Berita

Basrief Arief

X-Files

Kajari Diduga Memeras Terancam Kena Pecat

Jaksa Agung Perintah Jamwas Berikan Sanksi Berat
SENIN, 02 JANUARI 2012 | 09:30 WIB

RMOL. Jaksa Agung Basrief Arief memerintahkan Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Marwan Effendy agar memberikan sanksi berat kepada Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Takalar, Sulawesi Selatan Rakhmat Harianto dan Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Takalar Tuwo yang diduga melakukan pemerasan.

Hal tersebut dilontarkan Bas­rief saat menyampaikan Laporan Ca­paian Kinerja Kejaksaan Repub­lik Indonesia Tahun 2001 di Ge­dung Kejaksaan Agung, Jakarta, Ju­mat lalu. “Begitu laporan me­ngenai pemerasan itu saya terima, saya langsung perintahkan ke­pada Jamwas untuk melakukan pe­nyelidikan secara mendalam. Bila benar terlapor melakukan pe­merasan, maka akan diberikan sanksi berat,” ujar dia.

Dalam acara yang sama, Mar­wan Efendy menyampaikan, pada Jumat pagi (30/12), pihak­nya sudah memiliki hasil pe­nye­li­dikan terhadap Rakhmat Ha­rian­to dan Tuwo. Namun, saat itu Ke­jaksaan Agung belum bisa me­ngu­mumkan hasil penyelidikan dan jenis sanksi berat yang di­jatuhkan kepada Rakhmat.

“Sesuai PP 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, itu belum bisa diumumkan, kalau putusannya belum sampai kepada yang bersangkutan,” ujar Marwan.

Menurut Marwan, pihaknya akan menjatuhkan sanksi berat ke­pada dua jaksa tersebut. “Ten­tu akan dijatuhi sanksi berat,” ujar­­nya tanpa menjelaskan sank­si be­rat apa yang akan diberikan. Tapi, sanksi internal terberat ada­lah pem­ber­hentian dengan ti­dak hormat.

Mengenai indikasi korupsi da­lam perkara pemerasan terhadap orang yang diduga terlibat kasus ko­rupsi ini, Marwan menyatakan bah­wa jajarannya sedang me­ne­lusuri hal tersebut. “Jika memang sudah ditemukan bukti kuat ada­nya tindak pidana korupsi, tentu akan kami proses sampai ke pe­nga­dilan,” ujar bekas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus ini.

Dalam acara ini, Jaksa Agung juga menyampaikan, hingga ak­hir tahun 2011, pihaknya sudah me­nindak 6 jaksa sampai pada proses pengadilan. “Sepanjang yang kami tangani sendiri, di luar yang ditangani KPK, kami sudah memroses 6 jaksa yang terbukti me­lakukan tindak pidana ke pe­nga­dilan. Mereka harus meng­ha­dapi pro­ses persidangan,” ujar Basrief.

Basrief tidak merinci jaksa-jak­sa yang sudah masuk ke tahapan pe­ngadilan itu. Tapi, seperti dike­tahui, jajaran Jaksa Agung Muda Pe­ngawasan pernah melaporkan jaksa Cirus Sinaga ke Mabes Pol­ri terkait kasus pemalsuan dan pembocoran rencana tuntutan ter­hadap Gayus Tambunan. “Satu, ada yang diserahkan ke pihak kepolisian karena melakukan tin­dak pidana umum,” katanya.

Jaksa Agung juga memaparkan pe­nindakan terhadap para jaksa dan staf tata usaha kejaksaan yang melakukan pelanggaran. Pada De­sember 2010, masih ada sisa la­po­ran dari tahun sebelumnya se­ba­nyak 910 laporan pelanggaran. Kemudian, hingga November 2011, masuk 1611 laporan. Total­nya, ada 2.521 laporan yang ha­rus diselesaikan.

“Yang sudah di­selesaikan se­ba­nyak 1.571 laporan pengaduan dan 950 laporan sedang dalam pro­ses. Hingga saat ini, dari 1.571 la­poran yang diselesaikan itu, ter­dapat 170 laporan yang di­ny­a­ta­kan terbukti dan sebanyak 1.401 ti­dak terbukti,” jelas Basrief.

Dalam laporan Capaian Ke­jak­saan Agung pada akhir tahun 2011, jelas Basrief, pihaknya su­dah menghukum sebanyak 336 staf dan jaksa yang melakukan pe­langgaran. Berdasarkan jenis hu­kumannya, yakni hukuman ri­ngan, sedang dan berat. Ada 52 staf tata usaha dan 61 jaksa yang dihukum ringan sepanjang 2011. Hu­kuman sedang terdiri dari 28 staf tata usaha dan 78 orang jaksa. Hukuman berat terdiri dari 49 staf tata usaha dan 67 jaksa.

Untuk hukuman berat, dapat di­rinci lagi menjadi hukuman pe­nurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun sesuai PP 53 tahun 2010. Ada 9 staf tata usaha (TU) dan 11 jaksa yang kena sanksi itu. Selanjutnya, h­u­kuman penurunan pangkat se­ting­kat lebih rendah selama satu tahun sesuai PP 30 tahun 1980. Ada 3 staf TU dan 7 jaksa yang kena sanksi itu.

Berikutnya, hukuman pem­be­ba­san dari jabatan fungsional jak­sa ada 9 jaksa. Pembebasan dari jabatan struktural, ada 2 staf TU dan 34 jaksa. Pemberhentian de­ngan hormat tidak atas per­min­ta­an sendiri, ada 15 staf TU dan 1 jaksa. Pemberhentian tidak de­ngan hormat sebagai PNS ada 19 staf TU dan 6 jaksa. “Total ada 48 staf tata usaha dan 68 jaksa yang dijatuhi hukuman berat,” ujar Basrief.

REKA ULANG

Minta 500 Juta Kepada Yang Diduga Korupsi

Jajaran Jaksa Agung Muda Pengawasan tengah menangani kasus pemerasan yang diduga dilakukan Kepala Kejaksaan Ne­geri Takalar, Sulawesi Selatan Rakhmat Harianto.

Rakhmat dan Kepala Seksi Pi­dana Umum Kejari Takalar Tuwo dilaporkan kepada Jaksa Agung karena memeras seseorang yang diduga terlibat perkara korupsi. Keduanya juga dilaporkan karena memaki, mengancam dan me­nyerang pribadi serta kehormatan ke­luarga seseorang.

Ketika dikonfirmasi, Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jam­was) Marwan Effendy mem­be­narkan, Rakhmat berupaya me­meras seseorang di Takalar. Rach­mat mengancam akan menja­di­kan orang itu tersangka jika tidak diberikan Rp 500 juta. “Kalau di­berikan, katanya tidak akan di­ja­dikan tersangka. Kacau yang be­gini ini,” tandasnya.

Upaya pemerasan itu, bermula saat seseorang bernama Rommy Hartono Theos meminjamkan Rp 160 juta kepada temannya yang bernama William pada 2009 un­tuk modal usaha. Uang itu di­gu­na­kan William untuk membuat kapal.

Selanjutnya, pada 25 No­vem­ber 2011, William bersama se­se­orang bernama Sirajuddin Andi Ismail diduga melakukan korupsi proyek pengadaan kapal penye­be­rangan sebanyak 2 unit pada Dinas Perhubungan Kabupaten Takalar. Proyek tersebut bernilai Rp 1,5 miliar.

Rommy kemudian dipanggil Ke­jari Takalar untuk diperiksa ter­­kait kasus tersebut. “Klien kami tak tahu menahu mengenai pe­nga­da­an kapal itu, tak me­nge­nal Si­ra­juddin, tak pernah ber­hu­bu­ngan dengan Dinas Perhu­bu­ngan dan tak mengerti me­nga­pa dipang­gil. Dia hanya tahu me­min­jamkan uang kepada saha­bat­nya, Wil­liam, yang katanya akan dipa­kai sebagai modal usa­ha,” ujar kuasa hu­kum Rommy, Anang Yu­liardi Chaidir ketika dihubungi.

Kendati begitu, lanjut Anang, Rommy bersedia datang untuk menghormati kejaksaan, guna memberikan keterangan. “Tapi, awal kedatangan klien kami ini­lah yang menjadi awal pe­me­ra­san, intimidasi dan makian Ka­jari Ta­kalar Rakhmat Harianto,” ujarnya.

Menurut Anang, untuk penga­manan, Rakhmat meminta uang Rp 100 juta kepada Rommy. “Te­tapi klien kami tidak me­na­ng­ga­pinya,” ujar Anang. Karena tidak memenuhi permintaan Rakhmat, Rommy pun sering ditelepon dan di­maki-maki. Bahkan, lanjut Anang, kata-kata kasar dan tidak senonoh kerap disampaikan Rakhmat kepada Rommy.

Pada 13 Desember 2011, Rakh­mat menelepon Rommy dan me­nyuruh untuk datang diperiksa jam 9 pagi. Tapi, Rommy baru dite­mui Rakhmat pukul 4 sore. Rommy kemudian merekam per­b­incangan dan intimidasi yang disampaikan Rakhmat ke­pa­da­nya. “Pada hari itu, Rakhmat kem­bali memeras klien kami se­besar Rp 500 juta. Rommy sudah tak tahan, dia merekam semua pertemuan itu. Rekamannya su­dah disampaikan ke Kejaksaan Agung,” ujar Anang.

Menurut Jamwas Marwan Ef­fendy, Kajari dan Kasi Pidum Ke­jari Takalar sudah menjalani pe­me­riksaan fungsional. “Jabatan fung­sional mereka sudah di­non­aktifkan,” katanya.

Jaksa Agung, lanjutnya, juga su­dah me­nge­luar­kan surat pe­ri­ngatan kepada dua jaksa itu. “Su­dah ditunjuk Pelak­sa­na Tugas Ka­jari Takalar, meng­gantikan Ka­jari itu. Kajarinya su­dah dita­rik ke Kejaksaan Tinggi.”

Lebih Bahaya Dari Teroris

Nasir Jamil, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Nasir Jamil menilai, ulah jaksa memeras atau menerima suap sudah tidak asing di telinga masyarakat. “Masyarakat sudah muak,” tandasnya.

Menurut dia, perilaku buruk jaksa kian menggila dan sudah sangat telanjang di mata publik. “Capek deh kalau masyarakat di­suguhi fakta masih ada jaksa yang suka memeras. Saya me­ngu­sulkan agar jaksa-jaksa se­per­ti ini dipecat saja,” tegas ang­gota DPR dari Fraksi PKS ini.

Tetapi, lanjut Nasir, mungkin saja masih banyak jaksa yang bersih. Karena itu, sarannya, jak­sa nakal harus dikenakan sank­si yang berat. Jika jaksa na­kal tidak diberikan sanksi yang berat, kejaksaan akan tetap men­jadi sasaran ketidak­pe­r­ca­ya­an publik dalam penegakan hukum. “Ibarat pepatah, gara-gara nila setitik, rusak susu se­belanga,” ujarnya.

Hingga saat ini, menurutnya, pemberian sanksi di internal ke­jaksaan belum mampu me­nim­bul­kan efek jera. Jika sanksi yang dijatuhkan hanya berupa penundaan kenaikan pangkat atau mutasi, maka tidak akan ba­nyak gunanya. “Itu tidak efek­tif karena hanya memindahkan ma­salah dari satu tempat ke tem­pat lain. Minimnya pem­binaan juga menyebabkan para jaksa masih nekat melanggar perintah harian Jaksa Agung,” kata Nasir.

Kata Nasir,  jaksa yang suka me­meras, menerima suap dan me­lakukan tindak pidana lain jumlahnya sedikit. “Tetapi ka­lau dijumlahkan dari seluruh Ind­onesia, jadi banyak,” ucapnya.

Nasir menyampaikan, pe­nyim­pangan kekuasaan dan ke­wenangan para jaksa itu lebih di­sebabkan gangguan mental. “Kalau pikiran sehat tapi mental sakit, seketat apapun bisa bobol. Penyakit mental ini, telah ber­langsung sejak masa Orde Baru dan tak mudah mengobatinya. Satu-satunya cara, harus ada pen­­dekatan kesejahteraan. Se­telah itu melakukan pemecatan terhadap jaksa nakal, meskipun kecil kesalahannya. Sebab, ka­lau penegak hukum sudah di­be­ri kesejahteraan lebih tapi masih berbuat nakal, bahayanya lebih besar dari teroris.”

Manalah Publik Bisa Percaya

Burhanuddin Abdullah, Ketua Umum LSM LAKI

Kejaksaan Agung dinilai sangat lembek menindak jaksa yang melakukan tindak pidana dan pelanggaran lainnya. De­ngan sikap loyo seperti itu, agak sulit membenahi Korps Adhyak­sa, sehingga kepercayaan pub­lik masih sulit pulih.

“Sanksi yang diberikan ke­pada jaksa pemeras, jaksa ko­rup, jaksa nakal sangat lembek, tidak ampuh dan tak me­nim­bul­kan efek jera. Kalau hanya sank­si administratif atau mutasi dan pencopotan sementara saja, tidak akan bisa mengubah kejaksaan kita lebih baik,” ujar Ketua Umum LSM Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Bur­hanuddin Abdullah.

Menurut Burhanuddin, sank­si berat dan tegas seperti pe­me­­catan dan proses pidana ke pe­­ngadilan harus semakin banyak dilakukan kejaksaan. “Tidak boleh sekadarnya. Biar ampuh, pecat dan proses pi­da­na,” tandasnya.

Laporan kejaksaan yang me­nyebut sudah banyak jaksa na­kal yang diberikan sanksi, me­nurut Burhanuddin, perlu di­telusuri kebenarannya. “Bisa saja dibuat, mereka sudah me­nindak begitu banyak jaksa na­kal. Manalah kita tahu yang se­benarnya,” curiga dia.

Salah satu cara agar diper­ca­ya masyarakat, lanjutnya, Ke­jak­saan Agung me­mbeberkan satu per satu jaksa nakal yang te­lah ditindak, yang telah dibe­ri­kan sanksi tingkat ringan hing­ga berat seperti pemecatan.

“Buka secara transparan, jak­sa siapa, di mana, pelang­garan apa, hukumannya apa. Pa­par­kan saja ke publik, biar publik bisa menilai. Kalau hanya la­poran, manalah publik bisa per­caya begitu saja,” ujar Bur­hanuddin.

Dia mengingatkan, sejarah ter­bentuknya Komisi Pem­be­ran­tasan Korupsi (KPK) pun ka­rena ketidakpercayaan ma­sya­rakat kepada kejaksaan dan kepolisian. Lantaran itu, jika ti­dak serius membenahi diri, maka kehadiran KPK yang si­fatnya ad hoc atau sementara itu akan terus dipertahankan dan diinginkan masyarakat.

“Ke­jak­saan harus mem­be­nahi diri dan benar-benar mem­be­rsihkan diri dari praktik-prak­tik kotor agar bisa mendapatkan simpati dan kepercayaan pub­lik. Kalau tidak, berarti kita ma­sih terus menginginkan KPK,” ucapnya.  [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya