ilustrasi/ist
ilustrasi/ist
RMOL.Polisi belum mampu menuntaskan kasus korupsi pengadaan alat bantu belajar mengajar di Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2007. Dugaan keterlibatan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin pun belum disentuh. Polisi baru menyeret tersangka sekelas pejabat pembuat komitmen.
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar mengatakan, penanganan dugaan korupsi di Kementerian Pendidikan Nasional masih berÂjalan. Upaya membongkar kaÂsus yang diduga melibatkan NaÂzaÂruddin ini, dilaksanakan deÂngan memanggil saksi-saksi dan meÂmeriksa dokumen proyek.
Informasi terakhir, jumlah sakÂsi yang telah dimintai keterangan sekitar 70 orang. Para saksi terÂseÂbut berasal dari unsur penguÂsaÂha dan lingkungan pejabat KeÂmenterian Pendidikan Nasional. Keterangan para saksi itu, lanjut Boy, masih diteliti penyidik TipiÂkor Bareskrim Polri.
Analisis atas keterangan saksi-saksi, menurut dia, sebagian telah disampaikan kepada Kepala Bareskrim Komjen Sutarman dan Kapolri Jenderal Timur Pradopo. Akan tetapi, begitu disinggung berapa total dugaan kerugian neÂgara dalam kasus tersebut, Boy meÂngaku belum tahu.
Dia beralasan, angka kerugian negara dalam perkara ini masih diÂhitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Akan tetapi, katanya, unsur koÂrupsi dalam kasus ini sangat jelas. Lantaran itu, polisi menetapkan dua tersangka kasus ini. Salah satu tersangka adalah Giri SurÂyatama yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen proyek tersebut.
Bekas Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya ini, menepis peÂnilaian bahwa kepolisian sÂeÂngaja mengulur-ulur waktu dalam meÂnangani kasus tersebut.
“Semua kami tangani secara komÂpÂreÂhenÂsif. Kami bekerja optimal, tidak ada unsur keseÂngaÂjaÂan untuk menunda penuntasan perÂkara,†kata bekas Kapoltabes Padang, Sumatera Barat ini
Direktur III Tipikor Bareskrim Polri Brigjen Noer Ali yang diÂkonÂfirmasi seputar angka keruÂgian negara dalam kasus ini pun tidak memberikan jawaban.
Sedangkan Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Djalal mengaku, pihaknya sudah beruÂsaÂha optimal mendukung kepoÂliÂsian menuntaskan kasus ini. Apalagi, lanjutnya, Menteri PenÂdidikan Nasional Muhammad Nuh telah menginstruksikan jaÂjaÂrannya untuk memberikan keÂsaksian dan dokumen terkait proÂyek di Kementerian Pendidikan Nasional itu.
“Data, dokumen dan keÂteÂrangan saksi dari KeÂmenÂdikÂnas suÂdah kami sampaikan ke keÂpoÂlisian,†katanya saat dihubungi Rakyat Merdeka.
Bahkan, Fasli juga sudah daÂtang ke Mabes Polri untuk meÂmenuhi panggilan penyidik BaÂreskrim. Kendati begitu, Fasli menegaskan, statusnya bukan tersangka perkara dugaan koÂrupsi ini.
“Tidak ada perubahan. Saya berstatus saksi. Mudah-mudahan, informasi yang sudah saya samÂpaikan ke kepolisian bermanÂfaat,†katanya.
Fasli diperiksa sebagai saksi lantaran menjabat Direktur JenÂderal (Dirjen) Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga KepenÂdiÂdiÂkan Kementerian Pendidikan NaÂsional pada tahun 2007, saat proyek bermodal sekitar Rp 142 miliar itu mulai bergulir.
Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi Sapto Prabowo enggan meÂnanggapi lambannya pengusutan kasus tersebut di kepolisian. Dia hanya menyatakan, KPK juga menangani dugaan korupsi di Kementerian Pendidikan NasioÂnal. Akan tetapi, tahun anggaÂranÂnya berbeda.
Menjawab pertanyaan, apakah KPK akan mengambil alih perÂkara yang ditangani kepolisian itu, Johan berharap, kepolisian yang lebih dulu menangani kasus ini bisa lebih dulu pula menyeÂleÂsaiÂkan perkara tersebut.
Tak Hanya Kasus Suap Wisma Atlet
Muhammad Busyro MuqodÂdas saat masih menjabat Ketua KPK pernah menyampaikan, ÂbÂeÂkas Bendahara Umum Partai DeÂmokrat NazaÂrudÂdin bukan haÂnya diduga terllibat kasus suap pembangunan Wisma Atlet.
Nazar juga diduga terlibat kaÂsus pengadaan alat bantu belajar mengajar di Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan KeÂmenÂterian Pendidikan Nasional berbiaya Rp 142 miliar pada 2007 dan pada 2008. Kasus KemenÂdikas yang menyangkut tahun anggaran 2007 ditangani Polri. Perkara Kemendiknas yang meÂnyangkut tahun anggaran 2008 ditangani KPK.
Menurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, proyek ini terdiri dari beberapa item, antara lain pengadaan alat laÂboratorium multi media, peÂngadaan alat laboratorium ICT (Information, Communication dan Technology), pengadaan alat perbengkelan, pengadaan kursi, serta pengadaan alat peraga biÂdang pertanian. Berbagai item proyek ini dikerjakan empat peÂruÂsahaan, yakni PT Mahkota NeÂgara, PT Anugrah Nusantara JaÂya, PT Alfindo Nuratama PerÂkasa dan PT Taruna Bakti Perkasa.
Menurut Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan NasioÂnal Wukir Ragil, proyek di DiÂrekÂtorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga KeÂpenÂdiÂdikan tahun anggaran 2007, terÂlambat berjalan. “Karena angÂgaÂran baru turun November, wakÂtuÂnya mepet, jadi pasti kena denÂda,†katanya di Gedung KeÂmenÂdikÂnas pada Selasa (5/7/2011).
Proyek bernilai sekitar Rp 142 miliar itu, lanjut Wukir, diadakan dengan menggunakan Anggaran Belanja Tambahan tahun 2007. Menurut dia, proses turunnya dana itu terbilang panjang, seÂhingÂga itulah yang menyebabkan dikenakannya denda kepada pemenang tender karena proyek terlambat. Wukir melanjutkan, perÂmintaan pengadaan itu tak seÂpenuhnya berada di tangan KeÂmenÂdiknas. “Itu melalui DPR juga. Proses di DPR disetujui, baru dengan Kementerian KeÂuangan,†katanya.
Menurut Wukir, denda kepada perusahaan Nazaruddin sudah disetor ke kas negara. “Tapi meÂreka tidak di-black list. Sanksi untuk pegawai kami juga sudah diberikan,†katanya.
Namun untuk angka denda yang diberikan, dirinya mengaku tidak mengetahui persis. KPK, kata Wukir, juga telah meminta sejumlah data proyek tersebut ke Kemendiknas. “Mereka minta data pemeriksaan 2008 untuk menÂÂcÂocokkan, apa yang kami peÂÂriksa dan yang mereka perikÂsa,†ucapnya.
Menurut Kabareskrim Komjen Sutarman, pihaknya telah meÂneÂtapÂkan dua tersangka perkara dugaan korupsi pengadaan alat bantu mengajar di Kemendiknas.
Kenapa Tidak Selesai-selesai
Sarifuddin Sudding, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding menilai, lambannya penanganan seÂjumÂlah kasus korupsi di kepolisian membuat citra Polri terpuruk.
“Masyarakat jadi bertanya-tanya, perkara dugaan korupsi di Kemendiknas ini sudah bÂeÂraÂpa lama ditangani kepolisian, kok tidak selesai-selesai,†ujar anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura ini.
Padahal, Sarifuddin mengiÂngatÂkan, pada awal pengusutan kasus ini, Ito Sumardi yang saat itu menjabat Kepala Bareskrim Polri, meminta kepada KPK agar kepolisian diberi kesemÂpatan menuntaskan kasus terÂsebut. Nyatanya, hingga saat ini, kasus tersebut tak kunjung mengalami kemajuan yang signifikan.
Lantaran itu, Sarifuddin meÂnyayangkan kepolisian yang tidak menunjukkan komitÂmenÂnya menuntaskan kasus terÂseÂbut kepada masyarakat. “BerÂlaÂrutÂnya pengusutan sebuah kaÂsus, apalagi kasus korupsi, bisa menimbulkan multi tafsir dari masyarakat,†katanya.
Maka, lanjut Sarifuddin, jaÂngan salahkan jika masyarakat saat ini menilai kredibilitas Polri rendah. “Jika disebutkan beÂlum selesainya laporan audit BPKP, semestinya kepolisian berkoordinasi lebih intensif dengan BPKP,†saran anggota Komisi Hukum DPR ini.
Koordinasi itu ditujukan suÂpaya total kerugian negara daÂlam kasus ini lebih cepat terÂungkap. Sehingga, siapa saja yang diduga terlibat peÂnyimÂpangan bisa seÂgera dimintai pertanggungÂjawÂaÂban secara hukum.
Sarifuddin menambahkan, kecepatan dan kecermatan Polri menuntaskan perkara, akan berdampak terhadap keperÂcaÂyaan masyarakat. “Anarkisme dimana-mana menginÂdiÂkaÂsiÂkan ketidakpercayaan masÂyÂaÂraÂkat sangat tinggi,†tuturnya.
Ketidakpercayaan itu, meÂnurutnya, bisa dihindari jika Polri mampu menunjukkan presÂtasi menyelesaikan perkara korupsi secara cepat dan tepat. Sebagai penegak hukum, PolÂri hendaknya bisa menÂjalankan peran dan fungsinya secara optimal.
Yang Utama Adalah Kemauan Tuntaskan Kasus
Neta S Pane, Ketua Presidium IPW
Ketua Presidium LSM IndoÂnesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai, kecepatan PolÂri dalam menyelesaikan perÂkaÂra-perkara korupsi besar melorot.
Lantaran itu, dia berharap, keÂmunduran prestasi kepoliÂsian menindaklanjuti kasus-kasus korupsi hendaknya bisa segera diatasi. “Mesti ada peÂmikiran atau terobosan yang dapat meÂningÂÂkatkan kinerja Polri,†ujarnya.
Sejatinya, menurut Neta, perÂsoalan utama untuk menunÂtasÂkan kasus korupsi adalah keÂmauan. Ada atau tidaknya keÂmauÂan, kata dia, jadi penentu berÂhasil atau tidaknya meÂnuntaskan perkara korupsi. DeÂngan begitu, kurangnya perÂsonel Âatau minimnya anggaran hendaknya tidak dijadikan alasan lambannya penanganan kasus korupsi. “Kalau anggaran besar, tapi tidak ada kemauan, itu justru berbahaya,†ucapnya.
Selain faktor kemauan, meÂnurutnya, penempatan personel yang tepat akan menentukan keberhasilan Polri meraih keÂperÂcayaan masyarakat. Dia menÂcontohkan, seseorang yang mempunyai kemampuan reÂserse, seyogyanya diberi ruang yang pas. Bukan malah ditemÂpatkan di pos yang tidak sesuai kemampuannya. “Ditempatkan di Satuan Lalulintas atau lainÂnya,†ujarnya
Dia menambahkan, minimÂnya sumber daya manusia yang handal di kepolisian juga mesti segera diatasi pimpinan Polri. Jika tidak, kepercayaan maÂsyaÂrakat kepada kepolisian akan terus tergerus.
BunÂtutÂnya, poÂliÂtisisasi peÂnanganan kaÂsus muÂdah masuk ke kepolisian. Hal ini membuat Polri terkotak-koÂtak, sehingga diÂkendalikan keÂpentingan poÂlitik besar. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30