Berita

rahmad darmawan/rmol

Olahraga

WAWANCARA

Rahmad Darmawan: Pelatih Harus Bantu Pemain Bila Diperlakukan Tidak Adil

MINGGU, 05 FEBRUARI 2012 | 09:56 WIB | LAPORAN:

RMOL. Dalam dunia sepakbola, hubungan antara pelatih dan pemain harus terus terjaga. Tanpa pemain, pelatih bukanlah apa-apa- Begitu juga tanpa pelatih, pemain bukanlah apa-apa.

Demikian salah satu pegangan Rahmad Darmawan, bekas pelatih tim nasional (Timnas) U-23 yang kini berlabuh di Pelita Jaya. Mengapa tiba-tiba-tiba Rahmad Darmawan memilih Pelita Jaya? Apa pula alasan pria kelahiran Metro, Lampung pada 26 Desember 1966 ini meninggalkan Timnas? Bagaimana prediksinya terkait sepakbola nasional? Berikut wawancara ekslusif Rakyat Merdeka Online dengan Rahmad Darmawan (Sabtu, 4/3).

Mengapa Anda meninggalkan Timnas U-23?


Sebetulnya menjadi pelatih Timnas itu menjadi impian banyak pelatih, termasuk saya yang bahkan ingin melatih Timnas senior. Tapi dalam melatih itu ada hal yang tidak boleh dikesampingkan oleh seorang pelatih manapun. Yaitu soal kebebasan pelatih dalam menentukan skuad yang akan dimainkan karena itu bagian dari ekspresi seorang pelatih yang diterjemahkan di dalam lapangan.

Kedua, pelatih tidak ada apa-apanya tanpa pemain. Pemain juga tidak ada apa-apanya tanpa pelatih. Ada hubungan atau simbiosis mutualisme yang harus jalan. Ketika seorang pemain mengalami satu hukuman atau mendapatkan tindakan yang kurang adil dari klub maupun federasi, maka pelatih juga harus siap ambil bagian dari situasi ini. Jangan cuma butuh pemain ketika kondisi baik-baik saja tetapi ketika pemain ada masalah, kita tinggalkan. Seorang pelatih harus membantu mereka.

Itulah salah satu alasan utama mengapa saya mundur karena tidak diperbolehkannya seorang pemain yang ikut dalam Liga Super Indonesia (LSI) untuk bermain di Timnas. Ini tidak sejalan dengan saya. Kok gak bisa main?

Kalau kita lihat ke belakang, mereka (pengurus PSSI seklarang) juga membuat kompetisi (Liga Primer Indonesia), dan mereka tidak mau diperlakukan seperti itu. Ketika saya jadi pelatih, saya dipanggil dan diminta untuk mencari pemain bukan saja dari LSI, tapi juga dari LPI. Ya saya lakukan dan saya memanggil Irfan Bachdim, Kim Kurniawan dan Andik Vermansyah. Saya libatkan mereka karena memang motto saya, tidak boleh ada pengkotak-kotakan pemain, tidak boleh ada perlakuan diskriminasi terhadap pemain sebab semua harus punya hak yang sama.

Makanya ketika pongurus PSSI sekarang melarang pemain LSI gabung di Timnas, itu membuat saya heran.

Sebagian orang menilai Anda kurang nasionalis karena meninggalkan Timnas. Tanggapan Anda?

Kalau kita bicara nasionalisme, rasanya tidak hanya boleh dilihat dari sudut pandang yang sempit. Kita harus melihat spektrum yang lebih luas. Apalagi nasionalisme itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari diri saya sejak di militer. Saya mendapat pendidikan tentang harus bersdikap apa terhadap negara saya.

Jadi ketika beda pendapat dalam federasi, justru saya ingin menyadarkan federasi (PSSI) bahwa mereka tidak benar dengan melarang orang bermain di Timnas. Justru melarang orang bermain di Timnas, itulah yang tidak nasionalis dan itulah yang harus dipertanyakan pada mereka (PSSI). Karena untuk kepentingan satu kelompok, kenapa harus mengorbankan banyak orang dengan tidak boleh membela Timnas. Jadi sebenarnya siapa tidak nasioanlis? Saya atau mereka yang membuat kebijakan melarang orang membela Timnas? Ini harus jelas.

Setelah Anda tidak melatih Timnas, mengapa Anda menjatuhkan pilihan di Pelita Jaya?

Proses saya bergabung di Pelita sebenarnya cukup lama. Sebenarnya sebelum SEA Games pun, Pelita jaya, Persib dan Persija sudah mengontak saya. Ketiga klub tersebut intens menghubungi saya. Namun karena seiring waktu berjalan, saya akhirnya mendapat surat panggilan dari Timnas, dan mentah semua tawaran klub itu serta saya memilih Timnas.

Ketika selesai SEA-Games, tercetus keinginan saya untuk mundur dari Timnas. Tapi saya urungkan niat itu manakala melihat apresiasi masyarakat dan ekspetasi mereka terhadap Timnas U-23. Mereka ingin terus saya berlanjut melatih, makanya saya menyiapkan sebuah tim untuk melawan LA Galaxy. Tim ini gabungan dari Timnas U-23 dan Timnas Senior.

Namun ketika itu, salah seorang pemain saya dilarang oleh pengurus PSSI karena dia bermain di LSI. Tapi akhirnya Ketua Umum PSSI menyarankan saya dan boleh mengambil pemain dari LSI. saya pun panggil lagi pemain tersebut dan saya mainkan. Tapi tiga hari kemudian, pendirian Ketua Umum PSSI berubah lagi, dan juga melarang pemain LSI main di Timnas.

Oke kalau begitu, saya menunngu proses dan dalam rapat akan saya tanyakan. Kemudian ada rapat di Jenggla, dan saya tanyakan apakah pemain LSI bisa main di Timnas. Rapat memutusan tidak boleh. Ya sudah, malam itu juga saya mengundurkan diri.

Kemudian saya berkesimpulan saya harus mendapat pekerjaaan lagi di bidang sepabola atau sekolah. Di saat itu Pelita menawarkan pada saya untuk bergabung, di samping ada tiga klub lain yang juga minta bergabung. Tapi waktu itu pilihan saya tetap ingin sekolah dan tawaran empat klub itu saya pending.
hehe. Karena itu saya akhirnya putuskan bergabung dengan Pelita. Kepada Pelita saya juga katakan bahwa saya juga masih ingin sekolah, dan mereka tidak keberatan. Artinya ketemu keinginan saya dan keinginan Pelita.

Setelah bergabung dengan Pelita, bagaimana penilaian Anda terhadap Tim ini?
The Young Guns. Dan memang dari 25 orang pemain, separuhnya di-upgrade dari U-21. Ini sesuatu yang unik buat saya karena biasanya di dalam meng-handle pemain muda itu dibutuhkan waktu yang cukup panjang, sedangkan proses adaptasi juga berlangsung lama. Tapai kalau masuk Pelita saya dihadapkan pada situasi yang mudah beradaptasi. Adaptasi yang berjalan secara alami.

Makanya dala latihan pun, saya modifikasi metode latihan agar pemain dan saya tidak ada kecanggungan. Karena memang mengusir rasa canggung ini sangat susah. dan kalau ada rasa canngung akan berpengaruh pada ferpormance dan biasanya pemain tidak 100 persen mengaluarkan kemampuannya.

Anda tidak khawatir bergabungngya dengan Pelita akan dinilai politis mengingat pemilik Pelita Jaya adalah Grup Bakrie?

Saya selalu memposisikan diri sebagai profesional. Saya bisa melatih dimana saja. Saya dulu melatih di Persipura yang walikotanya, kalau tidak salah, orang Golkar. Saya juga melatih di Persija yang era itu dipimpin Bang Yos (Sutiyoso) yang mungkin independen. Saya juga melatih Sriwijaya FC saat gubernurnya Pak Syahrian Usman yang PAN, dan kini Alex Noerdin yang Golkar. Lalu saya balik ke Persija yang dimiliki pemerintah.

Artinya, saya tidak pernah melihat klub ini punya siapa atau klub ini di belakangnya ada siapa. Saya hanya melihat klub dan ingin memberikan kemampuan terbaik saya untuk mereka.

Soal politik, saya mungkin bodoh dan tidak mau berbicara satu hal yang tidak dimengerti. Saya hanya mampu sedikit bicara tentang sepakbola.

Bagaimana prediksi Anda terhadap perkembangan sepakbola nasional?
[ysa]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya