RMOL.Persoalan pungutan liar (pungli) di negeri ini seolah tak pernah berakhir. Pelabuhan Tanjung Priok adalah salah satu tempat yang marak pungli. Pelaku pungli mulai dari preman, aparat pemerintah daerah sampai polisi.
“Kita dipusingkan pungli di Jakarta, tertinggi 46 persen itu dilakukan oleh polisi. Di mulai dari masuk tol dan keluar-masuk Tanjung Priok,†aku Kapolri TiÂmur Pradopo saat bertemu deÂngan para pengusaha, Selasa lalu.
Lantaran praktik pungli di Tanjung Priok ini sudah mereÂsahÂkan, menurut Kapolri, Provinsi Jawa Barat berencana membuat pelabuhan sendiri. Kapolri berÂjanji akan menindak polisi yang menarik pungli. Juga oknum apaÂrat pemerintah yang kedapatan meÂngutip pungutan tidak sah ini.
“Semua harus ditertibkan dan diurus. Setelah polisi sudah meÂnunjukkan teladan baik, baru yang lain ditangkap. Kalau maÂsalahnya polisi, ya kita urus polisinya dulu,†katanya.
Sasaran pungli adalah supir truk kontainer dan pengangkut barang. Berkunjung ke kawasan pelabuhan terlihat lalu lalang truk kontainer. Juga mudah ditemui kenÂdaraan-kendaraan besar peÂngangkut peti kemas yang parkir di pinggir jalan.
Asta, 53 tahun, menepikan truk kontainer yang dikemudikannya di Jalan Cilincing Raya tak jauh dari pintu masuk pelabuhan. Dibantu kernet yang masih remaja, Asta membongkar salah satu ban belaÂkang yang kempes tertusuk paku.
Kunci kunci roda ukuran besar diarahkan ke empat baut pengunÂci ban yang kempes. Bersama kerÂnetnya, Asta lalu memutar kunÂci roda untuk mengendurkan baut.
“Kendaraan ini mau dipakai mengangkut barang dari Tanjung Priok ke daerah Cikampek. Jadi, sekarang segala kerusakan samÂpai ban yang kempes harus segera diselesaikan biar di jalan nanti tidak merepotkan,†ujar Asta sambil membongkar ban.
Sambil mengisap asap dari roÂkok kretek, Asta mengaku seÂbeÂnarÂnya malas melakukan perjalaÂnan ke Cikampek. Alasannya seÂdang tak pegang uang banyak.
Ia khawatir menghadapi maÂsaÂlah selama perjalanan sehingga harus mengeluarkan uang baÂnyak. Mulai dari ban kempes seÂperti ini sampai mogok.
Belum lagi, Asta harus mengÂhadapi berbagai pungli. “JaÂnganÂkan sampai Cikampek, baru keÂluar pelabuhan saja sudah ada pungli sampai jalan menuju tol. Nanti saat di tol masih ada juga pungli lagi,†tuturnya.
Siapa yang mengutip pungli-pungli itu? Pria yang mengaku sudah 20 tahun jadi supir meÂnyebut ada dua kelompok. Yakni preman dan polisi.
Biasanya, preman mengutip dari supir saat truk berada di simÂpang jalan maupun putaran. Para supir itu menyebut preman-preÂman itu polisi cepe. Uang diminta preman dari para supir tak banyak.
“Tapi kalau yang ada di jalan tol, itu petugas polisi yang biasa dinas di jalan raya. Tarifnya, dari Rp 10 ribu hingga 20 ribu untuk pungli yang alasannya tidak jelas,†tutur Asta.
Ia mengungkapkan jalur yang baÂnyak terjadi pungli yakni muÂlai tol Cakung sampai Cawang dan sebaliknya. Di jalur ToÂmang-Tanjung Priok juga kerap terjadi pungli.
“Biasanya mereka mengÂhenÂtikan kendaraan kita di tengah jaÂlan. Bagi supir yang sudah paham langsung memberikan uang seÂpuluh sampai dua puluh ribu. SeÂtelah itu, bisa melanjutkan perÂjalanan,†jelasnya.
Para supir khawatir bila tidak memberi uang bakal ditilang. Kalau sampai ditilang, uang yang harus dikeluarkan lebih banyak.
“Namanya petugas, bisa saja menÂcari-cari kesalahan supir. MiÂsalnya ban yang sudah gundul, ban serep bahkan sampai tutup penÂtil bisa diperkarakan walauÂpun surat-surat kita lengkap,†kata Asta.
Supir lainnya yang mengaku bernama Ucok membenarkan apa yang disampaikan Asta. Pria asal Medan ini kerap jengkel dengan kebiasaan buruk polisi mengutip uang dari para supir truk.
“Kita ini bukan orang banyak duit. Terkadang kita harus meÂmakai uang pribadi hanya untuk bayar pungli yang tidak jelas. MenÂding perusahaan ganti. Kalau tidak, kita kan yang rugi,†kata Ucok yang sedang duduk tidak jauh dari truk Asta.
Apalagi, kata dia, kalau malam hari. Polisi yang ada di jalan tol tidak ragu untuk memberhentikan dan meminta uang. “Kita ini kan serba salah, diÂkasih kita yang menÂjerit. Tidak diÂkasih nanti kita yang kesuÂsaÂhan. Jadi tolonglah ini diseÂleÂsaikan. Sudah lama kita alam ini,†pintanya.
Tak Beri Uang, Truk Digedor-gedor
Selain mengeluhkan pungli yang dilakukan aparat, para suÂpir juga resah dengan aksi preÂman yang meminta uang kepada mereka.
Para preman itu memanfaatkan kemacetan di jalan jalan-jalan di sekitar pelabuhan. Mereka munÂcul sebagai pengatur lalu lintas dan meminta uang dari peÂngeÂmuÂdi. Mereka sering disebut pak ogah.
“Kesel saja kalau ada pak ogah, mereka cuma mau meÂngatur kaÂlau si pengemudinya memberi uang. Bahkan kalau akses jalan lagi macet mereka kesempatan unÂtuk mencari uang dengan pakÂsa kepada pengendara,†kata SoÂmad, supir kontainer yang meÂngangÂkut tekstil ke Cikarang, Bekasi.
“Kalau tidak dikasih mereka tak segan-segan menjahili kenÂdaraan,†sambung dia.
Somad menyebutkan di peÂrempatan Jalan RE Martadinata tepat di depan Pengadilan Negeri Jakarta Utara banyak pak ogah yang beroperasi.
Mereka bergerombol terdiri dari pemuda berusia tanggung. MeÂreka meminta uang jasa dari peÂngendara terutama supir konÂtainer karena mengatur lalulintas di lampu merah tersebut.
“Mereka tak segan-segan mengÂÂgedor-mengedor maupun menggores kendaraan jika peÂngeÂmudi tidak memberi uang,†tuturÂnya. “Saya berharap petugas seÂcepatnya menertibkan mereka, karena keberadaannya sangat mengganggu bagi pengendara,†pinta Somad.
Somad pernah menggertak pak ogah yang mencoba meminta uang kepadanya. “Saat kita anÂcam akan lapor pada petugas jusÂtru mereka bilang katanya tidak taÂkut. Katanya mereka tidak perÂnah takut, ditangkap petugas, nanti juga ada pengurus yang mengurusi kami jika tertangkap†tutur Somad.
Kapolres Jakarta Utara KomÂbes Andap Budi Revianto berjanji secepatnya akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk meÂnertibkan keberadaan pak ogah.
“Keberadaan mereka memang sudah sangat mengganggu,†kataÂnya. Kapolres mengimbau peÂngendara untuk tidak memÂbeÂriÂkan uang kepada pak ogah.
Ketahuan Ngutip Pungli, Dipecat
Gara-gara kerap kena pungÂÂli, para supir yang bergaÂbung daÂlam Serikat Buruh TransÂporÂtasi Perjuangan IndoÂnesia (SBTPI) sempat meÂlaÂkukan unjuk rasa di sekitar kaÂwaÂsan terminal peti kemas Jakarta International ContaiÂner Terminal (JICT), Koja, JaÂkarta Utara.
Ratusan buruh supir pelaÂbuÂhan menuntut dihapuskannya puÂngutan liar (pungli) yang terÂjadi di sekitar kawasan pelaÂbuÂhan peti kemas tersebut. MereÂka juga menuntut diberikannya faÂsilitas yang memadai dan maÂnusiawi kepada para buruh supir yang beroperasi di sekitar JICT.
Dalam aksinya, ratusan buruh berseragam merah itu melakuÂkan long march di sekitar kaÂwaÂsan tersebut untuk menyamÂpaikan tuntutan mereka secara khusus kepada pihak pengelola pelabuhan dan secara umum kepada pemerintah.
Aksi long march itu meÂngamÂbil rute mulai dari Sekretariat SBTPI, Jalan Jampea Raya-JaÂlan Sulawesi-Pos 8-Pos 9-JICT-UPTK Koja-kembali ke SekÂretariat SBTPI.
Ketua Umum SBTPI IlhamÂsyah mengatakan, aksi tersebut merupakan bentuk kekecewaan sekaligus tuntutan dihapusÂkanÂnya pungli yang sangat memÂbeÂbani para buruh supir transÂportasi itu.
“Kami menuntut dihapusÂkanÂnya semua pungli mulai yang terjadi di jalan-jalan sampai di daÂlam kawasan pelabuhan peti kemas,†ujarnya.
Ia mengeluhkan, banyaknya pungli semakin menambah beÂban buruh supir yang selama ini sudah sangat minim kesejahÂteraannya.
Ilham menjelaskan, berbagai pungli biasa diminta dari supir muÂlai dari jalan raya hingga di daÂlam pelabuhan. Di dalam terÂminal pelabuhan peti kemas, lanÂjutnya, supir bisa dikenai hingga lebih dari enam macam pungutan ilegal.
Padahal, semestinya buruh suÂpir itu hanya dikenai sekali resÂtribusi pada saat masuk peÂlabuhan sebesar Rp 5.000.
“Di dalam terminal, kami para supir setidaknya harus meÂngeluarkan minimal Rp 30.000 untuk pungli. Belum lagi pungli di jalan-jalan oleh DLLAJ dan polisi patroli,†katanya.
Staf pekerja di JICT Irma SurÂyani mengklaim saat ini suÂdah tak ada lagi pungli di dalam areal terminal peti kemas. SeÂbab, sudah diberlakukan meneÂrapkan kebijakan anti pungli.
“Kebijakan tersebut berlaku untuk seluruh karyawan di JICT. Semua karyawan apa pun bagiannya, tidak boleh meÂminÂta uang pada supir di luar yang ditetapkan oleh perusahaan,†katanya kepada Rakyat MerÂdeka, kemarin.
Petugas yang diketahui meÂnaÂrik pungli, kata Irma, akan diÂjatuhi sanksi pemecatan. Sanksi tegas ini diharapkan bisa meÂnimbulkan efek jera. “AlÂhamÂdulillah itu efektif,†katanya.
Mengenai pungli yang terjadi di luar area terminal peti kemas, menurut Irma, bukan lagi menÂjadi tanggung jawab pihaknya.
“Kalau yang terjadi di luar pelabuhan, seperti di jalan tol dan pelakunya adalah petugas kepolisian. Tentu itu bukan baÂgian dari tanggung jawab kami,†tegasnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35
UPDATE
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:39
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:13
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:49
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:21
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:00
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:47
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:30
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:59
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:38
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:17