RMOL. PT Industri Sandang Nusantara (Insan) adalah salah satu badan usaha milik negara (BUMN) yang menderita rugi paling besar. Tahun 2010, perusahaan ini rugi hingga Rp 103,5 miliar.
Kementerian BUMN lalu meÂmasukkan PT Insan sebagai pasien Perusahaan Pengelola Aset (PPA) untuk diresÂtrukÂtuÂriÂsasi. Namun dalam perjaÂlaÂnanÂnya, PPA mengaku kewalahan membedah penyebab masalah di PT Insan.
Untuk mencari “penyakit†di PT Insan, PPA melakukan sejumÂlah kajian. Pertama khusus maÂsaÂlah keuangan. Berikutnya kaÂjian mengenai kondisi peruÂsaÂhaan secara keseluruhan.
“PPA melakukan kajian sendiri kepada Insan. Tapi PPA juga meÂnuÂÂgaskan auditor untuk meÂngÂaudit kondisi keuangan PT InÂsan,†kata Sekretaris PT PPA, Renny O RoÂrong kepada Rakyat Merdeka.
Dijelaskan Renny, PPA masih melakukan kajian secara komÂpreÂhensif terhadap kondisi PT Insan. Bentuk kajian itu terbagi menjadi dua yaitu, kajian untuk melihat seÂcara menyeluruh persoalan apa yang sebenarnya dialami PT InÂsan. Lalu melihat rencana mereka ke depan serta potensi yang dimiliki.
Kajian kedua, fokus pada masalah keuangan. Kegiatan ini dilakukan auditor. Hasilnya bisa berpengaruh pada proses bantuan yang akan diberikan kepada PT Insan dalam tahap restrukturisasi.
“Berdasarkan peraturan KeÂmenÂterian Keuangan, bantuan resÂtrukturisasi hanya bisa dikasih satu kali saja. Jadi kalau misalnya dua tahun setelah itu, Insan meÂnyataÂkan kekurangan dana, kita tidak bisa memberikannya. MaÂkaÂnya kajiannya harus komÂpreÂhensif. NaÂntinya diharapkan tidak ada maÂsalah di kemudian hari,†jelasnya.
Menurut Renny, sebelumnya PPA telah mengucurkan dana bantuan kepada Insan. Bantuan itu sebagai dana awal untuk memÂÂbiayai kebutuhan operasioÂnal Insan selama sekitar satu tahun.
Namun dia mengaku tidak ingat berapa jumlahnya. “Saya lupa berapa jumlahnya. Tapi suÂdah ada dana untuk kebutuhan awal yang dikucurkan sekitar satu tahun lalu,†katanya.
Renny menolak kalau penaÂngaÂnan PT Insan yang dilakukan lembaganya dinilai lambat. SeÂbab pihaknya sudah melakukan kajian secara bertahap sesuai deÂngan Peraturan yang dikeluarkan Kementerian BUMN. “Kita beruÂsaÂha menyelesaikan scepatnya. Soalnya bagi PPA semakin cepat, semakin baik,†ungkapnya.
Untuk diketahui PPA pernah meÂnyampaikan siaran persnya pada 14 Agustus 2009 bahwa telah menandatangani perjanjian kredit dengan PT Insan senilai Rp 25 miliar untuk kegiatan operasional.
Pemberian kredit ini bagian dari penugasan Menteri Negara BUMN kepada PPA untuk menÂdukung program usaha BUMN. Dengan kucuran kredit ini, diÂharapkan PT Insan akan menjadi semakin kompetitif di industri tekstil nasional.
Menteri BUMN yang baru, Dahlan Iskan menegaskan seÂjumÂlah BUMN rugi berskala kecil akan dilepas dari program resÂtrukÂturisasi. Dengan demikian, jumÂlah BUMN rugi yang ditaÂngani PPA bakal menyusut.
“Saya sudah minta PPA untuk menangani BUMN yang besar-besar. Tidak perlu yang kecil,†kata Dahlan Iskan.
Salah satu opsi untuk meÂngeÂluarkan BUMN sakit dari proÂgÂram restrukturisasi PPA adalah dengan diakuisisi. Perusahaan neÂgara yang sehat diminta mengamÂbil alih BUMN yang selama ini merugi. Rencananya, PT Insan bakal diambil alih PT PembaÂnguÂnan Perumahan (PP).
PT Insan memiliki kantor di Jalan Wolter Monginsidi 88K, KeÂbayoran Baru, Jakarta Selatan. Kantornya menempati sebuah ruko berlantai tiga dan diapit dua bank swasta.
Seperti perusahaannya, kondisi kantor di sini juga memÂpriÂhaÂtinÂkan. Dinding luar kantor ini diÂpoles dengan warna merah muda. Warnanya sudah luntur. Cat yang menutupi dinding sudah mengÂeÂlupas. Sehingga cat putih yang menjadi warna dasar dinding ini bisa terlihat jelas.
Kaca gelap yang menutupi lanÂtai dua dan tiga kantor PT Insan terlihat kotor. Tampaknya sudah lama tak dibersihkan. Papan nama perusahaan dipasang di dinding bawah lantai dua.
Tak ada satupun kendaraan yang parkir di depan kantor ini. Kondisi berbeda dengan halaman kantor-kantor di sebelahnya yang disesaki kendaraan roda empat maupun roda dua.
Rolling door yang melindungi pintu masuk di lantai dasar terbuka penuh. Pintu maupun dinÂding lantai dasar terbuat dari kaca warna gelap.
Rakyat Merdeka mengamati tak terlihat aktivitas orang yang keluar-masuk kantor ini. Masuk ke kantor tersebut, di bagian deÂpan terdapat meja resepsionis yang dijaga seorang petugas keÂamanan paruh baya.
Di lantai satu kantor ini terÂdapat tiga ruangan yang disekat deÂngan menggunakan papan tebal. Sekat pertama untuk ruaÂngan penerima tamu sekaligus tempat petugas keamanan berjaga.
Terbatas oleh lorong tak berÂpintu, ada ruangan lagi. SeÂperÂtinya berfungsi sebagai ruang tunggu tamu dan tempat beristiÂrahat. Di ruangan ini, terdapat sofa besar berwarna merah muda, lengkap dengan meja besar beralas kaca.
“Kalau ruangan yang paling belakang, itu biasa digunakan untuk rapat para karyawan. Rapat biasa dipimpin salah satu diÂrekÂsi,†kata Edi, petugas keamanan yang berjaga di ruang depan.
Walaupun ruko ini menjadi kantor pusat PT Insan tapi tak terÂlihat aktivitas kerja. “Memang di sini ditulis sebagai kantor pusat, tapi untuk seluruh operasional dan kerja karyawan ada di kantor yang berada di Jalan Agus Salim, Bekasi,†tutur Edi.
“Saya di sini hanya sendirian setiap harinya, karena memang operasional bukan di sini,†tanÂdasnya lagi. Menurut dia, kantor ini lebih difungsikan sebagai temÂpat persinggahan bagi karyawan dan direksi yang sedang ada keÂperluan di Jakarta. Sebab itu, Edi lebih sering sendirian bila tak ada direksi maupun karyawan yang singgah.
Sekitar 15 menit berada di sini, sebuah Kijang Innova warna abu-abu parkir persis di depan kantor. Dari dalam kendaraan itu, turun dua orang berseragam coklat. MeÂreka bergegas memasuki ruaÂngan. Salah satunya menenteng map kertas.
Edi dengan sigap membukakan pintu. Dari gaya petugas keÂamaÂnan itu membukakan pintu, seÂpertinya kedua orang itu meruÂpakan tamu penting bagi perusahaan.
“Yang tadi itu adalah Pak Leo dan anak buahnya. Pak Leo itu salah satu dari empat direksi yang menjadi pimpinan perusahaan. Kadang-kadang, kalau siang begini pimpinan memang selalu menyempatkan diri untuk daÂtang,†ujarnya.
Tanpa banyak bicara, orang yang disapa Pak Leo langsung maÂsuk ke dalam ruangan di baÂgian tengah yang diisi meja dan sofa.
Ia terlihat berbicara dengan seÂseÂorang lewat handphone. Tak jeÂlas apa isi pembicaraannya kareÂna ruangan itu kedap suara. Leo Pramuka adalah direktur utama PT Insan. Ia menjabat posisi itu sejak 2007 lalu. Leo tak bersedia diwawancarai Rakyat Merdeka.
Lewat Edi, dia menyampaikan sebaiknya membuat janji lebih dulu. Wawancara pun dilakukan di kantor operasional di Bekasi.
“Kalau mau ada perlu silakan datang ke kantor yang ada di Bekasi. Di sini tidak melayani wawancara,†kata Edi. Ditunggu lebih satu jam lebih, Leo tak juga keluar ruangan.
Aroma Korupsi Di Penjualan Aset PT Insan
PT Industri Sandang Nusantara adalah perusahaan yang berÂgerak dalam produksi benang tenun, kain dan karung plastik.
Perusahaan ini memiliki tuÂjuh pabrik pemintalan, satu baril terÂpadu (pemintalan dan perÂteÂnuÂnan) dan satu pabrik karung plasÂtik. Dasar hukum pendirian PT InÂdustri Sandang Nusantara adaÂlah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 90 Tahun Tahun 1999 tertanggal 13 Oktober 1999.
Peraturan Pemerintah meÂngaÂtur mengenai penggabÂuÂngan PT Industri Sandang II ke dalam PT Industri Sandang I. Perusahaan gabungan ini lalu memiliki nama baru yakni PT Industri Sandang Nusantara (Insan).
Selain itu, ada Surat KepÂuÂtuÂsan Menteri Hukum dan PeÂrÂunÂdang-undangan No C-10721.ÂHT.01.04. th.2000 tanggal 25 Mei 2000 perihal Persetujuan Atas Perubahan Pasal 1, Pasal 3 dan Pasal 4 Anggaran Dasar Peseroan Terbatas: Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Industri Sandang NuÂsantara atau diÂsingkat PT Insan.
Dalam menjalankan usahaÂnya PT Insan memiliki tujuan turut melaksanakan dan meÂnunÂjang kebijakan dan program pemeÂrinÂtah di bidang ekonomi dan pemÂbangunan nasional pada umumÂnya, di bidang teksÂtil dan industri seÂjenisnya, deÂngan menerapkan prinsip-prinÂsip perseroan terbatas.
Kondisi keuangan yang buÂruk membuat perusahaan ini meÂlepaskan sejumlah aset yang dimilikinya. Salah satunya, Unit Patal di Cipadung, Bandung.
Komisi Pemberantasan KÂoÂrupÂsi (KPK) mencium peleÂpaÂsan aset lahan berikut bangunan milik PT Insan yang terjadi pada 2004 itu berbau korupsi. NiÂlai jual obyek pajak (NJOP) tanah diturunkan. Akibatnya perusahaan dan negara rugi hingga puluhan miliar.
KPK lalu menyeret Kuntjoro Hendrartono, dirut PT Insan ke Pengadilan Tindak Pidana KoÂrupsi (Tipikor). Kuntjoro diÂnyatakan bersalah melakukan korupsi dan divonis 10 tahun penjara. Putusan ini sudah meÂmiliki kekuatan tetap. Lim Kian Yin, rekanan dalam pelepasan aset ini juga dinyatakan berÂsaÂlah dan dijatuhi hukuman deÂlaÂpan tahun penjara.
Pelepasan aset PT Insan di SeÂnayan, Jakarta juga diduga berÂmaÂsalah. Adalah Indonesian CorÂruption Watch (ICW) yang menÂcium aroma korupsi dalam tukar guling lahan PT Insan deÂngan PT Graha Delta Citra (GDC) ini. DuÂgaan korupsi ini lalu dilaÂporÂkan ke KPK. Tukar guling ini diteÂngarai merugikan negara hingga Rp 121,628 miliar. [Harian Rayat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35
UPDATE
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:39
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:13
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:49
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:21
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:00
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:47
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:30
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:59
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:38
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:17