RMOL. Bukan sekali dua kali Indra J Piliang mengeluarkan pernyataan blunder terkait Partai Golkar. Kali ini, pernyataan Indra yang kontra-produktif ini adalah terkait calon presiden (Capres).
Ada tiga premis pernyataan Indra yang kontra-produktif tersebut. Pertama, Indra sudah berbicara soal Capres. Kedua, Indra mengatakan bila popularitas Ketua Umum Aburizal Bakrie tinggi namun elektablitasnya minim, maka Partai Golkar belum tentu mencalonkan Aburizal Bakrie. Ketiga, kata Indra, Aburizal Bakrie tidak terlalu ngotot untuk maju menjadi Capres.
Tiga pernyataan Indra ini dikecam oleh sesama fungsionaris di Balitbang DPP Golkar. Salah seorang Ketua Balitbang Golkar, Andi Sinulingga, mengatakan bahwa Indra tidak terampil membedakan, mana dirinya dan mana partai. Pernyataan Indra lebih mencerminkan sebuah prilaku kejiwaan yang merasa bahwa dirinya sangat powerfull untuk menentukan kebijakan politik di Partai Golkar.
"Ini orang terlalu syur dengan dirinya sendiri dan tidak matang dalam berpolitik," tegas Andi Sinulingga kepada
Rakyat Merdeka Online (Rabu, 24/1).
Kesalahan Indra kedua, lanjut Andi, Indra telah melanggar konsensus Partai Golkar yang dirumuskan dalam Peraturan Organisasi, dimana Golkar sudah memutuskan bahwa tahun pertama pasca Munas adalah tahun konsolidasi, tahun kedua adalah tahun kaderisasi, dan tahun ketiga atau saat ini adalah tahun kekaryaan. Karena itu Indra tidak layak bicara Capres saat ini, sebab partai Golkar sedang fokus berupaya melakukan kerja nyata untuk rakyat. "Bagaimana mau bicara capres kalau Partai Golkar sendiri tidak signifikan didukung oleh rakyat nantinya, jadi kita kerja dululah untuk partai," tegas Andi
Kesalahan Indra ketiga, masih kata Andi, terkait pernyataan bahwa Partai Golkar tidak akan mencalonkan Aburizal Bakrie bila angka elektablitas Ical, panggilan Aburizal Bakrie, minim atau kurang dari 20 persen. Kata Andi, Indra tidak punya kapasitas untuk bicara mengatasnamakan Golkar. Betul bahwa Indra salah seorang fungsionaris Golkar, namun keputusan Partai Golkar ditetapkan berdasarkan rapat banyak orang di dalam kepengurusan partai, bukan berdasarkan keinginan Indra sendiri. "Dari mana Indra bisa memastikan bahwa kalau elektabilitas Aburizal tidak sampai 20 persen, kemudian Partai Golkar tidak akan mencalonkan pak Aburizal sebagai capres? Indra sudah terlalu maju melampaui kewenangan dan kapasitasnya," ungkap Andi.
Kesalahan Indra keempat, lanjut Andi, adalah mengatakan bahwa Aburizal Bakrie tidak terlalu ngotot untuk maju menjadi Capres. Andi heran, sejak kapan dan dengan kapasitas apa Indra berbicara mengatasnamakan Aburizal Bakrie. Sebab yang tahu apakah Aburizal Bakrie ngotot atau tidak hanyalah dirinya sendiri.
"Bila mau mendapat perhatian dari Pak Ical, bukan dengan cara itu caranya," tegas Andi.
Kelima, masih kata Andi, Indra tidak tahu posisinya sendiri. Sebagai Balitbang Golkar seharusnya Indra bekerja mendalami dan meneliti berbagai hambatan dan tantangan Partai Golkar untuk menghadapi Pemilu dan Pilpres. Kemudian, sebagai Balitbang, Indra memberi masukan dan serangkaian rekomendasi untuk mengatasi masalah yang ditemukan. Rekomendasi tersebut cukup disampaikan kepada internal Golkar, bukan cuap-cuap di luar.
Di luar itu, lanjut Andi, Indra salah kaprah bila berpolemik dengan sesama kader Partai dengan menggunakan tenaga dari luar. Saat Wasekjen DPP Golkar Lalu Mara Satria Wangsa mengingatkan Indra untuk fokus bekerja dan tidak bicara dulu Capres, Indra menyerang Lalu Mara dengan menggunakan mulut Direktur Eksekutif Cyrus Network Hasan Nasbi.
"Saya memahami ini karena solidaritas pertemanan antara Indra dan Hasan Nasbi dan juga kerjasama saling menguntungkan diantara keduanya. Indra memerlukan vitamin pembelaan dari luar, dan Hasan Nasbi memanfaatkan masalah ini untuk mempromosikan diri di publik. Namanya juga usaha. Hanya saja, kalau Indra ingin menunjukkan bahwa dirinya hebat, pakailah orang dan lembaga yang kredibel untuk membela dirinya dari luar, jangan pakai orang dan lembaga yang kita tidak tahu jelas asal-usul dan kredibilitasnya. Prilaku Indra ini semakin membuktikan ia tidak matang dalam berpolitik," tegas Andi.
Andi menyoroti omongan Direktur Eksekutif Cyrus Network Hasan Nasbi yang mengatakan bahwa Golkar memiliki dua karakter politisi muda yaitu Lalu Mara yang mewakili kader partai bermuka manis yang selalu ingin memberi rasa optimistis sedangkan Indra mewakili cara pandang orang Golkar yang realistis. "Kita ini hidup harus bermuka manis sama siapa saja, apalagi sama pemimpin, tapi soal prinsip dan kebebasan menyatakan pendapat di hadapan pemimpin itu harus, tapi jangan kebablasan seperti Indra," tegas Andi.
[ysa]