Berita

ilustrasi, bencana banjir

On The Spot

Sejak 2007, Perabotan Ditaruh Di Atas Kursi

Berkunjung Ke Daerah Langganan Banjir
JUMAT, 30 DESEMBER 2011 | 08:56 WIB

RMOL. Usep Suhendar, 48 tahun sibuk membersihkan lantai rumahnya. Dengan ember, dia mengambil air dari kali yang terletak persis di belakang rumahnya. Air itu lalu disiramkan ke lantai yang ditutupi lumpur.

Barang-barang milik se­perti kulkas, televisi, lemari pa­kaian, rak piring dan per­leng­ka­pan rumah tangga lainnya masih diletakkan di atas kursi kayu setinggi satu meter.

Barang-barang itu diletakkan di posisi yang tinggi agar tak ter­kena banjir bila sewaktu-waktu datang. “Hampir seluruh pera­bo­tan di rumah ini, sudah saya le­tak­kan dengan posisi tersebut se­jak tahun 2007. Jadi ini bukan ka­rena banjir kemarin sore saja ba­rang-barang itu diamankan,” je­lasnya sambil terus menyiram lumpur dari lantai rumahnya yang telah dilapisi keramik putih.

Usep merupakan warga RT 10 RW 02 Kampung Pulo, Ke­lura­han Kampung Melayu, Jati­ne­gara, Jakarta Timur. Usep ber­sama istri dan empat anaknya, ada­lah penduduk asli yang sudah turun temurun tinggal di sini.

Rumahnya yang terbuat dari perpaduan batu dan triplek ter­letak persis di persis di bantaran Kali Ciliwung. Bahkan kamar mandi dan dapur persis di atas Kali Ciliwung.

Tak heran, kalau Kali Ciliwung meluap, rumah Usep yang per­ta­ma kemasukan air. Tapi kalau air surut, justru rumah yang hanya berukuran tak lebih dari 60 meter persegi ini yang terakhir kering.

Rabu sore (28/12), pemukiman warga di Kampung Pulo ini di­rendam banjir yang mencapai 1- 1,5 meter. Padahal, sejak pagi hari di daerah tersebut sama se­kali tidak guyur hujan.

Banjir melanda Kampung Pulo karena kiriman dari Bogor yang mengalir melalui Kali Ciliwung yang berada persis di dekat pe­mu­kiman warga. Kabarnya, Bo­gor hujan deras selama empat jam mulai pukul 2 dinihari.

“Kalau di sini hujan, kami tidak khawatir. Karena kemungkinan untuk banjir sangat kecil. Tapi kalau di Bogor yang hujan, itu baru kami khawatir akan hujan,” jelas Usep.

Menurut pria berkumis lebat ini, warga sudah biasa mengalami banjir. Bahkan bagi masyarakat Kampung Pulo, Kali Ciliwung yang meluap dan akhirnya me­ma­suki rumah warga seperti ke­ma­rin masih belum disebut ban­jir. Warga baru menyebut ke­banjiran bila rumah mereka sudah teren­dam seluruhnya. Seperti yang ter­jadi pada 1996, 2002 dan 2007 lalu

Usep yang juga Ketua RT 002 ini menuturkan, banjir yang ter­jadi pada tahun 2007 merupakan banjir terbesar yang pernah di­alaminya sejak tinggal di Kam­pung Pulo. Saat banjir terjadi, ru­mahnya nyaris tidak terlihat ka­rena seluruhnya tenggelam oleh air hingga berhari-hari.

“Memang rumah saya tidak tinggi dibandingkan rumah lain­nya, tapi kalau atap sudah teng­ge­lam, tentu banjir tidak bisa dika­takan kecil. Hampir seluruh ru­mah di beberapa RW juga me­ngalami hal yang sama,” jelasnya.

Bahkan di tahun 1996, lantai 2 rumahnya yang terbuat dari kayu akhirnya roboh setelah terendam air selama berhari-hari. Karena itu, sejak tahun 1996, kini ru­mahnya hanya tinggal satu lantai saja. Barang-barang banyak yang hilang dong?

Menurut Asep sudah tak ter­hitung berapa barang miliknya yang hanyut terbawa air. Bahkan atap genteng rumah miliknya juga ikutan hilang terbawa air ketika banjir datang.

“Makanya tahun 1996 dan 2007, saya seperti penganten baru saja. Saya dan istri memulai lagi kehidupan rumah tangga dengan m­encicil membeli perabotan, se­telah selesai memperbaiki ru­mah,” tuturnya.

Hal yang sama juga dialami En­tong, 54 tahun, warga yang ting­gal tidak jauh dari tempat Usep. Saat dikunjungi Rakyat Merdeka, Entong sedang sibuk mengangkat kasur busa yang sejak pagi dije­mur di pagar besi rumahnya.

“Kemarin, kasur ini sempat terendam air karena tidak sempat kami angkat. Niatnya saya jemur agar kering dan malam bisa dipa­kai. Ternyata dari pagi cuacanya begini-begini saja. Panas tidak hujan juga tidak,” tuturnya.

Menurutnya, mayoritas warga sebenarnya sudah dapat infor­masi kalau sore Kali Ciliwung akan meluap dan menimbulkan banjir. Informasi itu diperoleh dari pengurus RT dan RW yang memberi tahu kalau tinggi air di Bogor pada pagi hari sudah di atas 2,5 meter.

“Biasanya kalau kali di Bogor tinggi, enam jam kemudian di sini dan beberapa wilayah lain yang dilewati oleh Kali Ciliwung akan mengalami banjir. Tapi saat in­formasi itu, saya keburu pergi un­tuk kerja sehingga tidak bisa siap-siap hadapi banjir,” jelasnya.

Ganti Rugi Nggak Cocok, Warga Pun Nolak Direlokasi

Spanduk besar dari peme­rintah DKI Jakarta terpasang di tengah-tengah pemukiman Kampung Pulo, Jakarta Timur. Spanduk berisi tulisan agar warga waspada akan banjir lima tahunan yang diprediksi terjadi pada Desember 2011 atau Januari 2012.

Pengumuman melalui span­duk itu sengaja dipasang karena daerah ini merupakan lang­ga­nan banjir setiap tahun.

Menurut Ketua RT 10/02 Kam­pung Pulo, Kelurahan Kam­pung Melayu Jakarta Ti­mur,  Usep Suhendar, spanduk itu hanya untuk mengingatkan warga bukan mengatasi banjir.

Karena masalah banjir, menurutnya faktor alam yang sulit untuk dihindari oleh warga di tempatnya tinggal. “Saat ka­kek dan nenek kami tinggal di­sini, namanya banjir sudah ter­jadi sejak dulu. Hanya memang ketinggian air tidak seperti ban­jir yang terjadi belakangan ini, terutama tahun 2007,” jelasnya.

Usep menduga, banjir yang ter­jadi di beberapa tahun ter­ak­hir lebih besar dibandingkan pu­luhan tahun lalu, karena Kali Ciliwung makin menyempit.  Juga makin dangkal.  Sehingga dapat kiriman air sedikit saja sudah meluap.

Menurut Usep, sebenarnya warga juga khawatir banjir be­sar seperti tahun 2007 akan kembali terulang. Namun untuk mencegahnya, warga juga tidak memiliki kemampuan selain hanya mempersiapkan diri ka­lau sewaktu-waktu banjir tiba.

Walaupun jadi langganan ban­jir, warga enggan pindah dari Kampung Pulo. Menurut Usep, ada beberapa penye­bab­nya. Pertama, lokasi pe­mu­ki­man ini sangat strategis. Dari sini mudah ke mana-mana.

“Faktor lain, tawaran untuk pindah nilai ganti rugi­nya tidak sesuai dengan harapan warga sini. Sehingga warga bersikeras untuk tetap tinggal di Kampung Pulo,” ujarnya.

Selama ini, Usep mengaku pemerintah kerap menawarkan relokasi kepada warga. Namun tawaran itu selalu terbentur de­ngan uang ganti rugi yang di­terima warga.

“Untuk uang gantinya, jangan sampai kita rugi terlalu jauh. Kalau bangun rumah habis 100 juta, masak diganti cuma 25 juta. Itu kan bikin susah warga,” tegasnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

UPDATE

Penyelundupan BBL Senilai Rp13,2 Miliar Berhasil Digagalkan di Batam

Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:39

Perkuat Konektivitas, Telkom Luncurkan Layanan WMS x IoT

Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:13

Pesan SBY ke Bekas Pembantunya: Letakkan Negara di Atas Partai

Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:49

Wasit Ahmed Al Kaf Langsung Jadi Bulan-bulanan Netizen Indonesia

Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:21

Fraksi PKS Desak Pemerintah Berantas Pembeking dan Jaringan Judol

Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:00

Jenderal Maruli Jamin Pelantikan Prabowo-Gibran Tak Ada Gangguan

Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:47

Telkom Kembali Masuk Forbes World’s Best Employers

Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:30

Indonesia Vs Bahrain Imbang 2-2, Kepemimpinan Wasit Menuai Kontroversi

Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:59

AHY Punya Kedisiplinan di Tengah Kuliah dan Aktivitas Menteri

Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:38

Mantan Panglima Nyagub, TNI AD Tegaskan Tetap Netral di Pilkada 2024

Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:17

Selengkapnya