Berita

BPOM

X-Files

Ada Apa Nih, Sidang Kasus BPOM Molor

Rencananya Digelar Sebelum Tahun Baru 2012
RABU, 04 JANUARI 2012 | 09:20 WIB

RMOL. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Noor Rochmad pernah menyatakan, tersangka kasus pengadaan alat laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM bakal dibawa ke persidangan sebelum tahun baru 2012. Nyatanya, mereka yang disangka terlibat perkara ini, belum disidang hingga tahun berganti.

Noor beralasan, Kejaksaan Agung baru dapat laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pem­bangunan (BPKP) mengenai kerugian negara dalam kasus ini pada akhir Desember 2011. Se­hingga, tidak bisa membawa ka­sus tersebut ke tahap penuntutan se­belum tahun baru. Soalnya, wak­tunya terlalu mepet.  

Dia menjelaskan, berdasarkan hasil penghitungan BPKP, nilai kerugian negara dalam perkara ini sekitar Rp 12,6 miliar. Pers­is­nya sebesar Rp 12. 665. 816. 339. “Kepastiannya baru datang minggu ini,” katanya kepada Rak­­yat Mer­deka di sela-sela jum­­pa pers me­ngenai laporan kinerja Kejagung tahun 2011 pada akhir Desember lalu.

Menurutnya, data dari BPKP ter­sebut merupakan faktor pen­ting bagi pelengkapan berkas para tersangka untuk di­lim­pahkan ke proses penuntutan. “Data itu baru dimasukkan ke ber­kas tahap I,” ujarnya.

Sebelumnya, Noor mengata­kan, Kejaksaan Agung akan mem­bawa para tersangka kasus ini ke pengadilan sebelum tahun baru. Namun, pentingnya me­nung­gu data kerugian negara dari BPKP itu, menyebabkan pe­nun­daan hingga Januari. “Setelah di­masukkan berkasnya, tentu akan semakin cepat naik ke penun­tu­tan,” ujarnya ketika dikonfirmasi lagi pada Senin (2/1).

Kendati begitu, Noor mem­ban­tah persidangan kasus tersebut molor. “Yang jelas, hasil audit ke­rugian negara sudah ada. Se­ce­patnya ke penuntutan, kan tinggal pemberkasan. Saya pun akan se­gera mengkoordinasikan kapan proses penuntutannya,” ujar dia.

Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung sudah menetapkan empat ter­sangka, yaitu Ketua Panitia Le­lang Pengadaan Alat La­bo­ra­to­rium Irmanto Zamahir Ganin, Pe­jabat Pembuat Komitmen Pe­nga­daan Alat Laboratorium Siam Subagyo, Direktur PT Ramos Jaya Abadi Surung H Si­man­jun­tak dan Direktur  CV Masenda Putra Mandiri Ediman Siman­jun­tak. Dua pihak swasta yang juga telah menjadi tersangka itu, me­rupakan rekanan BPOM dalam pengadaan pada tahun anggaran 2008 tersebut.     

Para tersangka yang dijerat de­ngan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Un­­dang Undang Tipikor, serta Pa­­sal 55 ayat (1) ke-1 KUHP itu, di­ta­han Kejagung di Rumah Ta­­ha­­nan Salemba cabang Ke­jak­sa­an Agung sejak 4 Novem­ber 2011.

Noor menambahkan, penyidik Kejaksaan Agung masih mela­ku­kan penelusuran dan pengem­bangan kasus ini. Memang, kata dia, belum ada tersangka baru. Akan tetapi, lanjutnya, tidak ter­tutup kemungkinan jumlah ter­sangka perkara ini bertambah.

“Menetapkan tersangka baru itu tidak atas praduga semata, ha­rus ada fakta dan bukti kuat yang menunjukkan keterlibatan se­se­orang melakukan tindak pi­dana,” ujarnya.

Kapuspenkum juga mem­ban­tah pihaknya bekerja lelet. Me­nu­rut dia, proses penyelidikan dan penyidikan hingga penuntu­tan kasus seperti ini tidak bisa se­le­sai hanya dalam satu dua hari. “Ini belum berhenti, masih terus di­kembangkan,” ujarnya.

Mengapa tersangkanya hanya pejabat kelas teri? Apakah Kejak­saan Agung tidak berani me­ngu­sut kasus ini hingga ke tingkat atas?  Noor menjawab, pihaknya ti­dak pernah takut mengusut per­kara tindak pidana korupsi.

“Bukan persoalan apakah ada pejabat tingginya yang dijadikan tersangka, tapi dalam upaya pe­ne­gakan hukum, harus jelas buk­ti-bukti keterlibatan seseorang. Kalau ada bukti-bukti kuat, pasti jadi tersangka. Tidak peduli apakah dia atasan atau bukan,” katanya.

REKA ULANG

Dari Rp 10,8 Miliar Jadi 12,6 Miliar

Kejaksaan Agung mena­nga­ni kasus dugaan korupsi pe­nga­daan alat laboratorium Pusat Pe­ngujian Obat dan Makanan Nasio­nal BPOM tahun ang­garan 2008.

Penyidik Kejaksaan Agung te­lah menetapkan dua pejabat BPOM sebagai tersangka dan su­­dah menahan mereka sejak Ju­­mat, 4 November 2011. Ke­dua pe­jabat itu adalah Ketua Pa­nitia Lelang Pengadaan Alat La­bo­ra­to­rium tahun 2008, Ir­manto Za­mahir Ganin dan Pe­jabat Pem­buat Komitmen Pe­nga­daan Alat Laboratorium ta­hun 2008, Siam Subagyo.

Sebelumnya, keduanya diduga me­lakukan tindak pidana korup­si yang menyebabkan kerugian ne­gara Rp 10,8 miliar. Bela­ka­ngan, berdasarkan hasil peng­hi­tu­­ngan Badan Pengawasan Ke­­uangan dan Pembangunan (BPKP), nilai kerugian negara dalam perkara ini sekitar Rp 12,6 miliar.  

Peristiwa ini berawal pada 2008, saat Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM memiliki proyek pengadaan alat laboratorium dalam beberapa paket. Paket itu antara lain pe­ngadaan alat laboratorium Pusat Pengkajian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) dengan ang­garan Rp 4,5 miliar untuk 66 item barang. Paket kedua yaitu pe­nga­d­aan alat Laboratorium Pusat Ri­set Obat dan Makanan Nasional (PROMN) dengan jumlah dana Rp 15 miliar untuk 46 barang.

“Dana pengadaan alat labo­ra­torium berasal dari APBN untuk paket 1 dan paket 2. Anggaran ter­sebut berada di bawah Satuan Kerja Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Ke­jaksaan Agung Noor Rochmad.

Setelah melakukan proses pelelangan, diperoleh pemenang dari masing-masing paket. Dua perusahaan itu adalah, CV Ma­senda Putra Mandiri untuk paket 1 dengan kontrak nomor PL. 01.02.71.1885A tanggal 18 Sep­tember 2008, dengan nilai kon­trak Rp43.490.736.956. Paket 2 yaitu PT Ramos Jaya Abadi de­ngan kontrak nomor L PL.01.02.71.1854A tanggal 16 September 2008, dengan nilai kontrak Rp 13.028.480.420.

Persoalannya, lanjut Noor, pe­ngadaan alat laboratorium pa­ket 1 dan paket 2, disub­kontrakkan CV Masenda Putra Mandiri dan PT Ramos Jaya Abadi kepada PT Bhineka Usada Raya (PT BUR), sehingga terjadi selisih harga. “Terjadi kemahalan harga,” tandasnya.

Noor mengatakan, perbuatan itu telah menimbulkan kerugian negara untuk paket 1 sebesar ku­rang lebih Rp 8.315.137.530, se­dangkan paket 2 sebesar kurang lebih Rp 2.526.870.392. Selain me­nahan dua pejabat BPOM, Ke­jaksaan Agung juga telah me­ne­tapkan dan menahan dua ter­sang­ka lainnya, yaitu Direktur CV Masenda Putera Mandiri, Ediman Simanjuntak dan Direktur PT Ramos Jaya Abadi, Surung H­a­sibuan Simanjuntak. Total baru empat orang tersangka dalam kasus ini.

Rakyat Kecil Cepat Disidang

Pieter Zulkifli, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Pieter Zulkifli menyampaikan, pola kerja penyidik dan penun­tut dari masa ke masa belum be­rubah. Terutama dalam hal pe­ngusutan kasus korupsi di ber­bagai instansi atau lembaga pemerintah.

“Bukan barang baru apabila penyidik dan penuntut terkesan lelet dan tidak cekatan dalam me­­ngusut kasus korupsi, ter­uta­ma apabila kasus itu berhu­bu­ngan dengan lembaga pem­e­rin­tah, dengan pejabat dan orang ber­duit. Apakah mereka kerap ber­­kolaborasi, sehingga pena­nga­­nan kasus diulur-ulur,” ujar Piter.

Lantaran itu, politisi Partai De­mokrat ini mengingatkan agar tidak ada perilaku “main mata” sehingga proses penun­tu­tan yang hendak dilakukan Ke­jaksaan Agung sebelum ta­hun baru 2012 menjadi molor. “Apakah mengu­lur-ulur pe­nanganan kasus hanya salah satu alasan untuk ber­kolaborasi dengan para pemilik uang?” tandasnya.

Pieter merasa geram dengan sejumlah perilaku jaksa yang tidak profesional. Dia menilai, apabila penanganan kasus su­dah berkenaan dengan jumlah uang yang besar, serta berkaitan dengan pejabat tertentu, kinerja kejaksaan kerap mandul.

“Coba saja lihat, apabila ada masyarakat kecil yang maling atau berbuat pidana sedikit saja, wah mereka langsung be­gitu ce­pat memrosesnya ke pe­nga­di­lan. Mengapa kalau ber­kenaan de­ngan uang yang ba­nyak dan pe­jabat, mereka man­dul? Apa­kah mereka ber­ko­laborasi?” ujarnya.

Lantaran itu, dia mendesak pe­merintah menegakkan hu­kum seadil-adilnya, serta me­nindak tegas aparatur penegak hukum yang terbukti menjual hukum. “Saya kira kita belum be­rani menindak tegas, ma­ka­nya hukum menjadi mandul. Hukum kerap dijadikan mainan, sebab hukum bisa dibeli dengan uang. Ini menyedihkan sekali. Harusnya negara menindak tegas, sehingga tidak berulang-ulang terjadi,” ujar Pieter.  

Nyolong Sandal Cepat Diadili

Yenti Garnasih, Pengamat Hukum

Kejaksaan Agung diingat­kan agar menuntaskan berbagai ka­sus korupsi yang dita­nga­ni­nya, antara lain perkara BPOM, pada tahun 2012. Sebab, jika pe­nuntasannya lama, maka akan kian kuat kecurigaan pub­lik terhadap niat baik kejaksaan menuntaskan kasus itu.

“Proses pengusutan kasus BPOM oleh kejaksaan itu me­mang pantas dicurigai. Me­nga­pa begitu lama dan terkesan le­let. Saya melihat penanganan se­perti itu tidak profesional,” ujar pengamat hukum dari Uni­versitas Trisakti Yenti Garnasih.

Menurut Yenti, semakin lama perkara korupsi ditangani, maka akan semakin kabur pe­nuntasannya. “Akan tercipta ruang-ruang negosiasi, atau mungkin ada deal-deal untuk memanipulasi fakta dan data, atau mungkin membuat ske­nario menyelamatkan pihak-pihak tertentu. Harus dicurigai proses yang lama seperti itu,” ujarnya.

Kata dia, jika kasus korupsi sudah memenuhi unsur-unsur utama, mengapa pula kejaksaan berlama-lama menyeret para tersangka ke pengadilan.

Persoalannya, menurut Yenti, kadang terjadi negosiasi. “Mi­sal­nya saja kasus yang meli­batkan jaksa dari Cibinong itu. Jangan sampai hal itu terjadi da­lam perkara ini,” ujarnya.

Jika penyidik dan penuntut be­kerja profesional, lanjut dia, maka tidak akan sulit me­ne­mu­kan tersangka baru, melengkapi berkas dan melakukan pe­nu­n­tutan. “Saya kira itu bisa cepat dikerjakan,” ucapnya.

Yenti mengaku sedih dengan berbagai proses penegakan hukum yang terjadi di negara ini. “Coba perhatikan, kasus se­orang anak yang mencuri sandal saja begitu cepat diproses dan dihukum 5 tahun penjara. Nah, gi­liran kasus korupsi besar ma­lah tak punya taji, berlama-lama dan tuntutannya pun rendah. menyedihkan sekali,” ujarnya.

Dia pun mendesak Kejaksaan Agung segera memroses kasus dugaan korupsi di BPOM itu. “Jangan sampai mem­per­pan­jang daftar kegagalan dan ke­ti­dakprofesionalan mereka kalau masih lelet,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya