ilustrasi
ilustrasi
RMOL. Penerapan Perda DKI Jakarta 11/2011 tentang Pajak Restoran terhadap pedagang warung tegal atau warteg sangat tidak manusiawi dan tidak etis. Besaran pajak 10 persen bagi pedagang warteg yang omzetnya Rp540.000 sehari atau Rp200 juta setahun terlalu memberatkan.
Hal itu dikemukakan Sekretaris Fraksi PPP Muhammad Arwani Thomafi pagi ini (Jumat, 3/2).
"Apalagi, beban pajak tersebut akan dikenakan kepada konsumen. Orang yang makan di warteg adalah kebanyakan berpenghasilan pas-pasan. Pilihan makan di warteg karena harga sangat-sangat terjangkau. Masa orang lapar dikenai pajak, ini sangat keterlaluan," ungkapnya.
Alasan Pemerintah Provinsi DKI menggenjot Pendapatan Asli Daerah atau PAD dari sektor pajak makanan tidak boleh mengorbankan pedagang warteg. Kalau restoran dikenai pajak memang sangat layak karena yang makan di sana kalangan mampu. Karena itu PPP mendukung langkah Koperasi Warung Tegal (Kowarteg) yang mengajukan uji materi terhadap Perda tersebut.
"Kami harapkan MA menghasilkan keputusan yang berpihak pada kepentingan rakyat kecil," tandas politisi muda yang saat ini duduk di Komisi V DPR tersebut. [zul]
Populer
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29
UPDATE
Rabu, 24 Desember 2025 | 00:10
Rabu, 24 Desember 2025 | 00:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 23:51
Selasa, 23 Desember 2025 | 23:40
Selasa, 23 Desember 2025 | 23:26
Selasa, 23 Desember 2025 | 23:07
Selasa, 23 Desember 2025 | 23:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 22:54
Selasa, 23 Desember 2025 | 22:31
Selasa, 23 Desember 2025 | 22:10