Berita

ilustrasi

X-Files

Kasus Pencurian Pulsa Semakin Tidak Jelas

Belum Ada Tersangka, Pelapor Cabut Laporan
SABTU, 04 FEBRUARI 2012 | 10:24 WIB

RMOL. Kasus pencurian pulsa yang diduga merugikan masyarakat luas, semakin tak jelas juntrungannya. Bareskrim Polri tak berani tetapkan tersangka, sementara salah seorang pelapor, Feri Kuntoro menarik laporannya.

Kuasa hukum Feri, Didit Wi­ja­yanto beralasan, kliennya men­cabut laporan karena ada niat baik perusahaan content provider, PT Colibri Network (CN) yang se­mula diduga mencuri pulsa Feri. Menurut Didit, Feri maupun PT CN sama-sama mengaku khilaf dan bermufakat mencabut lapo­ran masing-masing.

Kendati begitu, Didit mem­bantah bahwa kliennya menerima imbalan besar dari PT Colibri, sehingga mau mencabut laporan tersebut. “Tidak semua upaya per­damaian harus dengan uang,” ke­litnya, saat dihubungi, kemarin.

Didit pun beralasan, laporan kliennya itu laporan perdata. Me­nurutnya, pencabutan laporan per­data itu dilatari kelelahan klien­nya menghadapi kasus ter­sebut. Feri, katanya, ingin proses perkara ini cepat selesai.

Didit bercerita, upaya damai ber­awal saat pihak PT CN me­nga­jak Feri untuk bertemu. Per­temuan sedianya dilaksanakan di sebuah kafe di Jakarta Selatan. Akan tetapi, lanjutnya, Feri me­nolak. Feri meminta perwakilan PT CN bertemu di rumahnya saja.

Dalam pertemuan itu, menurut Didit, pihak Colibri meminta maaf dan sepakat saling men­ca­but laporan. Atas dasar itu, pada Jumat (27/1), Feri mencabut la­po­ran di Bareskrim Polri dan PT Colibri mencabut laporan pence­ma­ran nama baik di Polres Ja­karta Selatan.

“Kami memaafkan dan men­cabut tuntutan perdata di Ma­bes Polri. Mereka juga menc­a­but la­porannya terhadap Feri di Polres Jakarta Selatan,” katanya.

Perdamaian tersebut diamini kuasa hukum PT Colibri Net­work, John K Azis. Menurut dia, dasar perdamaian dilatari ke­khi­lafan kedua pihak. Dia juga me­nyangkal memberikan uang ke­pada Feri untuk mencabut lapo­ran tersebut. “Tidak ada itu,” akunya.

Kendati Feri sudah mencabut laporan yang diklaim pengaca­ra­nya sebagai laporan perdata, Ka­bagpenum Polri Kombes Boy Rafli Amar mengaku, kepolisian tetap menindaklanjuti kasus pen­curian pulsa ini secara pidana. “Prosesnya tetap lanjut,” kata bekas Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya ini, kemarin.

Soalnya, menurut Boy, kasus pencurian pulsa tidak masuk ka­tegori delik aduan. Dengan sen­dirinya, pencabutan laporan, ti­dak bisa menggugurkan proses hukum pada kasus tersebut. Apalagi, yang melaporkan kasus ini bukan hanya Feri. “Tapi, ada atau tidak ada laporan, polisi bisa menindaklanjuti perkara yang diduga merugikan masyarakat ini,” kata dia.

Hal senada dikemukakan Da­vid Tobing, bekas kuasa hukum Feri. Menurut David, tindak pi­dana dalam kasus ini tidak gugur akibat pencabutan laporan terse­but. “Ini bukan delik aduan, se­hingga prosesnya tidak bisa di­hentikan begitu saja,” tandasnya.

David mengaku tidak diberi tahu sama sekali saat Feri ber­upa­ya mencabut laporan tersebut. Soalnya, surat kuasa pen­da­mpi­ngan hukumnya sudah dicabut Feri pada awal Januari lalu. Sejak saat itu, dia tidak lagi men­dam­pingi Feri.

Namun, David menyatakan tetap mendorong kepolisian me­ngusut skandal ini sampai tuntas. Soalnya, dia juga merasa menjadi korban permainan mafia pulsa. “Apalagi, masih banyak masya­rakat yang menjadi korban dan tetap ingin kasus ini diusut sam­pai tuntas,” katanya, kemarin.

 Hal senada disampaikan kor­ban sekaligus pelapor lain kasus pencurian pulsa konsumen, yakni Hendri Kurniawan. Dia menga­takan tidak akan mencabut la­po­rannya. “Saya akan maju terus,” tegasnya.

Hendri pun menyayangkan si­kap Feri. Tapi, dia mengaku tidak bisa berbuat banyak lantaran hal itu adalah hak Feri. “Saya kecewa dengan Pak Ferry. Saya setengah tidak percaya, karena dari awal dia mendorong saya,” kata pria yang sempat dikeroyok sejumlah orang tak dikenal setelah me­laporkan kasus pencurian pulsa ke kepolisian.

Dia pun berharap, kepolisian dapat menuntaskan kasus ini tan­pa pandang bulu. Dalam pe­na­nganan kasus ini, polisi sedi­kit­nya sudah memeriksa 30 saksi. Jajaran Cyber Crime juga tengah mengembangkan perkara ter­se­but. Namun, hingga kemarin, Bareskrim Polri tak kunjung me­netapkan tersangka kasus yang diduga merugikan masyarakat se­cara luas ini.

REKA ULANG

Dari Grapari Telkomsel Hingga Polda Metro Jaya

Kasus pencurian pulsa antara lain dilaporkan konsumen ber­nama Feri Kuntoro. Dia mengadu ke Markas Polda Metro Jaya pada 4 Oktober 2011.

Feri merasa dirugikan karena harus membayar tagihan pasca ba­yar hingga ratusan ribu rupiah setelah registrasi undian berha­diah melalui SMS premium ke nomor 9133. Registrasi itu di­du­ga men­jerat Feri. Dia sering me­nerima SMS berupa informasi seputar artis dan nada dering. Se­tiap kali me­ne­rima SMS dari no­mor itu, pulsa Feri terpotong tan­pa persetujuan.

Feri mengaku telah berusaha menghentikan layanan SMS de­ngan mengetik unreg dan mengi­rimkannya ke nomor tersebut. Namun, usahanya itu selalu gagal dan ia hanya mendapat jawaban “Maaf, sistem sedang berma­sa­lah, silakan ulangi lagi”.

Lantaran te­rus-menerus men­dapatkan ja­waban senada, Feri kemudian me­ngadukan masalah ini ke Grapari Telkomsel di Gam­bir, Jakarta Pusat. Namun, kata dia, jawaban petugas di sana ku­rang memuaskan. Akhirnya, Feri melaporkan kasus tersebut ke Markas Polda Metro Jaya. Kasus tersebut kemudian diambil alih Mabes Polri.

Belakangan, Feri menyatakan keberatan atas tudingan pihak PT Colibri Networks, bahwa dirinya mencari keuntungan dalam per­kara tersebut. Feri justru merasa banyak dirugikan dalam kasus ini. “Kalau dibilang saya cari ke­untungan ekonomi, apa yang saya dapat. Apa untungnya buat saya,” katanya pada 12 Januari lalu.

Feri mengaku justru dirinya se­dang susah. “Gaji saya berapa sih. Saya ini hanya karyawan swas­ta,” lanjutnya.

Feri juga membantah pernya­ta­an Direktur Utama PT Colibri Networks, HB Nafing yang me­ngaku mencoba bermusyawarah dengannya. Menurut Feri, dia tidak pernah diklarifikasi pihak Colibri sejak kasus itu mencuat.

“Saya tidak pernah dihubungi, le­wat pengacara maupun lewat saya pribadi. Bagaimana mau mu­sya­warah? Mereka tidak pernah ko­munikasi dengan saya,” tegasnya.

Feri pun menyatakan tidak pernah mengetahui bahwa 9133 yang ia laporkan ke polisi adalah produk Colibri. Ia mengaku baru mengetahui Colibri setelah ada se­rangan balik terhadapnya.

“Saya keberatan dengan tudingan itu. Ka­rena tudingan itu tidak benar, dan tidak pernah ada mu­syawarah dengan saya. Saya ti­dak tahu itu pu­nya Colibri. Ma­lah setelah saya la­por, justru dila­por­kan balik,” kata pengguna nomor Telkomsel ini.

Nyatanya, Feri kini sudah ber­damai dengan pihak yang dulu di­laporkannya.

Sedangkan General Manager Corporate Communi­cation Tel­ko­m­sel Ricardo Indra meng­hor­mati penanganan kasus ini di ke­poli­si­an.

Tak Boleh Lukai  Rasa Keadilan  Masyarakat

Anhar Nasution, Ketua LBH Fakta

Ketua Lembaga Bantuan Hu­kum (LBH) Fakta Anhar Na­sution berpendapat, perda­maian dalam sengketa perkara meru­pa­kan hal yang lumrah. Akan tetapi, katanya, upaya per­damaian mesti disikapi se­cara cermat.

“Jangan sampai kesepakatan perdamaian menciderai rasa keadilan masyarakat. Jangan dijadikan kesempatan untuk mendapat keuntungan diantara kedua belah pihak,” kata bekas anggota Komisi III DPR ini, kemarin.

Pertimbangan hukum, me­nu­rut Anhar, hendaknya menjadi hal utama sebelum terjadi per­da­maian. Selain tidak boleh me­lukai rasa keadilan masya­rakat, perdamaian tidak semata-mata bisa menggugurkan per­kara pidana yang sudah ber­gulir. Soal­nya, kasus pencurian pulsa tidak masuk kategori delik aduan.

Lantaran itu, lanjut dia, polisi maupun penegak hukum lain bisa terus memproses perkara ter­sebut meski laporannya su­dah dicabut pihak pelapor atau korban. “Aparat hukum tetap bisa masuk ke proses penye­li­dikan dan penyidikan tanpa ada laporan,” ujarnya.

Dengan begitu, kata Anhar, pe­negak hukum wajib menye­lesaikan dugaan tindak pidana dalam perkara ini. Apalagi, masyarakat luas diduga menjadi korban per /0kara tersebut. “Jika dihitung angka kerugian per individu­nya, memang kecil. Tapi kalau dihitung secara aku­mulatif, ten­tu angka kerugian ma­syarakat menjadi sangat fan­tastis,” tegasnya.

Lantaran itu, dia meminta proses perdamaian antara kedua pihak yang berseteru dalam perkara ini, menjadi perhatian Panitia Kerja (Panja) Pencurian Pulsa di DPR. Soalnya, selain ditangani kepolisian, kasus ini juga disorot DPR.

“Bagaimana nasib rekomen­dasi Panja jika setelah per­da­maian ini, kasus tersebut men­jadi mandeg. Tentu, apa-apa yang diupayakan selama ini men­­jadi sia-sia,” tuturnya.

Perdamaian Bukan Berarti Kasus Selesai

Nudirman Munir, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir menyatakan, pencabutan laporan bukan ba­rang baru dalam proses hukum di Indonesia.

Selama dianggap memenuhi azas keadilan dan konstitusi, menurut dia, upaya perdamaian sah-sah saja. “Upaya perda­maian atau pencabutan laporan itu tidak bisa dikatakan salah,” ujar anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini.

Tapi, Nudirman mengi­ngat­kan, proses damai hendaknya tidak dilatari ancaman pihak tertentu kepada pihak lainnya. Melainkan, kesepakatan pihak-pihak yang berseteru saja.

Ken­dati begitu, kata dia, pen­ca­bu­tan laporan dalam kasus pen­curian pulsa tidak bisa lang­sung diartikan bahwa kasus ini sudah selesai.

Nudirman juga berpan­da­ngan, kepolisian tidak bisa me­nutup perkara pencurian pulsa, karena selain masih ada pelapor lain, kasus tersebut tidak ter­masuk kategori delik aduan. “Proses atau pengusutan kasus ini semestinya tetap berjalan,” tandas politisi berlatar belakang pengacara ini.

Dia pun meminta kepolisian mem­percepat pengusutan kasus tersebut. Kendala-kendala da­lam pengusutan kasus ini, se­perti yang disampaikan pihak kepolisian kepada Komisi III DPR, hendaknya dicarikan solusi bersama.

Nudirman berharap, koor­di­nasi Polri dan Panja di Komisi I DPR menjadi modal untuk me­ngusut perkara tersebut sam­pai tuntas. Sebagai mitra kerja, dia pun meminta kepo­li­si­an mampu menjawab keinginan masyarakat agar menuntaskan kasus ini. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya