Berita

Nunun Nurbaetie

X-Files

Nunun Ngaku Sakit, Berkasnya Tak Jadi Dikirim ke Pengadilan

Kasus Suap Pemilihan DGSBI Miranda Goeltom
KAMIS, 09 FEBRUARI 2012 | 09:00 WIB

RMOL.Komisi Pemberantasan Korupsi segera melimpahkan berkas tersangka kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Nunun Nurbaetie ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.

Rencananya, kemarin, istri bekas Wakil Kapolri Adang Da­radjatun itu akan menjalani pe­meriksaan terakhir sebelum pe­limpahan berkas tersebut ke Pe­ngadilan Tipikor. Namun, dengan alasan kesehatan Nunun yang kurang baik, pemeriksaan dijad­wal­kan kembali hari ini.

“Rencananya memang siang ini penyerahan P21, tetapi tidak jadi, karena dia sakit. Jadinya di­undur besok,” ujar Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi Sapto Pra­bowo, kemarin.

Pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, kemarin, semestinya menjadi pemeriksaan ketujuh kalinya bagi Nunun sebagai ter­sangka perkara suap pemenangan Miranda Swaray Goeltom seba­gai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGSBI).

Sejak Februari 2011, Nunun te­lah ditetapkan sebagai tersangka skandal ini. Dia disangka ber­peran menyebarkan 480 lembar cek pelawat bernilai Rp 24 miliar kepada sejumlah anggota DPR periode 1999-2004. Nunun juga diduga mendapat uang sebesar Rp 1 miliar dari perannya mem­bantu memenangkan Miranda sebagai DGSBI.

Beberapa hari lalu, seusai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, Nunun melalui kuasa hu­kumnya, Ina Rahman, me­ngaku disodori 12 pertanyaan oleh penyidik Komisi Pem­be­ran­tasan Korupsi.

Pada pemeriksaan keenam itu, menurut Ina, Nunun ditanyai pe­nyi­dik mengenai asal usul cek pe­la­wat untuk menyuap anggota Ko­misi IX (Keuangan dan Per­bankan) DPR periode 1999-2004.

Nunun pun ditanya mengenai Di­rektur Keuangan PT First Mu­jur Plantation and Industry Budi Santoso, Direktur Utama PT First Mujur Tedy Uban dan seseorang ber­nama Ferry Yen. “Yang dita­nya­kan garis besarnya adalah, apa­kah Ibu sehat dan dijawab, ti­dak sehat. Apakah Ibu kenal de­ngan Ferry Yen, Budi Santoso, dan Tedy Uban,” cerita Ina. “Ibu menyatakan tidak mengenal nama-nama tersebut. Ibu juga tidak pernah tahu siapa pemilik dana dari travel cek itu,” lanjutnya.

Seperti diketahui, PT First Mu­jur disebut-sebut akan membeli tanah di Sumatera Utara dari Ferry Yen. Pembayarannya de­ngan cek pelawat. Namun, pem­belian itu dibatalkan. Anehnya, cek-cek itu akhirnya tiba di ta­ngan sejumlah anggota DPR 1999-2004 yang kemudian menjadi terpidana kasus ini.

Untuk menelusuri sumber dana dugaan suap pemenangan Mi­randa sebagai DGSBI, penyidik KPK juga telah memeriksa tiga orang komisaris PT First Mujur Plantation and Industry sebagai saksi. Yakni, Wakil Komisaris Utama FX Sutrisno Gunawan, Komisaris Ronald Harijanto dan Komisaris Yan Eli Mangatas Siahaan. “Diperiksa sebagai saksi bagi NN,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha.

Menurut Johan, tiga petinggi PT First Mujur Plantation ter­se­but diperiksa untuk melengkapi berkas Nunun yang rencananya se­gera dibawa ke Pengadilan Tipikor. Dia menambahkan, KPK masih mendalami siapa yang menjadi pemberi suap di balik tersangka. “Itu terus berjalan. Te­rus kami telusuri sampai dapat. Tidak berhenti sampai di sini saja,” ucap dia.

Hingga tersangka Nunun bisa dibawa pulang ke Indonesia dan Miranda ditetapkan sebagai ter­sangka suap 480 lembar cek per­jalanan senilai Rp 24 miliar ke se­jumlah anggota DPR 1999-2004, KPK belum menetapkan ter­sang­ka dari pihak yang diduga men­da­nai suap tersebut.

Mengambil Cek Dari Anak Buah Nunun

Reka Ulang

Skandal suap pemilihan De­puti Gubernur Senior Bank In­donesia (DGSBI) Miranda Goel­tom dibongkar anggota Komisi Keuangan DPR 1999-2004 dari PDIP, Agus Condro. Agus me­ngaku pernah menerima Rp 500 juta dalam bentuk cek perjalanan terkait pemenangan Miranda sebagai DGSBI.

Menurut Agus, sebelum pemi­lihan DGSBI, terjadi pertemuan antara para politikus PDIP dan Miranda di Hotel Dhar­ma­wang­sa, Jakarta. Agus mengaku me­ng­hadiri pertemuan tersebut. Ke­mudian, cek sebesar Rp 500 juta ia terima sekitar dua hingga tiga minggu setelah Miranda terpilih sebagai DGSBI.

Rp 500 juta itu, kata Agus, ter­diri dari 10 lembar cek yang ma­sing-masing bernilai 50 juta. Cek tersebut dimasukkan ke dalam satu amplop putih. Agus menga­ku menerima amplop itu dari re­kannya sesama anggota Fraksi PDIP, Dudhie Makmun Murod yang kini sudah divonis hakim terbukti terlibat kasus tersebut. Yang juga divonis terlibat kasus ini, Udju Djuhaerie (Fraksi TNI/Polri), Endin Soefihara (PPP) dan Hamka Yandhu (Golkar).

Sedangkan anggota DPR 1999-2004 dari Golkar yang di­te­tapkan sebagai tersangka be­­laka­ngan, yakni Ahmad Hafiz Za­mawi (Rp 600 juta), Marthin Bria Seran (Rp 250 juta), Paskah Su­zetta (Rp 600 juta), Boby Su­­har­diman (Rp 500 juta), Antony Zeidra Abidin (Rp 600 juta), TM Nurlif (Rp 550 juta), Asep Ruchimat Sudjana (Rp 150 juta), Reza Kamarulla (Rp 500 juta), Baharuddin Ari­­tonang (Rp 350 juta), Hengky Ba­ramuli  (Rp 500 juta).

Yang ditetapkan belakangan sebagai tersangka dari PDIP yak­ni Agus Condro Prayitno (Rp 500 juta), Max Moein  (Rp 500 juta), Rusman Lumbantoruan  (500 juta), Poltak Sitorus (Rp 500 juta), Willem Tutuarima  (Rp 500 juta), Panda Nababan  (Rp 1,4 miliar), Engelina Pattiasina (Rp 500 juta), Muhammad Iqbal  (Rp 500 juta), Budiningsih  (Rp 500 juta), Jeffrey Tongas Lumban (Rp 500 juta), Ni Luh Mariani (Rp 500 juta), Sutanto Pranoto (Rp 600 juta), Soewarno  (Rp 500 juta) dan Mathoes Por­mes  (Rp 350 juta). Yang ditet­ap­kan belakangan sebagai tersang­ka dari Fraksi PPP yakni Sofyan Usman  (Rp 250 juta) dan Danial Tanjung (Rp 500 juta).

Skandal ini semakin jelas ter­urai dalam sidang perdana ter­dakwa Dudhie Makmun Murod pada Senin, 8 Maret 2010 di Pe­ngadilan Tipikor, Jakarta. Me­nu­rut jaksa penuntut umum (JPU), Dudhie mengambil cek pelawat senilai Rp 9,8 miliar dari anak buah Nunun Nurbaetie, yakni Ah­mad Hakim Safari alias Arie Ma­langjudo di Restoran Bebek Bali, Taman Ria, Senayan, Ja­karta. Cek itu kemudian diba­gi­kan kepada sejumlah anggota DPR dari PDIP.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan hukuman dua tahun penjara un­tuk Dudhie pada 17 Mei 2010.

Masyarakat Mengawasi Dan Menunggu

Deding Ishak, Anggota Komisi III DPR

Masyarakat sedang me­nga­wasi dan menunggu KPK menuntaskan kasus suap pemi­lihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGSBI) Mi­randa Swaray Goletom.

Karena itu, menurut anggota Komisi III DPR Deding Ishak, KPK yang kini diketuai Abra­ham Samad harus bisa mem­buktikan bahwa kasus ini akan tuntas dan berkeadilan sampai ke akar-akarnya.

“Sejak kasus ini muncul, kami di Komisi III sudah me­negaskan agar KPK segera menuntaskannya,” kata dia, kemarin.

Penegasan itu, menurutnya, juga dilontarkan anggota dan pimpinan Komisi III DPR saat uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK jilid III.

“Kasus ini menjadi agenda besar yang harus diselesaikan, termasuk kasus besar lainnya seperti perkara Century dan Wisma Atlet,” ujarnya.

Menurut Deding, fungsi kon­trol terhadap kinerja KPK da­lam pengusutan kasus ini tidak dilakukan Komisi III semata.

“Masyarakat pun sangat aktif mengawasi dan melihat kinerja KPK. Jadi, saya kira KPK harus membuktikan bahwa semua kasus itu akan tuntas. Kita akan menunggu dan tetap menangih janji mereka,” ujarnya.

Tentu saja, lanjut politisi Gol­kar itu, kinerja KPK mene­tap­kan Nunun Nurbaetie dan Mi­randa Swaray Goeltom sebagai tersangka patut diapresiasi. Na­mun demikian, KPK hendaknya bisa membongkar semua pihak, termasuk si pemberi suap itu sam­pai tuntas.

“Ini sudah men­jadi perhatian masyarakat, ma­sak para pene­rima sudah di­hu­kum, tetapi si pem­berinya tidak tahu entah di­mana dan bagaimana. Ini juga menjadi keseimbangan, bahwa si penerima dan si pemberi ha­rus diproses sama,” ujarnya.

Deding menyampaikan, upa­ya mendorong KPK perlu terus menerus dilakukan, agar pe­nyelesaian kasus korupsi, ter­utama perkara besar dan men­dapat perhatian publik dise­lesaikan dengan transparan dan berkeadilan.

“Kita terus dorong KPK, dan juga mengawasi serta menagih janji mereka untuk mengusut tuntas kasus-kasus korupsi itu,” katanya.

Miranda Goeltom Jadi Pintu Masuk

Petrus Selestinus, Koordinator Faksi

Koordinator Forum Ad­vo­kat Pengawal Konstitusi (Fak­si) Petrus Selestinus me­nilai, KPK lamban dalam me­ngusut kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGSBI) Miranda Swaray Goeltom.

Hal itu, menurutnya, ter­gam­bar dari proses yang menguras energi besar, mulai dari bu­ron­nya Nunun Nurbaetie ke luar dengan alasan berbobat karena sakit lupa ingatan, hingga pro­ses pengusutan sejumlah pihak yang diduga sebagai pemberi cek suap tersebut.

Kata Petrus, langkah KPK menetapkan Miranda sebagai tersangka, bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar penyandang dana dalam kasus ini. Dia pun mengingatkan, akan sangat aneh bila KPK berhenti pada Nunun dan Mi­randa saja.

“Perlu niat kuat pimpinan KPK untuk menelusuri lebih jauh asal usul atau sumber pem­beri cek itu,” kata Koordinator Tim Pembela Demokrasi In­donesia (TPDI) ini.

Menurut Petrus, banyak kesaksian dan fakta persidangan yang bisa dirujuk KPK untuk membongkar pelaku-pelaku utama dan konspirasi dalam kasus ini.

“KPK bisa menjadikan Mi­ran­da sebagai mitra strategis untuk mengungkap sumber cek itu. KPK juga bisa menelusuri keterangan Ari Malangjudo dan sejumlah fakta persidangan lainnya,” ujarnya.

Dia menambahkan, dugaan adanya kolaborasi antara pe­ngu­saha dengan partai politik da­lam menggolkan jagonya un­tuk duduk dalam jabatan pen­ting seperti Deputi Gubernur Senior BI, harus menjadi salah satu acuan KPK mengusut ka­sus ini. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya