Berita

Kementerian Kesehatan

X-Files

Anggota Wantimpres 6 Kali Diperiksa Tim Penyidik KPK

Banyak Perkara Korupsi Di Kementerian Kesehatan
RABU, 08 FEBRUARI 2012 | 09:55 WIB

RMOL. Bekas Menteri Kesehatan yang kini menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Siti Fadilah Supari, kembali memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi perkara korupsi di Kementerian Kesehatan.

Siti yang hadir di Gedung KPK sekitar pukul 10 pagi kemarin, me­­ngaku sudah enam kali dipe­riksa penyidik. “Pemeriksaan hari ini sebagai saksi untuk Ibu Ratna Umar terkait APBNP 2007. Se­be­lumnya, saya menjadi saksi bagi beliau dari kasus APBN 2006. Memang saya menterinya waktu itu, dan harus ada yang di­terangkan,” ujar Siti setibanya di Gedung KPK.

Sekadar mengingatkan, Ratna Dewi Umar adalah bekas Direk­tur Bina Pelayanan Medik yang menjadi tersangka kasus pe­nga­daan alat kesehatan (alkes) tahun 2006 dan 2007.

Siti mengaku rela memberikan penjelasan berkali-kali kepada penyidik, mengenai perkara-per­kara korupsi yang telah menyeret sejumlah bekas anak buahnya men­jadi tersangka itu. Bekas anak buah Siti itu berasal dari ese­lon dua dan eselon tiga Kemenkes.

“Saya datang ke sini berkali-kali kasusnya berbeda-beda. Kira-kira tujuh kasus. Satu-satu saya harus memberikan konfir­masi dan klarifikasi,” ujar Siti tanpa merinci kasus apa saja itu.

Sekitar pukul 12.30 WIB, dia selesai menjalani pemeriksaan. Begitu keluar dari Gedung KPK, Siti kembali menyatakan bahwa dirinya hanya dimintai kete­ra­ngan sebagai saksi bagi tersangka Ratna Dewi Umar. Ratna menjadi tersangka dugaan korupsi pe­ngadaan alat kesehatan wabah flu burung.

“Ini proyek yang terjadi pada ta­hun 2007, saya hanya dikon­fir­masi apa benar ini, apa benar itu dan seterusnya. Jadi saksi untuk Ratna. Pemeriksaannya seputar itu-itu juga, seperti yang kemarin-ke­marin,” ujar Siti yang meng­e­na­kan batik cokelat.

Mengenai detail dan nilai kasus yang sedang diusut KPK, Siti menyatakan tidak tahu persis. “Saya tidak terlalu tahu, saya ha­nya saksi. Mengenai pengadaan secara detail itu urusan eselon-eselon,” elaknya.

Pada hari yang sama, KPK juga memanggil dan memeriksa artis Cici Tegal terkait dugaan korupsi alkes di Kementerian Kesehatan tahun 2007. Dia diperiksa sebagai saksi bagi tersangka bekas Ke­pala Pusat Penanggulangan Kri­sis Departemen Kesehatan Rus­tam Syarifuddin Pakaya.

Cici yang mengenakan keru­dung warna abu-abu itu me­nya­ta­kan, pemeriksaan atas dirinya masih sama seperti pemeriksaan terdahulu. “Kasusnya sama se­perti yang dulu. Saya tidak tahu me­nahu sama sekali. Tidak me­ngerti, pasrah saja. Cuma ditanya soal pertemuan,” ujar Cici.

Cici mengakui, pihaknya me­mang menerima uang Rp 500 juta dari Departemen Kesehatan. Uang tersebut digunakan untuk membiayai konser musik religi. “Masih kasus yang lama, aku dapat sponsor dari Depkes untuk acara Kreasi Musik. Buat saksi saja karena menerima,” ucapnya.

Cici mengaku sama sekali ti­dak mengetahui bahwa uang ter­sebut merupakan hasil tindak pidana korupsi. “Tidak Tahu. Ka­lau tahu, gila aja buat pe­ngajian,” kata dia.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nug­raha menyampaikan, KPK masih terus menelusuri kasus-kasus di Kementerian Kesehatan. Meskipun sudah berkali-kali me­manggil dan memeriksa saksi dan tersangka, menurut Priharsa, KPK masih tetap memerlukan waktu melakukan pendalaman.

“Memang di Kemenkes ini ada se­jumlah kasus yang berbeda de­ngan tersangka yang berbeda pula, dengan demikian berkasnya juga berbeda,” ujar Priharsa, kemarin.

Dugaan korupsi di Kemen­te­rian Kesehatan yang sedang di­tangani KPK, lanjutnya, ada em­pat kasus, yaitu kasus pena­nga­nan flu burung pada 2006, pe­nanganan flu burung 2007, pe­ngadaan alat kesehatan rontgen 2007 dan penanggulangan krisis pada 2007.

“Setiap satu kasus itu ada lebih dari satu tersangka. Misalnya, un­tuk kasus flu burung 2006, Ibu Siti Fadilah diperiksa beberapa kali sebagai saksi untuk tersangka yang berbeda, karena tersangka­nya kan tidak hanya satu ,” ujarnya.

Meski begitu, lanjut Priharsa, KPK belum akan mengumumkan apakah ada penetapan tersangka baru dalam kasusi-kasus itu. “Belum ada tersangka baru,” ucapnya.

REKA ULANG

1,5 Tahun Jadi Tersangka, Tapi Tak Ditahan

Pada Mei 2010, KPK menetap­kan bekas Direktur Bina Pela­yanan Medik Kementerian Ke­se­hatan Ratna Dewi Umar sebagai tersangka kasus pengadaan alat kesehatan penanganan wabah flu burung tahun 2006.

Ratna ditetapkan sebagai ter­sangka terkait posisinya selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Ko­mitmen (PPK) dalam pengadaan alat ke­sehatan dan perbekalan. Namun, Ratna belum ditahan mes­ki sudah satu setengah tahun di­tetapkan KPK sebagai tersangka.

Selain Ratna, bekas Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan Rustam Syarifuddin Pakaya juga telah ditetapkan KPK sebagai ter­sangka. Rustam yang belakangan menjabat Direktur Sumber Daya Manusia Rumah Sakit Dharmais, ditetapkan KPK sebagai ter­sang­ka pada 29 September 2011.

KPK juga telah menetapkan Sesditjen Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan Mulya A Hasyim sebagai tersangka. Da­lam konteks kasus ini, Mulya di­sangka bertanggungjawab me­nge­nai pengadaan yang angga­ran­nya diduga digelembungkan.

Sedangkan Sutedjo Yuwono, bekas Sekretaris Menteri Koor­di­nator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie, ditahan KPK pada 7 Februari 2011 setelah dite­tap­kan sebagai tersangka pada 3 September 2009. Sutedjo telah diadili di Pengadilan Tipikor, Ja­karta. Majelis hakim men­ja­tuh­kan hukuman penjara tiga tahun untuk Sutedjo.

Sebelumnya, dia didakwa me­nye­babkan kerugian negara sebe­sar Rp 32 miliar. Adapun nilai kontrak pengadaan senilai Rp 98 miliar. Modus korupsi itu dilaku­kan dengan cara meng­ge­lem­bungkan harga pembelian alat-alat kesehatan.

Selain mark up, modus korupsi juga dilakukan melalui upaya pengiriman kembali alat-alat yang sama kepada RSUD yang se­belumnya sudah pernah me­ne­rima, sehingga barang-barang tersebut sudah tidak diperlukan.

Mabes Polri juga menangani perkara korupsi pengadaan alat kesehatan ini. Namun, yang Mabes Polri tangani merupakan dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan rumah sakit di 30 provinsi tahun anggaran 2009. Kejaksaan Agung pun menangani kasus serupa untuk tahun anggaran 2010.

Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto, hal itu  bukanlah masalah. Kata­nya, Kejagung berkoordinasi de­ngan Mabes Polri terkait pe­na­nga­nan perkara dugaan korupsi pengadaan alat pendidikan dokter di Kemenkes ini. “Penuntutan per­kara itu digabung dengan tersang­ka yang ditangani Mabes Polri, yakni Syamsul Bahri,” ujarnya.

Andhi menambahkan, berkas pe­nuntutan digabung setelah di­nyatakan lengkap atau P21 serta tersangka dan barang bukti dise­rahkan ke kejaksaan. Dia juga mengatakan, Kejaksaan Agung dan Polri telah sepakat soal peng­gabungan berkas dan pe­nuntutan ini. “Digabung terhadap yang tersangkanya sama. Di sana kan baru satu tersangka, sementara di sini sudah ada tiga tersangka, jadi kita gabung. Tidak ada masalah,” ujarnya.

Sebaiknya Fokus Satu-satu Ke Pengadilan

Sarifuddin Sudding, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding menilai, kinerja KPK dalam pengusutan sejumlah kasus korupsi di Kementerian Kesehatan terke­san lamban. Padahal, KPK ma­sih memiliki sejumlah peker­jaan besar lainnya yang harus segera diselesaikan.

“KPK jangan berlama-lama. Kalau sudah lengkap ber­kas­nya, segeralah dinaikkan ke pe­nuntutan. Kita berharap KPK ti­dak mengulur-ulur waktu,” ujar anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura ini, kemarin.

Dia memahami, dalam me­ne­mukan sejumlah bukti memang diperlukan kehati-hatian dan ketepatan, namun tidak berarti KPK bisa berlindung di balik alasan-alasan itu.

“Soal menemukan bukti-bukti itu memang harus akurat. Tapi, ini harus menjadi pertim­ba­ngan KPK untuk memacu diri segera menuntaskan pengu­su­tan­nya,” kata Sarifuddin.

Ia mengingatkan, KPK agar tidak memunggu momentum atau sengaja mengulur-ulur pe­nanganan perkara dengan ala­san-alasan yang justru membuat publik semakin curiga.

“Publik terus melihat dan mengawasi. Semakin cepat dan tepat pengusutannya, maka se­makin cepat pula untuk menun­taskan sejumlah perkara lain­nya,” ucap Sarifuddin.

Jika memang ada sejumlah kasus yang saling berkaitan da­lam perkara dugaan korupsi pe­ngadaan alat kesehatan, maka sebaiknya KPK fokus satu per­satu dulu mengusutnya dan mem­roses ke pengadilan. “Ja­ngan ber­tumpuk tapi malah jadi tak se­le­sai-selesai,” ucapnya.

Tersangka Setelah Tak Menjabat Lagi

Sandi Ebenezer, Anggota Majelis PBHI

Anggota Majelis Perhim­punan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sandi Ebeneser Si­tungkir menilai, KPK dalam beberapa perkara terlihat ber­putar-putar, apalagi jika ber­ke­naan dengan kepentingan elit yang berkuasa.

Jika elit itu sudah tidak punya jabatan lagi, lanjut Sandi, ba­ru­lah ditetapkan KPK sebagai ter­sangka. “KPK lambat jika me­nyangkut kepentingan ling­ka­ran kekuasaan,” ucap Sandi.

Penyelidikan dan penyidikan sebuah perkara korupsi yang ber­putar-putar atau tidak me­nemui kemajuan, menurutnya, bisa diartikan bahwa ada teka­nan maupun kepentingan yang menelusup dalam perkara ter­sebut. Bisa juga karena pe­nyi­dik­nya tak profesional.

Dalam pengusutan dugaan korupsi pengadaan alat kese­hatan (alkes) flu burung, KPK terkesan berbelit-belit dan tidak fokus melakukan penyidikan. “Dalam kasus di Kemenkes ini, apabila menggunakan bukti konvensional seperti KUHAP, pasti KPK mengalami kesulitan karena tak ada bukti transfer,” ujar anggota Majelis Per­him­pu­nan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sandi Ebeneser Situng­kir, kemarin.

Karena itu, menurut Sandi, pengusutan terhadap perkara harus memiliki pola dan strategi yang lebih maju agar penyi­di­kan tidak berputar-putar tanpa hasil. KPK pun harusnya segera menaikkannya ke penuntutan agar diperiksa dan dibuktikan di muka persidangan.

“Seharusnya perkara korupsi dikawinkan dengan Undang Undang Pencucian Uang sete­lah yang bersangkutan jadi ter­dakwa dengan pembuktian ter­balik. Biar pengadilan yang membuktikan kekayaannya ti­dak berasal dari korupsi di Dep­kes,” ujarnya.

Dalam pengusutan itu, jelas Sandi, menjerat pihak-pihak yang terkait di dalamnya bisa de­ngan menggunakan pembuk­tian terbalik. Hal itu perlu di­la­kukan karena KPK kesulitan me­ne­mu­kan bukti atau keter­li­batan pihak lain. Bahkan, KPK bisa dituduh sengaja mengulur-ulur penun­ta­san kasus itu apa­bila tidak segera masuk per­sidangan.

“Untuk pembuktian pidana, s­eharusnya KPK berani men­do­rong pembuktian di pengadilan terkait dengan pencucian uang, kalau KPK agak ragu terhadap bukti yang ada,” ujar Sandi. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya