Berita

Ke­me­na­kertrans

On The Spot

Ngurus Lewat Broker, Izin Lebih Cepat Keluar

Nengok Pelayanan Kementerian Yang Rawan Suap (2/Selesai)
SABTU, 03 DESEMBER 2011 | 08:56 WIB

RMOL. Ina meluruskan kakinya sambil duduk di ruang tunggu Pelayanan Penggunaan Tenaga Kerja Asing Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Tangan kanannya memegang map kuning.  Raut wajah pe­rem­puan berjilbab dan berkaca mata ini terlihat lelah bercampur ge­li­sah. “Capek mas, sudah sejam di sini belum dipanggil-panggil juga sama petugasnya,” katanya.

Perempuan berusia 35 tahun ini da­tang jauh-jauh ke Ke­me­na­kertrans untuk mendaftarkan seorang tenaga kerja asing (TKA) yang akan bekerja di pe­ru­sa­ha­an­nya. TKA itu berasal dari Jerman.

“Dia baru mau bekerja. Jadi harus mengurus perizinannya ter­lebih dahulu,” katanya. Pe­ru­sa­ha­an tempat Ina bekerja berdomisili di Serang, Banten.

Ina sering mendapat tugas dari perusahaannya untuk mengurus izin TKA di Kemenakertrans. “Bila ada waktu kosong saya urus sen­di­ri. Tapi kalau sibuk, bia­sa­nya meng­gunakan jasa broker,” ujarnya.

Menurut dia, pengurusan izin tak ditarik biaya. “Tapi kita berinisiatif memberi uang kepada petugas agar berkas bisa cepat selesai. Kalau nggak dikasih lama ngerjainnya.”

Proses pengurusan ini dit­e­tapkan hanya makan waktu tiga hari. Tapi kenyataannya bisa sam­pai seminggu walaupun semua persyaratan sudah lengkap.

Komisi Pemberantasan Korup­si (KPK) memberikan rapor me­rah untuk Pelayanan Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Ke­me­nakertrans. Skornya 5,44. Artinya integritas pelayanan ini masih rendah alias rawan suap.

Pelayanan Penggunaan Tenaga Kerja Asing berada di lantai dasar Ge­dung B Kemenakertrans. Ruang pelayanan ini terletak per­sis di sebelah tempat parkir se­peda motor.

Tulisan “Pelayanan Penggu­na­an Tenaga Kerja Asing” dipasang di dinding depan pintu masuk. Ma­suk ke dalam melalui pintu kaca selebar 1,5 meter dari ter­li­hat ruangan besar.

Kursi-kursi panjang dari besi diletakkan di bagian ruangan. Sementara di pinggir berjejer loket-loket pelayanan. Dinding loket setinggi dada orang dewasa terbuat dari tembok.

Di atasnya dipasang kaca. Ko­munikasi antara pengurus izin dengan petugas loket dilakukan lewat lubang kecil di bagian te­ngah kaca.

Di dinding belakang loket ditempel lima kertas berukuran A4. “Pelayanan Tidak Dikenakan Biaya,” demikian tulisan di ker­tas. Melihat dari kondisi kertas yang masih bersih dan tintanya yang hitam mengkilat, tulisan itu belum lama ditempel.

Lima televisi layar datar dile­takkan di sejumlah sudut ruangan ini. Di antaranya di dinding dan tiang. Televisi ini menampilkan in­formasi mengenai alur pe­ngurusan izin dan daftar izin yang telah keluar.

Informasi yang diperoleh, ba­nyak perusahaan yang meng­gu­nakan jasa broker untuk me­ngu­rus izin TKA. Umumnya, peng­guna jasa ini adalah perusahaan-perusahaan yang berdomisili di daerah.

Dengan menggunakan broker, perwakilan perusahaan tak perlu jauh-jauh datang ke Jakarta untuk mengurus izin ini. Izin awal un­tuk menggunakan tenaga kerja asing harus diurus di K­e­mena­ker­tans. Untuk perpanjangan diurus di Dinas Tenaga Kerja provinsi di­mana perusahaan itu ber­domisili.

Izin bisa lebih cepat keluar bisa mengurus lewat broker. Bila per­syaratannya lengkap, izin ke­luar dalam tiga hari. Pengurusan izin bisa cepat karena broker kenal dengan “orang kenal”. Juga ka­rena ada faktor uang pelicin.

Saat Rakyat Merdeka datang ke sini Kamis lalu (1/12), tempat pe­layanan ini penuh sesak. Mereka yang kebagian duduk terpaksa menunggu sambil berdiri.

Sulit membedakan antara per­wakilan perusahaan yang sedang mengurus izin TKA dengan para broker di sini. Umumnya, mereka datang ke sini berpakaian rapi. Yang pria mengenakan kemeja baik panjang maupun pendek, celana bahan dan sepatu pantofel.

Ada juga yang mengenakan kaos berkerah tapi pe­nam­pi­lan­nya tetap rapi. Sementara yang wanita mengenakan blus kerja panjang maupun pendek dan ba­wahan rok.

Para broker ini sulit dikenali ka­rena mereka tak terlihat men­jajakan jasa secara terbuka ke­pada perwakilan perusahaan yang datang ke Kemenakertrans untuk mengurus izin.

Cegah Suap, Buka Pendaftaran Online

Untuk mengurangi interaksi de­ngan petugas dalam pengu­ru­san Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), Kemen­te­rian Tenaga Kerja dan Trans­mig­rasi bakal menerapkan pendaf­ta­ran lewat sistem online.

“Sejak Februari 2011, kami su­dah melakukan uji coba dari si­s­tem manual ke elektronik. Mu­dah-mudahan mulai minggu de­pan program tersebut sudah bisa dijalankan,” kata Kepala Pusat Hubungan Masyarakat Keme­na­kertrans Suhartono.

Suhartono menjelaskan, pe­mo­hon bisa mendaftar lewat website di http://tka-online.dep­na­ker­trans.go.id untuk mendapatkan IMTA. Pemohon tinggal datang ke kantor Kemenakertrans untuk mengambil izin yang sudah jadi.

Sistem pendaftaran online ini bakal meminimalisir interaksi pe­mohon dengan petugas. Sehingga upaya untuk menyuap petugas bisa dikurangi.

Suhartono mengakui pen­daf­ta­ran dengan sistem manual mem­buka peluang terjadinya pe­nyua­pan. “Ada kecenderungan. Pe­ngurusan tenaga kerja asing ini kan sebenarnya cepat. Cuma ada beberapa pihak yang me­ngu­n­a­kan jasa untuk pengurusan tenaga kerja asing ini,” jelasnya.

Setiap perusahaan yang mem­pekerjakan tenaga kerja asing (TKA) harus mendapat izin dari Ke­menakertrans. “Misalnya un­tuk tenaga ahli dan sebagainya. Mana yang boleh dan mana yang tidak. Itu kan harus ada izin dari kita,” kata Suhartono.

Setelah memperoleh izin dari Kemenakertrans, perusahaan pengguna TKA masih harus memperpanjang izin tersebut setiap tahun. Perpanjangan izin cukup dilakukan di Dinas Tenaga Kerja provinsi dimana perusa­haan itu berdomisili.

Bila izin tak diperpanjang, Kemenakertrans menganggap kontrak kerja TKA di perusahaan itu tak lagi diperpanjang. “Kami akan bekerja sama dengan Imig­rasi untuk mengekstradisi tenaga kerja asing itu,” kata Suhartono.

Setiap hari Kemenakertrans me­nerima lebih dari 100 berkas permohonan izin menggunakan TKA dari berbagai perusahaan. Ada 30 petugas yang disediakan untuk melayani permohonan izin.

Mengenai nilai merah yang diberikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk pelayanan ini, Suhartono mengatakan pi­hak­nya akan memperbaikinya. Ok­num yang terbukti menerima suap bakal ditindak tegas.

Ina, perwakilan perusahaan yang ditemui Rakyat Merdeka di Kemenakertrans berharap proses pengurusan IMTA bisa lebih cepat tanpa perlu mengeluarkan uang pelicin.

Ia menyambut baik rencana Kemenakertrans yang hendak memperbaiki pelayanan setelah adanya penilaian KPK. “Tapi jangan baik sekarang saja. Besok-besok balik lagi,” ujarnya.

Syaratnya Banyak, Katanya Izin Bisa Keluar Tiga Hari

Untuk bisa memperoleh izin menggunakan tenaga kerja asing (TKA), perusahaan harus memenuhi sejumlah per­sya­ratan. Apa saja?

Pertama, surat permohonan dari perusahaan, surat Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), surat izin usaha dari instansi berwenang, akte pen­dirian perusahaan yang sudah disahkan pejabat ber­wenang.

Perusahaan juga harus me­lam­pirkan surat keterangan do­misili dari pemerintah daerah se­tempat, badan struktur orga­ni­sasi perusahaan, surat pe­nun­jukkan TKI sebagai pen­dam­ping TKA yang dipekerjakan, kopi bukti wajib lapor ke­te­na­gakerjaan yang masih berlaku berdasarkan UU 7/1981 tentang wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan.

Terakhir, surat rekomendasi ja­batan yang akan diduduki oleh TKA dari instansi tertentu bila diperlukan sesuai keten­tuan, pengurusan izin ini makan waktu tiga. Setelah perusahaan memasukkan berkas, petugas akan memeriksa dan mengecek kelengkapannya.

Bila berkasnya lengkap di­lan­jutkan pemrosesan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Diawali dengan memasukkan permohonan izin dalam Nota Pengajuan Konsep Naskah Dinas (NPKND). Dilanjutkan verifikasi ke­leng­kapan dan pengetikan oleh koordinator.

Hari berikutnya, verifikasi konsep Perizinan Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) se­cara kolektif oleh Kepala Seksi Penempatan Tenaga Kerja. Ke­pala Subdinas Penempatan dan Pengembangan Tenaga Kerja Mandiri (PPTKM) turut mem­berikan pertimbangan pe­nge­sahan konsep perizinan secara kolektif.

Hari ketiga, pengesahan. Se­telah izin disetujui lalu di­buat­kan penomoran izin. Dokumen perizinan kemudian diteruskan ke petugas penyerahan dan pengecekan.

Proses terakhir adalah me­ma­sukkan data TKA ke dalam arsip. Setelah itu, petugas me­nyerahkan IMTA kepada pe­mohon. Walaupun ketentuan pe­ngurusan izin hanya butuh tiga hari, tapi kenyataannya se­ring molor hingga seminggu.

Tarifnya Sampai Jutaan Rupiah

Tenaga kerja asing (TKA) yang hendak bekerja di In­do­nesia harus mengantongi se­jum­lah izin. Di antaranya izin tinggal sementara dan izin bekerja.

Begitu pula, perusahaan yang mempekerjakaan TKA itu. Juga harus mengantongi izin. Yakni Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).

Untuk memperoleh berbagai izin itu tak mudah. Per­sya­ra­tan­nya banyak. Waktu pe­ngu­ru­san­nya lama. Juga harus keluar-masuk beberapa instansi untuk memperoleh dokumen yang menjadi persyaratan.

Para broker pun ber­mu­n­culan. Mereka menawarkan jasa mengurus izin-izin itu. Ada yang menawarkan sistem paket. Misalnya, paket mengurus izin baru. Mulai rekomendasi visa kerja, visa tinggal terbatas, izin menggunakan tenaga kerja asing (IMTA), kartu izin tinggal sementara (KITAS), SKLD (surat keterangan lapor diri), STM (surat tanda melapor), SKSKP (surat keterangan susu­nan keluarga pendatang), SKTT (surat keterangan tempat ting­gal) laporan keberadaan.

Tarif mengurus izin-izin itu se­besar Rp 4,3 juta. Lama pe­ngurusan 50 sampai 60 hari. Lalu ada juga paket untuk per­panjangan izin. Tarifnya Rp 4 juta sampai Rp 4,2 juta. Lama pengu­rusan juga 50 sampai 60 hari.

Ada juga broker yang me­na­warkan jasa pengurusan per do­kumen alias ketengan. Ada le­bih dari 20 dokumen yang harus dimiliki TKA yang hendak bekerja di Indonesia. Mulai dari dokumen izin tinggal hingga izin bekerja.

Tarif pengurusan dokumen-dokumen itu bervariasi mulai Rp 200 ribu hingga Rp 1,4 juta. Tarif mahal untuk mengurus KITAS. Waktu pengurusan dokumen-do­kumen itu juga berbeda. Mulai 2 hari sampai 14 hari. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

UPDATE

Penyelundupan BBL Senilai Rp13,2 Miliar Berhasil Digagalkan di Batam

Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:39

Perkuat Konektivitas, Telkom Luncurkan Layanan WMS x IoT

Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:13

Pesan SBY ke Bekas Pembantunya: Letakkan Negara di Atas Partai

Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:49

Wasit Ahmed Al Kaf Langsung Jadi Bulan-bulanan Netizen Indonesia

Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:21

Fraksi PKS Desak Pemerintah Berantas Pembeking dan Jaringan Judol

Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:00

Jenderal Maruli Jamin Pelantikan Prabowo-Gibran Tak Ada Gangguan

Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:47

Telkom Kembali Masuk Forbes World’s Best Employers

Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:30

Indonesia Vs Bahrain Imbang 2-2, Kepemimpinan Wasit Menuai Kontroversi

Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:59

AHY Punya Kedisiplinan di Tengah Kuliah dan Aktivitas Menteri

Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:38

Mantan Panglima Nyagub, TNI AD Tegaskan Tetap Netral di Pilkada 2024

Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:17

Selengkapnya