpang yang naik di atap kereta yakni keterbatasan jumlah gerÂbong dan rangkaian kereta. SeÂmenÂtara jumlah penumpang keÂreta yang menuju Bogor-Jakarta dan sebaliknya, semakin banyak.
“Ini artinya, jumlah penumÂpang sudah over load dari kuota yang selama ini disediakan PT KAI untuk mengangkut para peÂnumpang. Selama keterbatasan kuota itu tidak dipenuhi, sampai kaÂpan pun kebijakan yang diÂamÂbil tidak akan efektif,†ujarnya.
Apalagi, hingga saat ini, angÂkuÂtan kereta masih menjadi priÂmadona, khususnya bagi peÂnumÂpang yang tinggal di daerah pinggiran Jakarta maupun Bogor. Selain harga tiketnya yang muÂrah, naik kereta juga tak akan terÂkena macet seperti yang dialami armada darat lainnya di Jakarta.
“Penumpang yang naik ke atap itu bukanlah musuh bagi PT KAI. Justru mereka akan menjadi baÂroÂmeter bagi PT KAI untuk bisa menjadi angkutan massal yang benar-benar nyaman dan sesuai dengan kehendak masyarakat,†tutur Bakri.
Namun yang terjadi, lanjut Bakri, justru PT KAI cenderung menempatkan para penumpang di atas kereta sebagai binatang buruan. Hal ini bisa dilihat deÂngan berbagai kebijakan yang diambil cenderung melecehkan martabat manusia.
“Misalnya pintu koboi dan bandul beton, menurut saya itu sungguh sangat memprihatinkan. Seolah-olah mereka yang ada di atas kereta itu merupakan benda mati yang bila terkena tidak akan ada efek apa pun bagi mereka,†jelasnya.
Menurut Bakri, sehebat apa pun PT KAI mencari cara mengÂhalau penumpang di atap kereta bila akar permasalahan tidak diÂatasi, tidak akan berhasil. PeÂnumÂpang akan terus mencari cara unÂtuk naik ke atap agar tak berÂdeÂsak-desakan di dalam gerbong.
“Kalau ini dibiarkan terus-meÂnerus dan tidak berhasil. JaÂngan-jangan nanti PT KAI akan ambil kebijakan dengan memberikan aliran setrum di atap kereta biar tidak ada lagi yang naik,†ujarnya sambil tertawa.
Lebih Panjang, Lebih Rendah
Berbagai cara dilakukan PT Kereta Api Indonesia untuk menghalau atapers (penumpang yang naik di atap kereta). Mulai dari cat penyemprot, palang penampar, marawis dan ustad, bandul beton sampai ke pintu koboi. Tapi atapers, masih saja nekad untuk naik ke atap kereta, terutama di rute Jakarta-Bogor.
Di Stasiun Kalibata arah Bogor, tempat dimana pintu koboi dipasang, atapers yang masih naik di atas kereta masih sangat banyak. Apalagi pada jam-jam kerja dan pulang kantor, pemandangan tentang banyaknya atapers di atas kereta, masih saja terjadi.
Apa tanggapan PT KAI? Security Manager Daops I PT KAI, Akhmad Sujadi justru yakin kalau upaya ini cukup efektif menghalau penumpang yang naik ke atap. Ia mengÂklaim setelah dipasang pintu koboi penumpang yang biasaÂnya naik di atas atap kereta berÂkurang sekitar 50 persen sejak pagi kemarin.
“Hal ini merupakan pertanda baik mengingat perlahan peÂnumpang dapat ditertibkan. Kalau yang dulu itu kan bahanÂnya dari fiber. Sekarang ditamÂbah dengan besi, jadi akan lebih kuat,†ujarnya.
Apalagi untuk pemasangan pintu koboi kali ini, sambung Sujadi, pihaknya tidak hanya menambahkan bahan beÂreÂleÂmen besi, tetapi juga memÂperÂpanjang palang penampar terÂsebut. Kalau sebelumnya panÂjang palang hanya 70 sentimeter dan sisi luarnya sepanjang 165 sentimeter.
“Untuk pemasangan kali ini, panjangnya jadi 165 sentimeter dan sisi luarnya 240 sentimeter. Jadi sangat sedikit ruang gerak bagi atapers berada di atas keÂreta,†tegasnya.
Melihat efek positif dari pintu koÂboi ini, pihaknya akan melaÂkuÂÂkan pengecekan di beberapa lokasi dan memasang pintu koÂboi yang baru di daerah Stasiun Citayam, Bojong Gede, dan CiÂlebut. Namun, ukurannya akan lebih rendah dari yang saat ini seÂhingga akan lebih menyuÂlitÂkan para penumpang di atap kereta.
“Jadi secara keseluruhan, unÂtuk fisik palang penampar itu poÂsisinya masih bisa kami renÂdahkan,†tandasnya.
Sementara itu, Manajer HuÂmas PT KAI Daops I Mateta RiÂjalulhaq berkilah kalau piÂhakÂnya tidak mungkin sekaligus menghilangkan para atapers dari kebiasaannya naik ke atap kereta. Apalagi, pemasangan pintu koboi atau palang besi baru dilakukan.
“Tidak mungkin sekaligus hilang. Tapi, kita berharap cara baru ini bisa menyadarkan meÂreka dan mencegah mereka meÂlakukan tindakan berbahaya,†kata Mateta.
Di Stasiun Kalibata, Jumat sore (10/2) puluhan bahkan ratuÂsan penumpang KRL dari arah Jakarta menuju Bogor, masih memilih duduk di atap kereta.
Saat tiba di lokasi pintu koÂboi, mereka merebahkan tubuhÂnya untuk menghindari hanÂtaÂman palang besi. Karena meÂraÂsa masih bisa menghindar dari pintu koboi yang dipasang PT KAI, tak heran kalau atapers masih tetap nekat naik ke atas kereta.
Gerbong Ditambah, Peron Diperpanjang
PT KAI berencana meningÂkaÂtÂkan kapasitas daya angkut keÂreta. BUMN itu akan menamÂbah 1.000 unit kereta rel listrik lagi, dari 500 unit yang ada saat ini.
Selain itu PT Kereta Api InÂdoÂnesia (KAI) sudah berkoÂmitÂmen untuk membangun lima stasiun baru di Jabodetabek dan merevitalisasi enam stasiun, termasuk Manggarai dan JaÂtinegara.
KAI juga akan menambah rangkaian KRL dari 8 gerbong per rangkaian menjadi 10 gerÂbong per rangkaian. “Untuk meÂnampung perpanjangan rangÂkaian, kami akan memÂperÂpanjang peron di 50 stasiun,†tutur Direktur Utama PT KAI Ignatius Jonan.
Pemerintah menargetkan keÂreta api commuter loopline ini meningkat headway atau jeda antara keberangkatannya makÂsimal 8 menit. Dengan begitu, setiap hari bisa mencapai 531 perjalanan dengan kapasitas 155 ribu penumpang.
Untuk meningkatkan freÂkuensi kereta api, Wapres BoeÂdiono meminta Kementerian Pekerjaan Umum berkoordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta dalam mempercepat dan meÂnambah pembangunan perÂlinÂtasan kereta api tidak sebidang.
“Menteri PU saya minta meÂmimpin koordinasi dan meÂngÂinventarisasi perlintasan-perÂlintasan yang bisa segera diÂbaÂngun,†tutur Wapres.
Perlintasan tak sebidang ini bisa diatasi dengan dengan membangun jembatan layang di atas rel (fly over) atau teroÂwongan (underpass). Fasilitas ini akan meningkatan frekuensi kereta api tanpa menambah kemacetan baru di pintu-pintu lintasan kereta api dengan jalan raya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35
UPDATE
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:39
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:13
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:49
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:21
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:00
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:47
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:30
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:59
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:38
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:17