RMOL. Usep Suhendar, 48 tahun sibuk membersihkan lantai rumahnya. Dengan ember, dia mengambil air dari kali yang terletak persis di belakang rumahnya. Air itu lalu disiramkan ke lantai yang ditutupi lumpur.
Barang-barang milik seÂperti kulkas, televisi, lemari paÂkaian, rak piring dan perÂlengÂkaÂpan rumah tangga lainnya masih diletakkan di atas kursi kayu setinggi satu meter.
Barang-barang itu diletakkan di posisi yang tinggi agar tak terÂkena banjir bila sewaktu-waktu datang. “Hampir seluruh peraÂboÂtan di rumah ini, sudah saya leÂtakÂkan dengan posisi tersebut seÂjak tahun 2007. Jadi ini bukan kaÂrena banjir kemarin sore saja baÂrang-barang itu diamankan,†jeÂlasnya sambil terus menyiram lumpur dari lantai rumahnya yang telah dilapisi keramik putih.
Usep merupakan warga RT 10 RW 02 Kampung Pulo, KeÂluraÂhan Kampung Melayu, JatiÂneÂgara, Jakarta Timur. Usep berÂsama istri dan empat anaknya, adaÂlah penduduk asli yang sudah turun temurun tinggal di sini.
Rumahnya yang terbuat dari perpaduan batu dan triplek terÂletak persis di persis di bantaran Kali Ciliwung. Bahkan kamar mandi dan dapur persis di atas Kali Ciliwung.
Tak heran, kalau Kali Ciliwung meluap, rumah Usep yang perÂtaÂma kemasukan air. Tapi kalau air surut, justru rumah yang hanya berukuran tak lebih dari 60 meter persegi ini yang terakhir kering.
Rabu sore (28/12), pemukiman warga di Kampung Pulo ini diÂrendam banjir yang mencapai 1- 1,5 meter. Padahal, sejak pagi hari di daerah tersebut sama seÂkali tidak guyur hujan.
Banjir melanda Kampung Pulo karena kiriman dari Bogor yang mengalir melalui Kali Ciliwung yang berada persis di dekat peÂmuÂkiman warga. Kabarnya, BoÂgor hujan deras selama empat jam mulai pukul 2 dinihari.
“Kalau di sini hujan, kami tidak khawatir. Karena kemungkinan untuk banjir sangat kecil. Tapi kalau di Bogor yang hujan, itu baru kami khawatir akan hujan,†jelas Usep.
Menurut pria berkumis lebat ini, warga sudah biasa mengalami banjir. Bahkan bagi masyarakat Kampung Pulo, Kali Ciliwung yang meluap dan akhirnya meÂmaÂsuki rumah warga seperti keÂmaÂrin masih belum disebut banÂjir. Warga baru menyebut keÂbanjiran bila rumah mereka sudah terenÂdam seluruhnya. Seperti yang terÂjadi pada 1996, 2002 dan 2007 lalu
Usep yang juga Ketua RT 002 ini menuturkan, banjir yang terÂjadi pada tahun 2007 merupakan banjir terbesar yang pernah diÂalaminya sejak tinggal di KamÂpung Pulo. Saat banjir terjadi, ruÂmahnya nyaris tidak terlihat kaÂrena seluruhnya tenggelam oleh air hingga berhari-hari.
“Memang rumah saya tidak tinggi dibandingkan rumah lainÂnya, tapi kalau atap sudah tengÂgeÂlam, tentu banjir tidak bisa dikaÂtakan kecil. Hampir seluruh ruÂmah di beberapa RW juga meÂngalami hal yang sama,†jelasnya.
Bahkan di tahun 1996, lantai 2 rumahnya yang terbuat dari kayu akhirnya roboh setelah terendam air selama berhari-hari. Karena itu, sejak tahun 1996, kini ruÂmahnya hanya tinggal satu lantai saja. Barang-barang banyak yang hilang dong?
Menurut Asep sudah tak terÂhitung berapa barang miliknya yang hanyut terbawa air. Bahkan atap genteng rumah miliknya juga ikutan hilang terbawa air ketika banjir datang.
“Makanya tahun 1996 dan 2007, saya seperti penganten baru saja. Saya dan istri memulai lagi kehidupan rumah tangga dengan mÂencicil membeli perabotan, seÂtelah selesai memperbaiki ruÂmah,†tuturnya.
Hal yang sama juga dialami EnÂtong, 54 tahun, warga yang tingÂgal tidak jauh dari tempat Usep. Saat dikunjungi Rakyat Merdeka, Entong sedang sibuk mengangkat kasur busa yang sejak pagi dijeÂmur di pagar besi rumahnya.
“Kemarin, kasur ini sempat terendam air karena tidak sempat kami angkat. Niatnya saya jemur agar kering dan malam bisa dipaÂkai. Ternyata dari pagi cuacanya begini-begini saja. Panas tidak hujan juga tidak,†tuturnya.
Menurutnya, mayoritas warga sebenarnya sudah dapat inforÂmasi kalau sore Kali Ciliwung akan meluap dan menimbulkan banjir. Informasi itu diperoleh dari pengurus RT dan RW yang memberi tahu kalau tinggi air di Bogor pada pagi hari sudah di atas 2,5 meter.
“Biasanya kalau kali di Bogor tinggi, enam jam kemudian di sini dan beberapa wilayah lain yang dilewati oleh Kali Ciliwung akan mengalami banjir. Tapi saat inÂformasi itu, saya keburu pergi unÂtuk kerja sehingga tidak bisa siap-siap hadapi banjir,†jelasnya.
Ganti Rugi Nggak Cocok, Warga Pun Nolak Direlokasi
Spanduk besar dari pemeÂrintah DKI Jakarta terpasang di tengah-tengah pemukiman Kampung Pulo, Jakarta Timur. Spanduk berisi tulisan agar warga waspada akan banjir lima tahunan yang diprediksi terjadi pada Desember 2011 atau Januari 2012.
Pengumuman melalui spanÂduk itu sengaja dipasang karena daerah ini merupakan langÂgaÂnan banjir setiap tahun.
Menurut Ketua RT 10/02 KamÂpung Pulo, Kelurahan KamÂpung Melayu Jakarta TiÂmur, Usep Suhendar, spanduk itu hanya untuk mengingatkan warga bukan mengatasi banjir.
Karena masalah banjir, menurutnya faktor alam yang sulit untuk dihindari oleh warga di tempatnya tinggal. “Saat kaÂkek dan nenek kami tinggal diÂsini, namanya banjir sudah terÂjadi sejak dulu. Hanya memang ketinggian air tidak seperti banÂjir yang terjadi belakangan ini, terutama tahun 2007,†jelasnya.
Usep menduga, banjir yang terÂjadi di beberapa tahun terÂakÂhir lebih besar dibandingkan puÂluhan tahun lalu, karena Kali Ciliwung makin menyempit. Juga makin dangkal. Sehingga dapat kiriman air sedikit saja sudah meluap.
Menurut Usep, sebenarnya warga juga khawatir banjir beÂsar seperti tahun 2007 akan kembali terulang. Namun untuk mencegahnya, warga juga tidak memiliki kemampuan selain hanya mempersiapkan diri kaÂlau sewaktu-waktu banjir tiba.
Walaupun jadi langganan banÂjir, warga enggan pindah dari Kampung Pulo. Menurut Usep, ada beberapa penyeÂbabÂnya. Pertama, lokasi peÂmuÂkiÂman ini sangat strategis. Dari sini mudah ke mana-mana.
“Faktor lain, tawaran untuk pindah nilai ganti rugiÂnya tidak sesuai dengan harapan warga sini. Sehingga warga bersikeras untuk tetap tinggal di Kampung Pulo,†ujarnya.
Selama ini, Usep mengaku pemerintah kerap menawarkan relokasi kepada warga. Namun tawaran itu selalu terbentur deÂngan uang ganti rugi yang diÂterima warga.
“Untuk uang gantinya, jangan sampai kita rugi terlalu jauh. Kalau bangun rumah habis 100 juta, masak diganti cuma 25 juta. Itu kan bikin susah warga,†tegasnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35
UPDATE
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:39
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:13
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:49
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:21
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:00
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:47
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:30
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:59
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:38
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:17