RMOL. Anggota DPR Wa Ode Nurhayati pernah mengungkapkan dugaan permainan dalam pembahasan anggaran. Politisi PAN ini pun menyebut ada sejumlah pihak yang jadi “penjahatâ€-nya. Ocehannya membuat berang pimpinan DPR.
Kini label “penjahat anggaran†disematkan kepadanya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wa Ode sebagai terÂsangka suap anggaran Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID). Ia pun dicegah ke luar negeri.
“Keluarga besar saya berduka atas penetapan saya tersangka,†kata perempuan kelahiran WaÂkatobi, Sulawesi Tenggara, 6 NoÂvember 1981 ini. Menurut Wa Ode, rasa duka yang dialami keluarganya sama seperti ketika mendengar ada saÂÂlah satu kerabat yang meÂninggal dunia.
“Jujur saja, sejak kecil keÂluarga besar saya tidak pernah ada yang berurusan dengan aparat penegak hukum, apalagi KPK. Karena itu, ketika mendengar kabar itu jelas membuat kaget keÂluarga besar,†kata dia.
Wa Ode pun mencoba meÂnunjuk rasa duka itu. Saat datang ke kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Senin sore, dia mengenakan baju hitam dan kerudung hitam.
Ia diterima Wakil Ketua LPSK Lies Setyaningsih. Dalam lapoÂrannya, Wa Ode membeberkan permasalahan yang menerpanya.
Dua jam kemudian ia meninÂgÂgalkan kantor LPSK yang terletak di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat ini. “Kita ke sini meÂminta perlindungan hukum. BaÂgaimana bentuk perÂlinduÂnganÂnya kita serahkan ke LPSK. Yang jelas kita sudah melaporkan seÂmuaÂnya termasuk hal yang raÂhasia,†kata Wa Ode.
Sejak mendengar kabar dirinya ditetapkan sebagai tersangka, Wa Ode memilih mengurung diri di rumah kakaknya. “Saya memilih untuk istirahat sejak hari Sabtu kemarin,†katanya kepada Rakyat Merdeka Senin lalu.
Kendati itu dia terus memantau pemberitaan seputar kasus yang dituduhkan kepadanya. Ia juga menerima telepon dari kerabat dan rekan satu partai yang meÂnanyakan penetapan status tersangka.
Saat KPK mengeluarkan status pencekalan atas dirinya, Wa Ode tetap menjalankan tugas sebagai angÂgota Dewan. Ia masih meÂngiÂkuti fit and proper test calon pimÂpinan Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bum (BPH Migas) di Komisi VII DPR.
“Itu sebagai bentuk sikap kalau saya siap melawan segala maÂsalah yang ada. Saya tidak takut untuk berbicara kebenaran, apa pun yang akan saya hadapi,†tegasnya.
Bahkan, dirinya masih sempat datang ke acara pembukaan SiÂlaturahmi Nasional PAN di KeÂmayoran, Jakarta pada Jumat malam (9/12).
Wa Ode sudah menduga dia akan ditetapkan sebagai terÂsangÂka. Itu diyakininya setelah diÂpanggil petinggi Fraksi dan DPP PAN. Di situ, dia ditanya meÂngenai soal pencekalan.
Setelah menceritakan kronoÂlogi kasusnya kepada para ataÂsannya di partai, Wa Ode diminta siap menerima kenyataan pahit: menjadi tersangka.
“Saat itu, saya sebenarnya suÂdah siap dengan segala cobaan yang akan saya hadapi. Tapi reaÂksioner yang disampaikan oleh keluarga, mau tidak mau memÂbuat saya shock juga,†jelasnya.
Senin lalu, Wa Ode tak nongol di DPR. Ruang kerjanya di Lantai 20 Gedung Nusantara I hanya ditunggu sekretaris pribadinya. Ia melewatkan sidang paripurna.
Depresikah dia? Wa Ode meÂnolak disebut mengalami tekÂanan mental akibat penetapan terÂsangÂka ini. Ia sengaja mengurung diri uÂntuk memikirkan langkah mengÂhadapi tuduhan ini.
“Semangat saya kembali munÂcul ketika anak pertama saya yang masih berumur lima tahun meÂnelpon. Anak saya bilang, kaÂlau dirinya mencintai saya dan akan berdoa untuk kebaikan saya,†tutur Wa Ode.
“Dari suaranya, anak saya tampak tegar memberikan semaÂngat kepada saya. Jelas ini menÂjadi semangat saya untuk bangkit dan tidak boleh kalah dengan permainan tidak sehat ini,†tambahnya.
Senin sore, Wa Ode memuÂtusÂkan ke luar dari rumah untuk perÂtama kali sejak dirinya dikaÂbarkan jadi tersangka. Tujuannya kantor LSPK.
Dua Kali Abaikan Surat Panggilan KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum pernah memeriksa Wa Ode Nurhayati. Namun KoÂmisi memiliki bukti yang cukup untuk menetapkan anggota DPR itu sebagai tersangka.
Menurut Wakil Ketua KPK HarÂyono Umar, Wa Ode diteÂtapÂkan sebagai tersangka karena meÂnerima hadiah dalam alokasi anggaran Percepatan PemÂbaÂnguÂnan Infrastruktur Daerah (PPID).
Kasus ini dinaikkan ke tingkat penyidikan karena KPK sudah memiliki dua alat bukti. Wa Ode diduga melanggar Pasal 12 huruf A dan B dan atau Pasal 5 Ayat 2 serta Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya penjara maksimal 20 tahun.
“Inilah keanehan kasus yang menimpa saya. Mana mungkin seorang yang belum pernah diÂperiksa, lantas ditetapkan sebagai tersangka,†kata Wa Ode kepada Rakyat Merdeka.
Anggota Komisi VII DPR ini tak membantah dirinya pernah mendapat surat panggilan dari KPK. Surat pertama diterima 31 Oktober 2011. “Saya tidak daÂtang,†katanya.
Selang beberapa hari, KPK kembali melayangkan surat pangÂgilan untuk Wa Ode. “Saya juga tidak datang,†akunya.
Kenapa tidak datang? Wa Ode menganggap surat panggilan KPK tak memenuhi syarat pro justisia. Dalam kedua surat tak disebutkan apa status Wa Ode dimintai keterangan.
“Tidak jelas posisi saya, apaÂkah saksi atau tersangka. Sebagai seorang anggota DPR dan juga pejabat publik, tentunya saya tidak akan datang bila alasannya tidak jelas,†tandas Wa Ode.
Setelah mengabaikan kedua surat itu, Wa Ode tak pernah lagi menerima surat panggilan dari KPK. “Terakhir yang dikeluarkan KPK justru pencekalan atas diri saya agar tidak keluar negeri. Itu pun saya tahu dari berita yang ada di media massa. Besoknya, status berubah menjadi tersangka,†jelasnya.
Penetapan Wa Ode sebagai terÂsangka mengejutkan politisi PAN. Wakil Sekjen DPP PAN TeÂguh Juwarno mengenal Wa Ode sebagai kader yang berani meÂngungkap mafia anggaran di DPR.
“Dia memiliki keberanian untuk melaporkan, seharusnya dia dilindungi, bukannya malah dikorbankan. Dimana keadilan penegakan hukum di negeri ini?†kata Teguh.
Ia meminta KPK menjelaskan kasus yang disangkakan kepada Wa Ode. “Tanpa ada kejelasan dan penjelasan, ini akan menjadi preseden buruk dan menjadi kado pahit pada hari penegakan anti korupsi. Ini juga merupakan akhir jabatan yang buruk bagi pimpiÂnan KPK saat ini,†katanya.
Ketua DPP PAN Viva Yoga Mauladi juga mencium keanehan dalam kasus ini. “Kenapa belum pernah diperiksa langsung diteÂtapkan sebagai tersangka. Jangan sampai KPK menjadi lembaga order melakukan pekerjaan pemÂberantasan korupsi berdasarkan order orang yang punya kekuatan ekonomi dan kekuatan politik,†pintanya.
Bermula Dari Mata Najwa
Mei lalu, nama Wa Ode NurÂhayati menjadi buah bibir kaÂrena membeberkan permainan anggaran di DPR dalam acara “Mata Najwa†di televisi. Ia sempat menyinggung nama pimpinan anggota DPR.
Kepada Rakyat Merdeka, Nurhayati menceritakan proses wawancara dalam acara ‘Mata Najwa’ yang memÂbuat berang Ketua DPR MarÂzuki Alie. Ia menuturkan, dari awal sampai akhir proses waÂwancara menÂjadi satu kesatuan dan tidak boleh dipisah-pisahkan.
“Artinya jangan yang diambil kalimat ‘penjahatnya’ saja. Itu kan ada kronologisnya yang ditanyakan oleh Mbak Najwa, terkait di beberapa kesempatan dan media saya memaparkan kecurigaan pelanggaran sistem terhadap kasus Dana PenyeÂsuaiÂan Infrastruktur Daerah (DPID). Kan akhirnya Mbak Najwa masuk ke situ,†ujarnya.
Ketika dirinya menceritakan kronologis dalam kasus itu, diakhir acara Najwa mencoba meÂngambil kesimpulan dan berÂtanya kepada dirinya. “Mbak, untuk kasus DPID khuÂsusnya, siapa penjahatnya menurut Mbak?†ujar Nurhayati meniruÂkan pertanyaan Najwa.
“Penjahatnya pimpinan DPR-kah? Pimpinan Banggar-kah? Atau Menkeu?†ujar Nazwa menegaskan pertanyaan kepada Nurhayati.
“Karena ini berlanjut dari proÂses awal wawancara, saya sampaikan kayaknya ketiga-tiganya. Tapi tidak keluar dari saya bahwa mereka adalah penjahat anggaran. Karena dari kronologis yang saya samÂpaikan, di tiga tempat ini terjadi perubahan sistem di luar rapat formal,†ujarnya.
Perubahan sistem yang seÂperti apa? Nurhayati menÂjeÂlasÂkan, pada bulan Oktober 2010 Banggar melakukan pemÂbaÂhaÂsan APBN 2011. Dalam pemÂbahasan APBN 2011 itu, Banggar memutuskan adanya dana atau pagu anggaran yang bernama DPID 2011.
Dalam rapat panja tanggal 6-11 Oktober 2010 di Puncak, Jawa Barat, Banggar menyeÂpaÂkati sistem indikator. Di dalam sisÂtem itu ada kapasitas fiskal dan kriteria daerah, Banggar meÂnyepakati bahwa daerah-daeÂrah se-Indonesia, mulai kaÂbuÂpaten/kota dan provinsi yang maÂsuk dalam sistem yang disepakati akan diberi alokasi anggaran.
“Jadi, ketika sistem itu diseÂpaÂkati dan rambu-rambunya ditetapkan, dirapatkan antara Banggar dan pemerintah maka didapatilah 491 daerah yg meÂmenuhi kriteria. Di dalam kriÂteria itu ada kapasitas fiskal dan kategori daerah tertinggal loh ya, dari kriteria itu didapati 491 daerah yang memenuhi kriteÂria,†jelasnya.
Akhirnya Banggar dan peÂmeÂrintah memutuskan dua opsi. Opsi pertama, diserahkan keÂpaÂda pemerintah dengan catatan seluruh sektornya boleh diguÂnaÂkan untuk sektor dana alokasi khuÂsus (DAK). Opsi kedua, haÂnya boleh digunakan untuk seÂmua sektor DAK tapi dalam saÂtuan itu tidak boleh ada sektor.
“Kita menyerahkan otorita peÂnyerahan sektor kepada keÂpala daerah kabupaten/kota, kaÂrena merekalah yang lebih paÂham sektor mana yang meruÂpaÂkan kebutuhan daerah mereka. Itu kan sistem yang kita sepaÂkaÂti bersama. Nah, selesai rapat hingga 11 Oktober itu keesokan harinya rapat di Jakarta dilanÂjutkan di ruangan Banggar, peÂmerintah pun menyerahkan siÂmulasi,†tuturnya.
Setelah itu pemerintah kemuÂdian menyerahkan simulasi unÂtuk anggaran sebesar 7,7 triliun yang mengakomodir 491 kaÂbÂu-Âpaten/ kota. “Setelah itu kita tidak rapat lagi di Banggar, kita tinggal menunggu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 25. Terus pada bulan Februari tiba-tiba keluar PMK 25 dari siÂmulasi Oktober, ditandatangani tanggal 11 Februari yang hanya 298 kabupaten/kota. Anda bisa hitung 491 dikurangi 298, berapa yang dikorbankan,†tandasnya.
Bila Menkeu mengatakan simulasi itu hasil rapat Banggar, ditengÂgarai ada oknum di dalam BangÂgar. Nurhayati menuturÂkan, diriÂnya tidak pernah meÂnyeÂbut seÂcara langsung nama Ketua DPR Marzuki Alie sebaÂgai ‘penjahat anggaran’. Dalam waÂwancara Nurhayati hanya meÂnyebutkan salah satu pimÂpinan DPR.
Ia sebenarnya ingin meÂnyinÂdir Wakil Ketua DPR Anis Matta yang dinilainya dengan seÂenaknya mengubah alokasi anggaran untuk daerah. “Beliau menyurati Menkeu agar meÂneÂken permintaan dana pÂeÂnyeÂsuaian infrastruktur daerah. Kan benar ada surat dari Pak Anis matta,†kata Nurhayati. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35
UPDATE
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:39
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:13
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:49
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:21
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:00
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:47
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:30
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:59
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:38
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:17