Berita

Maqdir Ismai

Wawancara

WAWANCARA

Maqdir Ismail: Sejumlah Pejabat KPK Melanggar Kode Etik

MINGGU, 18 DESEMBER 2011 | 08:55 WIB

RMOL. Pimpinan KPK periode 2011-2015 sudah diambil sumpahnya, Jumat (16/12) di Istana Negara. Sejumlah persoalan berat sudah menanti penanganan mereka secara cepat.

Salah satunya, pejabat KPK dinilai melanggar kode etik ter­kait penanganan kasus bekas Dirut PLN Eddie Widiono. Maka­nya pejabat itu diadukan ke pimpinan KPK.

“Yang kami adukan adalah De­puti Penindakan Ade Ra­hardja, Direktur Penyelidikan Iswan Helmi, penyidik dan penuntut umum kepada Ketua KPK,” kata pengacara Eddie Widiono, Maq­dir Ismail, kepada Rakyat Mer­deka, di Jakarta, kemarin.

Seperti diketahui, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (21/12) akan men­jatuhkan vonis terhadap Eddie yang didakwa melakukan korupsi dalam pengadaan proyek Costu­mer Information System-Ren­cana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) PLN Distribusi Ja­karta Raya dan Tangerang tahun 2004-2006.

Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Muhibuddin meminta majelis hakim menja­tuh­kan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair enam bulan kurungan. Sebab, Eddie didakwa menerima suap dari PT Netway Utama Rp 2 miliar dan merugikan keuangan negara sebesar Rp 46 miliar.

Maqdir Ismail selanjutnya me­ngatakan, pejabat KPK itu telah melanggar kode etik yang menga­kibatkan hak-hak Eddie diabai­kan. “Saya tentu punya dasar kuat dan tidak asal tuduh,” katanya.

Berikut kutipan selengkapnya?


Apa saja pelanggaran kode etik itu?

Pak Eddie ditetapkan terlebih dulu sebagai tersangka sebelum ada penghitungan kerugian ne­gara. Ini kan tidak benar.


Kenapa bisa seperti itu?

Begini, Laporan Kejadian Tin­dak Pidana Korupsi Nomor: LKTPK -24/KPK/2009 yang ditanda tangani Iswan Helmi kepada pimpinan KPK, tanggal 28 Desember 2009. Dalam lapo­ran ini disebutkan, kerugian negara sekitar Rp 45 miliar. Tapi Ade Rahardja mengatasnamakan pimpinan, baru meminta Kepala BPKP untuk melakukan penghi­tu­ngan kerugian negara dengan Surat Nomor: R/48/20-23/03/2010, tanggal 3 Maret 2010.

Permintaan Bantuan Tenaga Ahli Teknologi Informasi Untuk memberikan Keterangan Ahli, ke­pada Dekan Fakultas Ilmu Kom­­puter Universitas Indone­sia, baru dilakukan dengan Surat No: R-168/20-23/03/2010, tang­gal 17 Maret 2010. Berdasarkan itu BPKP melakukan audit dan hasil penghitungan kerugian negara ini baru diserahkan oleh BPKP de­ngan Surat Nomor: SR- 176/D6/02/2011, tanggal 16 Februari 2011.

    

BPKP yang melakukan audit?

Permintaan audit terhadap ke­ru­gian negara kepada BPKP juga sebuah kesalahan. Sebab  menu­rut UU BPK UU Nomor 15 tahun 2006, yang berhak melakukan penghitungan kerugian negara hanya BPK.

BPKP dapat melakukan perhi­tungan, penilaian, dan penetapan kerugian negara jika mendapat­kan delegasi dari BPK sebagai­mana diatur dalam Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2008 Ten­tang Penggunaan Pemeriksa dan/atau Tenaga Ahli dari Luar BPK.


Selain itu?

Bisa saja BPKP mendapatkan perintah tertulis Presiden atau penugasan secara tertulis dari Menteri Keuangan sebagai Ben­da­hara Umum Negara.


Lantas, apa masalahnya?

Masalahnya tidak hanya ber­henti di situ saja. Kerugian negara yang disebut BPKP hanya berda­sarkan Berita Aca­ra Pemeriksaan (BAP) Ahli IT dari UI. Artinya itu hanya opini dari ahli dan tidak berdasar perhitungan atau audit sesungguhnya.

Konyolnya BAP tersebut hi­lang dan tidak ada dalam berkas perkara. Saya pikir kalau jaksa penuntutnya profesional tidak akan melakukan ini.


Anda pernah mengatakan ada kegan­jilan da­lam dak­waan?

Saya melihat ada fakta aneh seputar kasus ini. Misalnya ketika jaksa menyampaikan tuntutan, tiba-tiba saja jaksa memasukkan fakta yang tidak ada kaitannya dengan perkara yang didak­wakan.

Eddie dianggap terbukti mene­rima cek Rp 850 juta dari Arthur Pelupessy dari PT Netway Uta­ma, terkait pengadaan Customer Mangement System (CMS) di Jawa Timur. Dalam kasus ini General Manager Distribusi Ja­tim Hariadi Sadono telah dijatuhi hukuman karena terukti telah melakukan tinak pidana korupsi.


Anda pernah mengatakan ada kegan­jilan da­lam dak­waan?

Saya melihat ada fakta aneh seputar kasus ini. Misalnya ketika jaksa menyampaikan tuntutan, tiba-tiba saja jaksa memasukkan fakta yang tidak ada kaitannya dengan perkara yang didak­wakan.

Eddie dianggap terbukti mene­rima cek Rp 850 juta dari Arthur Pelupessy dari PT Netway Uta­ma, terkait pengadaan Customer Mangement System (CMS) di Jawa Timur. Dalam kasus ini General Manager Distribusi Ja­tim Hariadi Sadono telah dijatuhi hukuman karena terukti telah melakukan tinak pidana korupsi.


Menurut Anda, Eddie tidak menerima cek tersebut?

Pemberian cek kepada se­jum­lah pihak sama sekali tidak ada kaitannya dengan Eddie, tapi  dimasukkan jaksa dalam berkas tuntutan, termasuk pemberian cek kepada sejumlah petugas pajak dari beberapa wilayah. 


Misalnya apa?

Jaksa memasukkan fakta cek sebesar Rp 500 juta yang disita dari Lindasari Handayani yang berasal dari Hariadi Sadono. Penerimaan uang oleh Amry, Fungsional Pemeriksa KPP Arga makmur Bengkulu sebesar Rp 163 juta dan Rp 27 juta.

Penerimaan uang oleh Nurach­man Maarif, Fungsional Peme­rik­sa KPP Pratama Ilir Barat Palem­bang sebesar Rp 81 juta dan Rp 14 juta. Kemudian, pene­rimaan uang oleh Abdul Gani, Kabag Ke­beratan dan Banding Kantor Kanwil DJP Serang Rp 95 juta.

Selain itu, penerimaan uang oleh Erikson P Situmorang, Kasi Administrasi Penyidikan Kanwil Jabar Rp 95 juta. Walaupun ber­hubungan dengan PT Netway. Namun itu semua tidak ada kai­tan­nya dengan Pak Eddie.


Harapan Anda?

Berdasarkan fakta dan berba­gai keanehan tersebut, saya me­yakini majelis hakim  akan arif menyikapinya dan membebaskan kliennya.    


Penilaian Anda terhadap pe­ja­bat KPK?

Sangat berbahaya jika KPK diisi orang-orang tidak bertang­gung jawab dan menyalahgu­nakan jabatannya untuk kepen­tingan tertentu. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Sisingamangaraja XII dan Cut Nya Dien Menangis Akibat Kerakusan dan Korupsi

Senin, 29 Desember 2025 | 00:13

Firman Tendry: Bongkar Rahasia OTT KPK di Pemkab Bekasi!

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:40

Aklamasi, Nasarudin Nakhoda Baru KAUMY

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:23

Bayang-bayang Resesi Global Menghantui Tahun 2026

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:05

Ridwan Kamil dan Gibran, Dua Orang Bermasalah yang Didukung Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:00

Prabowo Harus jadi Antitesa Jokowi jika Mau Dipercaya Rakyat

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:44

Nasarudin Terpilih Aklamasi sebagai Ketum KAUMY Periode 2025-2029

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:15

Pemberantasan Korupsi Cuma Simbolik Berbasis Politik Kekuasaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 21:40

Proyeksi 2026: Rupiah Tertekan, Konsumsi Masyarakat Melemah

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:45

Pertumbuhan Kredit Bank Mandiri Akhir Tahun Menguat, DPK Meningkat

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:28

Selengkapnya