Maqdir Ismai
Maqdir Ismai
RMOL. Pimpinan KPK periode 2011-2015 sudah diambil sumpahnya, Jumat (16/12) di Istana Negara. Sejumlah persoalan berat sudah menanti penanganan mereka secara cepat.
Salah satunya, pejabat KPK dinilai melanggar kode etik terÂkait penanganan kasus bekas Dirut PLN Eddie Widiono. MakaÂnya pejabat itu diadukan ke pimpinan KPK.
“Yang kami adukan adalah DeÂputi Penindakan Ade RaÂhardja, Direktur Penyelidikan Iswan Helmi, penyidik dan penuntut umum kepada Ketua KPK,†kata pengacara Eddie Widiono, MaqÂdir Ismail, kepada Rakyat MerÂdeka, di Jakarta, kemarin.
Seperti diketahui, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (21/12) akan menÂjatuhkan vonis terhadap Eddie yang didakwa melakukan korupsi dalam pengadaan proyek CostuÂmer Information System-RenÂcana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) PLN Distribusi JaÂkarta Raya dan Tangerang tahun 2004-2006.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Muhibuddin meminta majelis hakim menjaÂtuhÂkan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair enam bulan kurungan. Sebab, Eddie didakwa menerima suap dari PT Netway Utama Rp 2 miliar dan merugikan keuangan negara sebesar Rp 46 miliar.
Maqdir Ismail selanjutnya meÂngatakan, pejabat KPK itu telah melanggar kode etik yang mengaÂkibatkan hak-hak Eddie diabaiÂkan. “Saya tentu punya dasar kuat dan tidak asal tuduh,†katanya.
Berikut kutipan selengkapnya?
Apa saja pelanggaran kode etik itu?
Pak Eddie ditetapkan terlebih dulu sebagai tersangka sebelum ada penghitungan kerugian neÂgara. Ini kan tidak benar.
Kenapa bisa seperti itu?
Begini, Laporan Kejadian TinÂdak Pidana Korupsi Nomor: LKTPK -24/KPK/2009 yang ditanda tangani Iswan Helmi kepada pimpinan KPK, tanggal 28 Desember 2009. Dalam lapoÂran ini disebutkan, kerugian negara sekitar Rp 45 miliar. Tapi Ade Rahardja mengatasnamakan pimpinan, baru meminta Kepala BPKP untuk melakukan penghiÂtuÂngan kerugian negara dengan Surat Nomor: R/48/20-23/03/2010, tanggal 3 Maret 2010.
Permintaan Bantuan Tenaga Ahli Teknologi Informasi Untuk memberikan Keterangan Ahli, keÂpada Dekan Fakultas Ilmu KomÂÂputer Universitas IndoneÂsia, baru dilakukan dengan Surat No: R-168/20-23/03/2010, tangÂgal 17 Maret 2010. Berdasarkan itu BPKP melakukan audit dan hasil penghitungan kerugian negara ini baru diserahkan oleh BPKP deÂngan Surat Nomor: SR- 176/D6/02/2011, tanggal 16 Februari 2011.
BPKP yang melakukan audit?
Permintaan audit terhadap keÂruÂgian negara kepada BPKP juga sebuah kesalahan. Sebab menuÂrut UU BPK UU Nomor 15 tahun 2006, yang berhak melakukan penghitungan kerugian negara hanya BPK.
BPKP dapat melakukan perhiÂtungan, penilaian, dan penetapan kerugian negara jika mendapatÂkan delegasi dari BPK sebagaiÂmana diatur dalam Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2008 TenÂtang Penggunaan Pemeriksa dan/atau Tenaga Ahli dari Luar BPK.
Selain itu?
Bisa saja BPKP mendapatkan perintah tertulis Presiden atau penugasan secara tertulis dari Menteri Keuangan sebagai BenÂdaÂhara Umum Negara.
Lantas, apa masalahnya?
Masalahnya tidak hanya berÂhenti di situ saja. Kerugian negara yang disebut BPKP hanya berdaÂsarkan Berita AcaÂra Pemeriksaan (BAP) Ahli IT dari UI. Artinya itu hanya opini dari ahli dan tidak berdasar perhitungan atau audit sesungguhnya.
Konyolnya BAP tersebut hiÂlang dan tidak ada dalam berkas perkara. Saya pikir kalau jaksa penuntutnya profesional tidak akan melakukan ini.
Anda pernah mengatakan ada keganÂjilan daÂlam dakÂwaan?
Saya melihat ada fakta aneh seputar kasus ini. Misalnya ketika jaksa menyampaikan tuntutan, tiba-tiba saja jaksa memasukkan fakta yang tidak ada kaitannya dengan perkara yang didakÂwakan.
Eddie dianggap terbukti meneÂrima cek Rp 850 juta dari Arthur Pelupessy dari PT Netway UtaÂma, terkait pengadaan Customer Mangement System (CMS) di Jawa Timur. Dalam kasus ini General Manager Distribusi JaÂtim Hariadi Sadono telah dijatuhi hukuman karena terukti telah melakukan tinak pidana korupsi.
Saya melihat ada fakta aneh seputar kasus ini. Misalnya ketika jaksa menyampaikan tuntutan, tiba-tiba saja jaksa memasukkan fakta yang tidak ada kaitannya dengan perkara yang didakÂwakan.
Eddie dianggap terbukti meneÂrima cek Rp 850 juta dari Arthur Pelupessy dari PT Netway UtaÂma, terkait pengadaan Customer Mangement System (CMS) di Jawa Timur. Dalam kasus ini General Manager Distribusi JaÂtim Hariadi Sadono telah dijatuhi hukuman karena terukti telah melakukan tinak pidana korupsi.
Menurut Anda, Eddie tidak menerima cek tersebut?
Pemberian cek kepada seÂjumÂlah pihak sama sekali tidak ada kaitannya dengan Eddie, tapi dimasukkan jaksa dalam berkas tuntutan, termasuk pemberian cek kepada sejumlah petugas pajak dari beberapa wilayah.
Misalnya apa?
Jaksa memasukkan fakta cek sebesar Rp 500 juta yang disita dari Lindasari Handayani yang berasal dari Hariadi Sadono. Penerimaan uang oleh Amry, Fungsional Pemeriksa KPP Arga makmur Bengkulu sebesar Rp 163 juta dan Rp 27 juta.
Penerimaan uang oleh NurachÂman Maarif, Fungsional PemeÂrikÂsa KPP Pratama Ilir Barat PalemÂbang sebesar Rp 81 juta dan Rp 14 juta. Kemudian, peneÂrimaan uang oleh Abdul Gani, Kabag KeÂberatan dan Banding Kantor Kanwil DJP Serang Rp 95 juta.
Selain itu, penerimaan uang oleh Erikson P Situmorang, Kasi Administrasi Penyidikan Kanwil Jabar Rp 95 juta. Walaupun berÂhubungan dengan PT Netway. Namun itu semua tidak ada kaiÂtanÂnya dengan Pak Eddie.
Harapan Anda?
Berdasarkan fakta dan berbaÂgai keanehan tersebut, saya meÂyakini majelis hakim akan arif menyikapinya dan membebaskan kliennya.
Penilaian Anda terhadap peÂjaÂbat KPK?
Sangat berbahaya jika KPK diisi orang-orang tidak bertangÂgung jawab dan menyalahguÂnakan jabatannya untuk kepenÂtingan tertentu. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
UPDATE
Senin, 29 Desember 2025 | 00:13
Minggu, 28 Desember 2025 | 23:40
Minggu, 28 Desember 2025 | 23:23
Minggu, 28 Desember 2025 | 23:05
Minggu, 28 Desember 2025 | 23:00
Minggu, 28 Desember 2025 | 22:44
Minggu, 28 Desember 2025 | 22:15
Minggu, 28 Desember 2025 | 21:40
Minggu, 28 Desember 2025 | 20:45
Minggu, 28 Desember 2025 | 20:28