Berita

Agusrin Maryono Najamudin

X-Files

Gubernur Bengkulu Agusrin Tidak Kunjung Dipenjara

Sebulan Setelah MA Keluarkan Putusan Kasasi
SENIN, 06 FEBRUARI 2012 | 09:58 WIB

RMOL. Kejaksaan Tinggi Bengkulu belum memasukkan Gubernur Bengkulu nonaktif Agusrin Maryono Najamudin ke lembaga pemasyarakatan. Padahal, hukuman empat tahun penjara bagi gubernur asal Partai Demokrat itu, sudah diputus majelis hakim MA hampir sebulan lalu.

Menurut hakim agung Kresna Harahap, pihaknya sudah mengi­rimkan salinan putusan tersebut ke kejaksaan tak lama setelah majelis kasasi menjatuhkan vonis untuk Agusrin. “Saya kira lang­sung dikirimkan begitu putu­san­nya selesai,” katanya saat dihu­bu­ngi Rakyat Merdeka pada Ju­mat malam (3/2).

Lantaran itu, Kresna akan me­ngecek, apakah salinan putu­san kasasi tersebut sudah sampai di ke­jaksaan atau belum. “Sudah se­bulan prosesnya sejak putusan ka­sasi keluar. Masak belum di­kirim. Nanti Senin akan saya cek,” kata anggota majelis kasasi perkara ini.

Namun, Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu Pudji Basuki Su­gijono mengaku, pihaknya be­lum menerima salinan putusan tersebut. “Sampai saat ini kami belum menerima putusan itu,” katanya saat dikonfirmasi Rakyat Merdeka pada Sabtu (4/2).

Gara-gara belum menerima sa­linan putusan tersebut secara res­mi, alasan Pudji, pihaknya belum bisa mengeksekusi atau men­ja­lan­kan putusan majelis hakim MA tersebut. Selanjutnya, dia me­ngaku sudah memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri Beng­ku­lu untuk menyurati Makamah Agung agar segera mengirimkan kutipan putusan kasasi tersebut.

“Kami bekerja profesional. Se­minggu lalu, kami sudah me­nyu­rati Makamah Agung melalui Kajari Bengkulu agar diberikan putusan itu, sehingga bisa di­eksekusi,” ucapnya.

Wakil Jaksa Agung Darmono menyatakan belum menerima laporan, apakah Kejaksaan Ting­gi Bengkulu sudah menerima sa­linan putusan itu atau belum. “Ka­lau sudah terima putusan, pas­ti kami proses,” kata bekas anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum ini.

Sedangkan Kepala Pusat Pe­ne­rangan Hukum Kejaksaan Agung Noor Rochmad mengaku, ke­jak­saan sama sekali belum m­e­ne­ri­ma putusan kasasi itu. “Sampai hari ini belum kami terima putu­san kasasinya,” kata dia saat di­kon­firmasi pada Sabtu kemarin.

Majelis Hakim Mahkamah Agung pada Selasa (10/1) telah mengabulkan permohonan kasasi jaksa penuntut umum (JPU) dan menghukum Gubernur nonaktif Bengkulu Agusrin Maryono Najamudin dengan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan.

Majelis kasasi yang menangani perkara Agusrin ini, terdiri dari hakim agung Artidjo Alkostar, Kresna Harahap dan Agung Abdul Latif.

Menurut majelis, Agusrin se­cara sah dan meyakinkan me­langgar Pasal 2 ayat (1) Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Soalnya, dengan sepengetahuan Agusrin, Kepala Dinas Pendapatan Provonsi Beng­kulu Khaerudin telah mem­buka rekening tambahan untuk menampung dana bagi hasil pa­jak bumi dan bangunan serta bea penerimaan hak atas tanah dan ba­ngunan Bengkulu (PBB-BPHTB) tahun 2006-2007, se­hingga negara dirugikan sekitar Rp 20 miliar. Putusan majelis ka­sa­si lebih ringan enam bulan ke­tim­bang tuntutan JPU agar Agus­rin dihukum 4,5 tahun penjara.

Dalam putusan, majelis kasasi menyebutkan bahwa Agusrin terbukti mengetahui pe­nyim­pangan uang pajak bumi dan ba­ngu­nan yang dilakukan Sek­re­ta­ris Daerah.

Putusan majelis ha­kim MA itu membalikkan pu­tu­san majelis hakim Pengadilan Ne­geri Jakarta Pusat yang dike­tuai Syarifuddin, yakni mem­be­bas­kan Agusrin dari tuntutan.

Hakim Syarifudin kini menjadi terdakwa kasus suap di Penga­di­lan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Dia dakwa me­nerima suap dari kurator Puguh Wiryawan terkait kasus pailit PT SCI.

REKA ULANG

Kemendagri Belum Proses Pemberhentian Agusrin

Kepala Pusat Penerangan Ke­menterian Dalam Negeri Rey­don­nyzar Moenek pun mengaku, Kemendagri belum menerima salinan putusan kasasi perkara dugaan korupsi Gubenur Beng­kulu nonaktif Agusrin Maryono Najamudin.

“Menteri Dalam Negeri belum bisa memproses pemberhentian Agusrin, sampai salinan putusan ka­sasi dari MA itu ada pada kami,” ujar pria berpanggilan Dony ini.

Dalam Pasal 129 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005, lanjut Dony, usul pergan­ti­an kepala daerah kepada Pre­siden harus dilengkapi putusan hukum tetap.

“Mendagri mengusulkan pem­berhentian kepada Presiden sete­lah menerima keputusan hukum tetap. Nah, sampai sekarang be­lum bisa melakukan proses pem­berhentian, lantaran putusannya belum kami terima,” ujarnya.

Menurut Dony, Kementerian Da­lam Negeri sudah dua kali me­ngirim surat ke Makamah Agung agar diberikan salinan putusan kasasi itu. “Tiga minggu lalu, kami mengirim surat ke MA. Su­rat itu ditandatangani Dirjen Otonomi Daerah. Seminggu yang lalu, Kemendagri mengirim lagi surat meminta putusan itu. Sam­pai sekarang belum kami terima salinan putusannya,” cerita dia.

Selain pihak Kemendagri, kata Dony, Pelaksana tugas Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah juga sudah mengirim surat ke MA meminta salinan putusan kasasi itu. Tapi, Junaidi juga belum da­pat putusannya. “Sampai ke­pu­tusan itu diterima, barulah bisa diproses pemberhentian Agus­rin,” katanya.

Menurut jaksa penuntut umum (JPU), Agusrin telah menyetujui dan memerintahkan pembukaan rekening di luar kas umum daerah dan menyetujui pemindahan dana PBB serta penerimaan lainnya.

Agusrin, menurut JPU, me­me­rin­tahkan anak buahnya agar ha­sil pemindahan dari rekening itu di­gunakan tidak sesuai dengan peruntukan dan tanpa perse­tujuan DPRD Provinsi Beng­kulu, se­hingga negara dirugikan Rp 20,162 miliar.

Kasus korupsi ini terungkap setelah Badan Pemeriksa Ke­uangan (BPK) mengaudit APBD Provinsi Bengkulu tahun 2006. Dari pemeriksaan itu ditemukan dana bagi hasil pajak tidak di­ma­sukkan ke kas daerah, melainkan ke penampungan sementara guna mempermudah pengam­bilan dana itu dan tidak perlu izin DPRD.

Temuan BPK itu ditindak­lan­juti Kejaksaan Tinggi Bengkulu. Kejati Bengkulu kemudian me­netapkan Kepala Dispenda Chai­ruddin sebagai tersangka. Dalam persidangan di PN Bengkulu, Chai­ruddin mengaku bahwa selu­ruh pengeluaran uang yang dila­ku­kannya atas sepengetahuan Agusrin.

Sedangkan Agusrin me­rasa tidak korupsi, dengan alasan, tak ada uang negara yang hilang dal­am pemindahan rekening itu.

Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, majelis hakim kasus ini men­jatuhkan vonis bebas terha­dap Agusrin. JPU kemudian me­nga­­jukan kasasi. Selanjutnya, Agu­srin divonis bersalah oleh maje­lis hakim MA, dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara.

Timbulkan Rasa Tidak Adil

Erna Ratna Ningsih, Peneliti KRHN

Lambannya eksekusi terha­dap putusan kasasi perkara ko­rupsi dengan terdakwa Guber­nur Bengkulu nonaktif Agusrin Maryono Najamudin, menim­bulkan ketidakpastian hukum dan menimbulkan kecurigaan masyarakat.

Selain ada kesan penegak hu­kum mengulur-ulur waktu su­pa­ya Agusrin tidak segera di­pen­jara, proses eksekusi yang lama ini menimbulkan rasa ti­dak adil bagi masyarakat. Apa­lagi, jika masyarakat melihat rakyat kecil yang menjadi ter­dakwa suatu kasus, begitu cepat dieksekusi.

“Apa karena putusan itu ber­kaitan dengan jabatan publik, gubernur, sehingga eksekusinya lambat. Apakah ada yang se­ngaja mengulur-ulur waktu un­tuk memberikan ruang ber­main. Ini harus segera dise­le­sai­kan demi kepastian hukum,” kata peneliti senior Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) Erna Ratna Ningsih.

Menurut Erna, meskipun ada upaya menempuh peninjauan kembali (PK), terdakwa perkara korupsi tidak bisa seenaknya me­ngulur-ulur waktu. “Untuk me­m­buat PK tidak semba­ra­ngan, ada sejumlah unsur yang harus dipenuhi. Itu tidak mu­dah, sebab harus ada novum atau bukti baru. Jangan jadikan kesempatan itu untuk tidak menjalani hukuman penjara,” ucap bekas Ketua Badan Pe­ngu­rus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Idonesia (YLBHI) ini.

Erna pun mengingatkan ke­jak­saan agar tidak berpangku ta­ngan dengan menunggu-nung­gu putusan kasasi saja. Ke­jak­saan bisa segera berkoordinasi dengan MA untuk meminta sa­linan putusannya secara resmi.

“Sebab, apabila majelis ha­kim MA sudah memutus suatu perkara, biasanya urusan ad­ministrasinya segera dilakukan. Putusan itu pasti segera dikirim kepada pihak-pihak terkait,” ujarnya.

Dia menegaskan, perlu upaya cepat dan serius mengeksekusi se­buah putusan yang sudah me­mi­liki kekuatan hukum tetap, seperti pada putusan kasasi ter­hadap Agusrin Najamudin itu.

“Kalau ada keterlambatan, se­geralah cek. Apakah admi­nis­trasinya yang mandeg atau sa­li­nan putusan itu nyangkut. Ke­jaksaan segeralah berkoordinasi dengan MA,” sarannya.

Kecewa Karena Prosesnya Lambat

Nasir Jamil, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Na­sir Jamil menilai, ada ke­jang­­galan dalam proses ek­se­kusi terhadap Gubernur Beng­kulu nonaktif Agusrin Maryono Najamudin. Soalnya, pada za­man canggih ini, aneh jika sa­linan putusan majelis hakim MA tak sampai di kejaksaan dalam waktu hampir satu bulan.

Lantaran itu, Nasir meminta para pimpinan Kejaksaan Agung mengecek kinerja anak buah mereka di Bengkulu. “Saya sangat kecewa pada lambatnya eksekusi putusan kasasi ini. Kejaksaan Agung mesti segera mengecek ke Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri Beng­kulu, apa kendalanya sehingga sampai sekarang belum di­ek­sekusi,” ujarnya.

Dia pun mengingatkan, lam­batnya eksekusi putusan pe­nga­dilan kerap jadi sarana bermain uang. Lantaran itu, Nasir me­nekankan perlunya sanksi tegas bagi aparat hukum yang sengaja memainkan peran mem­per­lambat eksekusi putu­san. “Jika keterlambatan me­mang ada unsur kesengajaan, pim­pinan Ke­jagung harus mem­berikan tindakan tegas ter­hadap aparat di bawah mereka. Keter­lam­ba­tan ini akan menimbulkan per­ta­nyaan di tengah publik, apa­kah karena ada faktor uang se­hing­ga eksekusi terhadap Na­ja­mudin lambat?” tanyanya.

Nasir pun menegaskan, pihak kejaksaan tidak cukup hanya menunggu sampai salinan putu­san tersebut tiba di tangan me­reka. “Menurut saya, jaksanya juga harus proaktif,” ujarnya.

Apalagi, menurut Nasir, me­ka­nisme pengumuman dan pe­ngiriman putusan kasasi dari MA sudah lebih transaparan dan canggih. Walau demikian, dia juga mengingatkan pimpinan MA agar meningkatkan kinerja mereka, terutama untuk pengi­ri­man putusan seperti itu.

“Itu juga harus diawasi hakim agung bidang pengawasan. Bia­sanya administrasi di MA cepat, tapi kadang ada oknum-oknum yang menahan surat keputusan ek­sekusi,” ucapnya.  [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya