Berita

ilustrasi/ist

X-Files

Kasus Kemendiknas Tersangkanya Cuma Pembuat Komitmen

MINGGU, 05 FEBRUARI 2012 | 09:00 WIB

RMOL.Polisi belum mampu menuntaskan kasus korupsi pengadaan alat bantu belajar mengajar di Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2007. Dugaan keterlibatan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin pun belum disentuh. Polisi baru menyeret tersangka sekelas pejabat pembuat komitmen.

Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar mengatakan, penanganan dugaan korupsi di Kementerian Pendidikan Nasional masih ber­jalan. Upaya membongkar ka­sus yang diduga melibatkan Na­za­ruddin ini, dilaksanakan de­ngan memanggil saksi-saksi dan me­meriksa dokumen proyek.

Informasi terakhir, jumlah sak­si yang telah dimintai keterangan sekitar 70 orang. Para saksi ter­se­but berasal dari unsur pengu­sa­ha dan lingkungan pejabat Ke­menterian Pendidikan Nasional. Keterangan para saksi itu, lanjut Boy, masih diteliti penyidik Tipi­kor Bareskrim Polri.

 Analisis atas keterangan saksi-saksi, menurut dia, sebagian telah disampaikan kepada Kepala Bareskrim Komjen Sutarman dan Kapolri Jenderal Timur Pradopo. Akan tetapi, begitu disinggung berapa total dugaan kerugian ne­gara dalam kasus tersebut, Boy me­ngaku belum tahu.

Dia beralasan, angka kerugian negara dalam perkara ini masih di­hitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Akan tetapi, katanya, unsur ko­rupsi dalam kasus ini sangat jelas. Lantaran itu, polisi menetapkan dua tersangka kasus ini. Salah satu tersangka adalah Giri Sur­yatama yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen proyek tersebut.

Bekas Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya ini, menepis pe­nilaian bahwa kepolisian s­e­ngaja mengulur-ulur waktu dalam me­nangani kasus tersebut.

“Semua kami tangani secara kom­p­re­hen­sif. Kami bekerja optimal, tidak ada unsur kese­nga­ja­an  untuk menunda penuntasan per­kara,” kata bekas Kapoltabes Padang, Sumatera Barat ini

Direktur III Tipikor Bareskrim Polri Brigjen Noer Ali yang di­kon­firmasi seputar angka keru­gian negara dalam kasus ini pun tidak memberikan jawaban.

Sedangkan Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Djalal mengaku, pihaknya sudah beru­sa­ha optimal mendukung kepo­li­sian menuntaskan kasus ini. Apalagi, lanjutnya, Menteri Pen­didikan Nasional Muhammad Nuh telah menginstruksikan ja­ja­rannya untuk memberikan ke­saksian dan dokumen terkait pro­yek di Kementerian Pendidikan Nasional itu.

“Data, dokumen dan ke­te­rangan saksi dari Ke­men­dik­nas su­dah kami sampaikan ke ke­po­lisian,” katanya saat dihubungi Rakyat Merdeka.

Bahkan, Fasli juga sudah da­tang ke Mabes Polri untuk me­menuhi panggilan penyidik Ba­reskrim. Kendati begitu, Fasli menegaskan, statusnya bukan tersangka perkara dugaan ko­rupsi ini.

“Tidak ada perubahan. Saya berstatus saksi. Mudah-mudahan, informasi yang sudah saya sam­paikan ke kepolisian berman­faat,” katanya.

Fasli diperiksa sebagai saksi lantaran menjabat Direktur Jen­deral (Dirjen) Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kepen­di­di­kan Kementerian Pendidikan Na­sional pada tahun 2007, saat proyek bermodal sekitar Rp 142 miliar itu mulai bergulir.

Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi Sapto Prabowo enggan me­nanggapi lambannya pengusutan kasus tersebut di kepolisian. Dia hanya menyatakan, KPK juga menangani dugaan korupsi di Kementerian Pendidikan Nasio­nal. Akan tetapi, tahun angga­ran­nya berbeda.

Menjawab pertanyaan, apakah KPK akan mengambil alih per­kara yang ditangani kepolisian itu, Johan berharap, kepolisian yang lebih dulu menangani kasus ini bisa lebih dulu pula menye­le­sai­kan perkara tersebut.

Tak Hanya Kasus Suap Wisma Atlet

Muhammad Busyro Muqod­das saat masih menjabat Ketua KPK pernah menyampaikan, ­b­e­kas Bendahara Umum Partai De­mokrat Naza­rud­din bukan ha­nya diduga terllibat kasus suap pembangunan Wisma Atlet.

Nazar juga diduga terlibat ka­sus pengadaan alat bantu belajar mengajar di Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Ke­men­terian Pendidikan Nasional berbiaya Rp 142 miliar pada 2007 dan pada 2008. Kasus Kemen­dikas yang menyangkut tahun anggaran 2007 ditangani Polri. Perkara Kemendiknas yang me­nyangkut tahun anggaran 2008 ditangani KPK.

Menurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, proyek ini terdiri dari beberapa item, antara lain pengadaan alat la­boratorium multi media, pe­ngadaan alat laboratorium ICT (Information, Communication dan Technology), pengadaan alat perbengkelan, pengadaan kursi, serta pengadaan alat peraga bi­dang pertanian. Berbagai item proyek ini dikerjakan empat pe­ru­sahaan, yakni PT Mahkota Ne­gara, PT Anugrah Nusantara Ja­ya, PT Alfindo Nuratama Per­kasa dan PT Taruna Bakti Perkasa.

Menurut Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan Nasio­nal Wukir Ragil, proyek di Di­rek­torat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Ke­pen­di­dikan tahun anggaran 2007, ter­lambat berjalan. “Karena ang­ga­ran baru turun November, wak­tu­nya mepet, jadi pasti kena den­da,” katanya di Gedung Ke­men­dik­nas pada Selasa (5/7/2011).

Proyek bernilai sekitar Rp 142 miliar itu, lanjut Wukir, diadakan dengan menggunakan Anggaran Belanja Tambahan tahun 2007. Menurut dia, proses turunnya dana itu terbilang panjang, se­hing­ga itulah yang menyebabkan dikenakannya denda kepada pemenang tender karena proyek terlambat. Wukir melanjutkan, per­mintaan pengadaan itu tak se­penuhnya berada di tangan Ke­men­diknas. “Itu melalui DPR juga. Proses di DPR disetujui, baru dengan Kementerian Ke­uangan,” katanya.

Menurut Wukir, denda kepada perusahaan Nazaruddin sudah disetor ke kas negara. “Tapi me­reka tidak di-black list. Sanksi untuk pegawai kami juga sudah diberikan,” katanya.

Namun untuk angka denda yang diberikan, dirinya mengaku tidak mengetahui persis. KPK, kata Wukir, juga telah meminta sejumlah data proyek tersebut ke Kemendiknas. “Mereka minta data pemeriksaan 2008 untuk men­­c­ocokkan, apa yang kami pe­­riksa dan yang mereka perik­sa,” ucapnya.

Menurut Kabareskrim Komjen Sutarman, pihaknya telah me­ne­tap­kan dua tersangka perkara dugaan korupsi pengadaan alat bantu mengajar di Kemendiknas.

Kenapa Tidak Selesai-selesai

Sarifuddin Sudding, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding menilai, lambannya penanganan se­jum­lah kasus korupsi di kepolisian membuat citra Polri terpuruk.

“Masyarakat jadi bertanya-tanya, perkara dugaan korupsi di Kemendiknas ini sudah b­e­ra­pa lama ditangani kepolisian, kok tidak selesai-selesai,” ujar anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura ini.

Padahal, Sarifuddin mengi­ngat­kan, pada awal pengusutan kasus ini, Ito Sumardi yang saat itu menjabat Kepala Bareskrim Polri, meminta kepada KPK agar kepolisian diberi kesem­patan menuntaskan kasus ter­sebut. Nyatanya, hingga saat ini, kasus tersebut tak kunjung mengalami kemajuan yang signifikan.

Lantaran itu, Sarifuddin me­nyayangkan kepolisian yang tidak menunjukkan komit­men­nya menuntaskan kasus ter­se­but kepada masyarakat. “Ber­la­rut­nya pengusutan sebuah ka­sus, apalagi kasus korupsi, bisa menimbulkan multi tafsir dari masyarakat,” katanya.

Maka, lanjut Sarifuddin, ja­ngan salahkan jika masyarakat saat ini menilai kredibilitas Polri rendah. “Jika disebutkan be­lum selesainya laporan audit BPKP, semestinya kepolisian berkoordinasi lebih intensif dengan BPKP,” saran anggota Komisi Hukum DPR ini.

Koordinasi itu ditujukan su­paya total kerugian negara da­lam kasus ini lebih cepat ter­ungkap. Sehingga, siapa saja yang diduga terlibat pe­nyim­pangan bisa se­gera dimintai pertanggung­jaw­a­ban secara hukum.

Sarifuddin menambahkan, kecepatan dan kecermatan Polri menuntaskan perkara,  akan berdampak terhadap keper­ca­yaan masyarakat. “Anarkisme dimana-mana mengin­di­ka­si­kan ketidakpercayaan mas­y­a­ra­kat sangat tinggi,” tuturnya.

Ketidakpercayaan itu, me­nurutnya, bisa dihindari jika Polri mampu menunjukkan pres­tasi menyelesaikan perkara korupsi secara cepat dan tepat. Sebagai penegak hukum, Pol­ri hendaknya bisa men­jalankan peran dan fungsinya secara optimal.

Yang Utama Adalah Kemauan Tuntaskan Kasus

Neta S Pane, Ketua Presidium IPW

Ketua Presidium LSM Indo­nesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai,  kecepatan Pol­ri dalam menyelesaikan per­ka­ra-perkara korupsi besar melorot.

Lantaran itu, dia berharap, ke­munduran prestasi kepoli­sian menindaklanjuti kasus-kasus korupsi hendaknya bisa segera diatasi. “Mesti ada pe­mikiran atau terobosan yang dapat me­ning­­katkan kinerja Polri,” ujarnya.

Sejatinya, menurut Neta, per­soalan utama untuk menun­tas­kan kasus korupsi adalah ke­mauan. Ada atau tidaknya ke­mau­an, kata dia, jadi penentu ber­hasil atau tidaknya me­nuntaskan perkara korupsi. De­ngan begitu, kurangnya per­sonel ­atau minimnya anggaran hendaknya tidak dijadikan alasan lambannya penanganan kasus korupsi. “Kalau anggaran besar, tapi tidak ada kemauan, itu justru berbahaya,” ucapnya.

Selain faktor kemauan, me­nurutnya, penempatan personel yang tepat akan menentukan keberhasilan Polri meraih ke­per­cayaan masyarakat. Dia men­contohkan, seseorang yang mempunyai kemampuan re­serse, seyogyanya diberi ruang yang pas. Bukan malah ditem­patkan di pos yang tidak sesuai kemampuannya. “Ditempatkan di Satuan Lalulintas atau lain­nya,” ujarnya

Dia menambahkan, minim­nya sumber daya manusia yang handal di kepolisian juga mesti segera diatasi pimpinan Polri. Jika tidak, kepercayaan ma­sya­rakat kepada kepolisian akan terus tergerus.

Bun­tut­nya, po­li­tisisasi pe­nanganan ka­sus mu­dah masuk ke kepolisian. Hal ini membuat Polri terkotak-ko­tak, sehingga di­kendalikan ke­pentingan po­litik besar. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya