Nunun Nurbaetie
Nunun Nurbaetie
RMOL.Komisi Pemberantasan Korupsi segera melimpahkan berkas tersangka kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Nunun Nurbaetie ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.
Rencananya, kemarin, istri bekas Wakil Kapolri Adang DaÂradjatun itu akan menjalani peÂmeriksaan terakhir sebelum peÂlimpahan berkas tersebut ke PeÂngadilan Tipikor. Namun, dengan alasan kesehatan Nunun yang kurang baik, pemeriksaan dijadÂwalÂkan kembali hari ini.
“Rencananya memang siang ini penyerahan P21, tetapi tidak jadi, karena dia sakit. Jadinya diÂundur besok,†ujar Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi Sapto PraÂbowo, kemarin.
Pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, kemarin, semestinya menjadi pemeriksaan ketujuh kalinya bagi Nunun sebagai terÂsangka perkara suap pemenangan Miranda Swaray Goeltom sebaÂgai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGSBI).
Sejak Februari 2011, Nunun teÂlah ditetapkan sebagai tersangka skandal ini. Dia disangka berÂperan menyebarkan 480 lembar cek pelawat bernilai Rp 24 miliar kepada sejumlah anggota DPR periode 1999-2004. Nunun juga diduga mendapat uang sebesar Rp 1 miliar dari perannya memÂbantu memenangkan Miranda sebagai DGSBI.
Beberapa hari lalu, seusai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, Nunun melalui kuasa huÂkumnya, Ina Rahman, meÂngaku disodori 12 pertanyaan oleh penyidik Komisi PemÂbeÂranÂtasan Korupsi.
Pada pemeriksaan keenam itu, menurut Ina, Nunun ditanyai peÂnyiÂdik mengenai asal usul cek peÂlaÂwat untuk menyuap anggota KoÂmisi IX (Keuangan dan PerÂbankan) DPR periode 1999-2004.
Nunun pun ditanya mengenai DiÂrektur Keuangan PT First MuÂjur Plantation and Industry Budi Santoso, Direktur Utama PT First Mujur Tedy Uban dan seseorang berÂnama Ferry Yen. “Yang ditaÂnyaÂkan garis besarnya adalah, apaÂkah Ibu sehat dan dijawab, tiÂdak sehat. Apakah Ibu kenal deÂngan Ferry Yen, Budi Santoso, dan Tedy Uban,†cerita Ina. “Ibu menyatakan tidak mengenal nama-nama tersebut. Ibu juga tidak pernah tahu siapa pemilik dana dari travel cek itu,†lanjutnya.
Seperti diketahui, PT First MuÂjur disebut-sebut akan membeli tanah di Sumatera Utara dari Ferry Yen. Pembayarannya deÂngan cek pelawat. Namun, pemÂbelian itu dibatalkan. Anehnya, cek-cek itu akhirnya tiba di taÂngan sejumlah anggota DPR 1999-2004 yang kemudian menjadi terpidana kasus ini.
Untuk menelusuri sumber dana dugaan suap pemenangan MiÂranda sebagai DGSBI, penyidik KPK juga telah memeriksa tiga orang komisaris PT First Mujur Plantation and Industry sebagai saksi. Yakni, Wakil Komisaris Utama FX Sutrisno Gunawan, Komisaris Ronald Harijanto dan Komisaris Yan Eli Mangatas Siahaan. “Diperiksa sebagai saksi bagi NN,†ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha.
Menurut Johan, tiga petinggi PT First Mujur Plantation terÂseÂbut diperiksa untuk melengkapi berkas Nunun yang rencananya seÂgera dibawa ke Pengadilan Tipikor. Dia menambahkan, KPK masih mendalami siapa yang menjadi pemberi suap di balik tersangka. “Itu terus berjalan. TeÂrus kami telusuri sampai dapat. Tidak berhenti sampai di sini saja,†ucap dia.
Hingga tersangka Nunun bisa dibawa pulang ke Indonesia dan Miranda ditetapkan sebagai terÂsangka suap 480 lembar cek perÂjalanan senilai Rp 24 miliar ke seÂjumlah anggota DPR 1999-2004, KPK belum menetapkan terÂsangÂka dari pihak yang diduga menÂdaÂnai suap tersebut.
Mengambil Cek Dari Anak Buah Nunun
Reka Ulang
Skandal suap pemilihan DeÂputi Gubernur Senior Bank InÂdonesia (DGSBI) Miranda GoelÂtom dibongkar anggota Komisi Keuangan DPR 1999-2004 dari PDIP, Agus Condro. Agus meÂngaku pernah menerima Rp 500 juta dalam bentuk cek perjalanan terkait pemenangan Miranda sebagai DGSBI.
Menurut Agus, sebelum pemiÂlihan DGSBI, terjadi pertemuan antara para politikus PDIP dan Miranda di Hotel DharÂmaÂwangÂsa, Jakarta. Agus mengaku meÂngÂhadiri pertemuan tersebut. KeÂmudian, cek sebesar Rp 500 juta ia terima sekitar dua hingga tiga minggu setelah Miranda terpilih sebagai DGSBI.
Rp 500 juta itu, kata Agus, terÂdiri dari 10 lembar cek yang maÂsing-masing bernilai 50 juta. Cek tersebut dimasukkan ke dalam satu amplop putih. Agus mengaÂku menerima amplop itu dari reÂkannya sesama anggota Fraksi PDIP, Dudhie Makmun Murod yang kini sudah divonis hakim terbukti terlibat kasus tersebut. Yang juga divonis terlibat kasus ini, Udju Djuhaerie (Fraksi TNI/Polri), Endin Soefihara (PPP) dan Hamka Yandhu (Golkar).
Sedangkan anggota DPR 1999-2004 dari Golkar yang diÂteÂtapkan sebagai tersangka beÂÂlakaÂngan, yakni Ahmad Hafiz ZaÂmawi (Rp 600 juta), Marthin Bria Seran (Rp 250 juta), Paskah SuÂzetta (Rp 600 juta), Boby SuÂÂharÂdiman (Rp 500 juta), Antony Zeidra Abidin (Rp 600 juta), TM Nurlif (Rp 550 juta), Asep Ruchimat Sudjana (Rp 150 juta), Reza Kamarulla (Rp 500 juta), Baharuddin AriÂÂtonang (Rp 350 juta), Hengky BaÂramuli (Rp 500 juta).
Yang ditetapkan belakangan sebagai tersangka dari PDIP yakÂni Agus Condro Prayitno (Rp 500 juta), Max Moein (Rp 500 juta), Rusman Lumbantoruan (500 juta), Poltak Sitorus (Rp 500 juta), Willem Tutuarima (Rp 500 juta), Panda Nababan (Rp 1,4 miliar), Engelina Pattiasina (Rp 500 juta), Muhammad Iqbal (Rp 500 juta), Budiningsih (Rp 500 juta), Jeffrey Tongas Lumban (Rp 500 juta), Ni Luh Mariani (Rp 500 juta), Sutanto Pranoto (Rp 600 juta), Soewarno (Rp 500 juta) dan Mathoes PorÂmes (Rp 350 juta). Yang ditetÂapÂkan belakangan sebagai tersangÂka dari Fraksi PPP yakni Sofyan Usman (Rp 250 juta) dan Danial Tanjung (Rp 500 juta).
Skandal ini semakin jelas terÂurai dalam sidang perdana terÂdakwa Dudhie Makmun Murod pada Senin, 8 Maret 2010 di PeÂngadilan Tipikor, Jakarta. MeÂnuÂrut jaksa penuntut umum (JPU), Dudhie mengambil cek pelawat senilai Rp 9,8 miliar dari anak buah Nunun Nurbaetie, yakni AhÂmad Hakim Safari alias Arie MaÂlangjudo di Restoran Bebek Bali, Taman Ria, Senayan, JaÂkarta. Cek itu kemudian dibaÂgiÂkan kepada sejumlah anggota DPR dari PDIP.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan hukuman dua tahun penjara unÂtuk Dudhie pada 17 Mei 2010.
Masyarakat Mengawasi Dan Menunggu
Deding Ishak, Anggota Komisi III DPR
Masyarakat sedang meÂngaÂwasi dan menunggu KPK menuntaskan kasus suap pemiÂlihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGSBI) MiÂranda Swaray Goletom.
Karena itu, menurut anggota Komisi III DPR Deding Ishak, KPK yang kini diketuai AbraÂham Samad harus bisa memÂbuktikan bahwa kasus ini akan tuntas dan berkeadilan sampai ke akar-akarnya.
“Sejak kasus ini muncul, kami di Komisi III sudah meÂnegaskan agar KPK segera menuntaskannya,†kata dia, kemarin.
Penegasan itu, menurutnya, juga dilontarkan anggota dan pimpinan Komisi III DPR saat uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK jilid III.
“Kasus ini menjadi agenda besar yang harus diselesaikan, termasuk kasus besar lainnya seperti perkara Century dan Wisma Atlet,†ujarnya.
Menurut Deding, fungsi konÂtrol terhadap kinerja KPK daÂlam pengusutan kasus ini tidak dilakukan Komisi III semata.
“Masyarakat pun sangat aktif mengawasi dan melihat kinerja KPK. Jadi, saya kira KPK harus membuktikan bahwa semua kasus itu akan tuntas. Kita akan menunggu dan tetap menangih janji mereka,†ujarnya.
Tentu saja, lanjut politisi GolÂkar itu, kinerja KPK meneÂtapÂkan Nunun Nurbaetie dan MiÂranda Swaray Goeltom sebagai tersangka patut diapresiasi. NaÂmun demikian, KPK hendaknya bisa membongkar semua pihak, termasuk si pemberi suap itu samÂpai tuntas.
“Ini sudah menÂjadi perhatian masyarakat, maÂsak para peneÂrima sudah diÂhuÂkum, tetapi si pemÂberinya tidak tahu entah diÂmana dan bagaimana. Ini juga menjadi keseimbangan, bahwa si penerima dan si pemberi haÂrus diproses sama,†ujarnya.
Deding menyampaikan, upaÂya mendorong KPK perlu terus menerus dilakukan, agar peÂnyelesaian kasus korupsi, terÂutama perkara besar dan menÂdapat perhatian publik diseÂlesaikan dengan transparan dan berkeadilan.
“Kita terus dorong KPK, dan juga mengawasi serta menagih janji mereka untuk mengusut tuntas kasus-kasus korupsi itu,†katanya.
Miranda Goeltom Jadi Pintu Masuk
Petrus Selestinus, Koordinator Faksi
Koordinator Forum AdÂvoÂkat Pengawal Konstitusi (FakÂsi) Petrus Selestinus meÂnilai, KPK lamban dalam meÂngusut kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGSBI) Miranda Swaray Goeltom.
Hal itu, menurutnya, terÂgamÂbar dari proses yang menguras energi besar, mulai dari buÂronÂnya Nunun Nurbaetie ke luar dengan alasan berbobat karena sakit lupa ingatan, hingga proÂses pengusutan sejumlah pihak yang diduga sebagai pemberi cek suap tersebut.
Kata Petrus, langkah KPK menetapkan Miranda sebagai tersangka, bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar penyandang dana dalam kasus ini. Dia pun mengingatkan, akan sangat aneh bila KPK berhenti pada Nunun dan MiÂranda saja.
“Perlu niat kuat pimpinan KPK untuk menelusuri lebih jauh asal usul atau sumber pemÂberi cek itu,†kata Koordinator Tim Pembela Demokrasi InÂdonesia (TPDI) ini.
Menurut Petrus, banyak kesaksian dan fakta persidangan yang bisa dirujuk KPK untuk membongkar pelaku-pelaku utama dan konspirasi dalam kasus ini.
“KPK bisa menjadikan MiÂranÂda sebagai mitra strategis untuk mengungkap sumber cek itu. KPK juga bisa menelusuri keterangan Ari Malangjudo dan sejumlah fakta persidangan lainnya,†ujarnya.
Dia menambahkan, dugaan adanya kolaborasi antara peÂnguÂsaha dengan partai politik daÂlam menggolkan jagonya unÂtuk duduk dalam jabatan penÂting seperti Deputi Gubernur Senior BI, harus menjadi salah satu acuan KPK mengusut kaÂsus ini. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32
Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59