Berita

FIRMAN ABADI/RMOL

Blitz

Firman "Dibo Piss" Bergelut dengan Ambulan Gratis dan Jenazah

SELASA, 13 DESEMBER 2011 | 16:08 WIB | LAPORAN:

RMOL. Tak banyak orang mengenal Firman Abadi. Pria sederhana ini memang bukan siapa-siapa. Bukan pula anak pejabat ataupun anak konglomerat. Namun, kepedulian dia kepada nasib masyarakat, terutama keluarga tidak mampu, melebihi kepedulian Firman kepada dirinya sendiri. Pria yang akrab disapa Dibo dan dikenal sebagian masyarakat Jakarta sebagai Ketua Yayasan Dibo Piss ini memiliki usaha yang sangat mulia yakni penyediaan mobil ambulan gratis. Menariknya, dalam melayani masyarakat yang membutuhkan jasa untuk mengantar orang sakit ke rumah sakit, sampai mengantar jenazah  ke tempat peristirahatan terakhir, Firman tidak membedakan agama, apalagi kaya atau miskin. Mereka dilayani dengan ikhlas.

"Niat awal kami adalah membantu sesama. Tak hanya orang miskin, orang kaya sekali pun kita bantu gratis," kata Firman "Dibo Piss" Abadi yang ditemui Rakyat Merdeka Online baru-baru ini di kantor Relawan Dibo Piss, di bilangan Kalibata, Jakarta Selatan.

Firman merintis ambulan gratis sejak tahun 1998. Awalnya, aktifitas ini tidak mudah, apalagi dengan misi kemanusian alias tidak mencari keuntungan. Ayah dua anak yang bernama Alfiah Zulfa Humaimah dan Kanza Zafira harus bekerja dan berpikir keras agar tetap bisa melayani masyarakat dalam kondisi apapun. Maklum, mobil ambulan yang digunakan masih berstatus kredit. Makanya, tidak mengherankan kalau kantor Dibo Piss yang berada di depan markas Slank di gang Potlot, kerap didatangi penagih utang alias debt collector, terutama ketika dia telat membayar kredit mobil APV yang disulapnya menjadi mobil ambulan.


Anehnya, para debt collector menagih utang dengan santun. Mereka, kata Firman terkesan tidak enak hati untuk memaksanya membayar kredit mobil APV. Mereka, sadar kalau mobil itu dipakai untuk membantu masyarakat, bukan disewakan.

"Kalau mereka datang saya hanya mengatakan nanti pasti saya bayar kalau duitnya sudah ada. Setelah itu mereka pun pergi dengan senyum," kenang Firman.

Menggeluti usaha kemanusiaan yang dirintis Firman bukan tanpa sebab. Berawal ketika dia tinggal di Gang Bakti, Saharjo, Manggarai, Jakarta Selatan. Kala itu,  tahun 1998, seorang warga tak mampu, tetangganya meninggal dunia. Betapa sedih dan pilu hati Firman ketika melihat realita kalau jenazah tetangganya itu tidak bisa diantar ke liang lahat hanya karena uang duka shalawat belum ada. Pemandangan miris itu mengusik dan menyesakkan dada Firman. Sungguh ironis, di negeri ini, kata dia ada jenazah tak bisa diantar ke liang lahat hanya karena tak punya dana. Pertanyaan itu berkecambuk di dalam pikiran dan membekas rasa pilu di hati Firman dalam waktu cukup lama.

"Saya sedih melihat jenazah tidak bisa diantar ke tempat peristirahatan terakhir hanya karena tidak ada uang shalawat," ujar Firman yang tahun 2009 pernah maju sebagai calon anggota DPD DKI.
 
Semenjak peristiwa itu, muncul keinginan  yang kuat untuk memiliki mobil ambulan. Lewat bisnis kecil-kecilan menyablon, Firman menabung rupiah demi rupiah. Tuhan Yang Maha Esa pun mendengar doa Firman. Tahun 2007, dia ketiban rezeki. Dia kebanjiran order sablon kaos Slank. Keuntungan dari menyablon dan uang hasil tabungan sebesar Rp 5 juta dipakai Firman untuk mengambil satu unit mobil APV secara kredit.

Kemudian, mobil itu lantas disulap menjadi mobil ambulan. Semenjak itu, dia aktif membantu warga. Kalau dia mendapat informasi ada warga tak mampu meninggal dunia, Firman menawarkan jasa untuk membawa jenazah ke pemakaman tanpa dipungut sen pun. Ternyata, kehadiran mobil ambulan gratis Firman direspon positif oleh masyarakat, khususnya di wilayah Jakarta Selatan. Permintaan mobil ambulan gratis meningkat. Alumni STM Negeri I Boedi Oetemo tahun 1993 ini akhirnya kelimpungan.

"Sedih kalau ada yang minta bantuan mobil ambulan tapi saya tidak bisa membantu," kata Firman. Sebagai solusi atas meningkatnya permintaan tersebut,  Firman terpaksa menyulap  mobil pribadinya, Suzuki Carry Adventure tahun 2003 sebagai mobil ambulan. Seiring perjalan waktu dan jumlah orang meninggal setiap harinya meningkat, dia pun nekad dan  mengambil satu unit mobil APV. Dan sampai sekarang armada ambulan Dibo Piss bertambah menjadi 12 unit dengan status kredit belum lunas.

Firman tak memungkiri kalau saat  ini dia ketar-ketir dan  khawatir kalau tidak sanggup membayar kredit. Pernah pada Oktober 2009, enam unit mobil APV nyaris ditarik dealer karena dia tidak sanggup membayar kredit mobil tersebut.

"Saya berdoa kepada Allah sambil menangis dan meminta  saya diberikan rezeki agar bisa membayar kredit mobil," kenang Firman. Untuk kesekian kalinya, doanya didengar. Dia ketiban rezeki dari order cetakan Pilpres 2009. Untung besar diraupnya. Uang itu pun kemudian dipakainya untuk pembayaran  kredit mobil.

Kepedulian Firman membantu masyarakat memang luar biasa. Bayangkan saja, setelah usaha penyediaan mobil ambulan gratis digelutinya selama empat tahun, sampai saat ini dia belum memiliki rumah sendiri. Hingga saat ini dia bersama istrinya Kartini dan dua anaknya tinggal di rumah kontrakan. Di sisi lain, dia menghadapi persoalan akan kelangsungan usahanya tersebut. Sebab untuk biaya operasional usaha ambulannya, Firman hanya mengandalkan subsidi dari bisnis percetakan dan sablon kecil-kecilan yang dikelolanya. Sementara Dibo Piss berencana akan melayani pengiriman jenazah tidak saja di Jakarta, tapi juga di kota besar lainnya. Untuk itu, pihaknya sangat membutuhkan bantuan dari masyarakat dan juga pemerintah.

"Dalam kondisi seperti ini, kami mengharapkan adanya pihak-pihak yang tergerak hatinya untuk memberikan bantuan. Tapi kami tidak memaksa," katanya.

Bagi pihak yang tergerak hatinya membantu Yayasan Relawan Dibo Piss, Firman mengatakan bantuan itu bisa ditransfer ke Rekening BCA KCP Pasar Minggu No.Rek 1283011414 dan Bank Mandiri KCP Jakarta Universitas Taruma Negara No.Rek 1170032121212. [dry]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya