Berita

PT Survei Udara Penas

On The Spot

Gaji Sering Telat Dibayar Pegawai Pilih Hengkang

Melongok Perusahaan Pelat Merah “Dhuafa” (5)
KAMIS, 17 NOVEMBER 2011 | 08:46 WIB

RMOL.Foto kawasan Kemayoran yang diambil dari udara menghiasi ruang tamu kantor pusat PT Survei Udara Penas di Puri Sentra Niaga Blok B/36, Jalan Kalimalang, Jakarta Timur.

Foto dibuat pada 1992. “Foto ini merupakan proyek terbesar yang kami tangani,” kata Ade Sujana, staf accounting PT Survei Udara Penas. Proyek pemetaan udara kawasan Jakarta makan waktu berbulan-bulan. Dari pro­yek itu, perusahaan pelat merah itu menangguk untung hingga miliaran rupiah.

“Alhamdulillah hasilnya me­muas­kan. Berkat foto ini kami di­percaya untuk mengerjakan kota lainnya,” kata karyawan yang sudah bekerja sejak 1981 ini.

PT Survei Udara Penas berdiri pada dekade 1960-an. Perusa­ha­an negara melayani jasa survei cua­ca, pemetaan udara dan pe­nye­waan pesawat.

Pada awal berdiri perusahaan ini cukup bergengsi. Gaji pega­wai­nya besar. Bahkan bisa dise­ja­jarkan dengan PT Telkom.

Pada saat itu, peralatan untuk melakukan pemetaan udara yang dimiliki perusahaan ini ter­golong paling canggih. “Dulu ma­hasiswa tingkat akhir sering magang kerja di tempat ini,” kenang Ade.

Masa keemasan itu telah ber­lalu. Perusahaan ini mengalami kesulitan keuangan. Pada tahun 2000, perusahaan ini memiliki 100 karyawan. Kini tinggal 29 orang. Ba­nyak karyawan yang heng­kang lantaran gaji sering telat di­ba­yar­kan. Mereka yang bertahan me­milih nyambi kerja di tempat lain.

Pagi sampai sore mereka be­ker­­ja seperti biasa. Malamnya ker­­ja di tempat lain. “Kalau nggak se­perti itu tidak bisa ma­kan. Kami punya keluarga yang harus di­hidupi,” curhat Ade.

Tahun ini, pemerintah lewat PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) memutuskan menyuntik dana untuk PT Survei Udara Penas. “Pembayaran gaji tak pernah telat la­gi. Nggak tahu kalau ta­hun de­pan,” kata Ade.

Keuangan PT Survei Udara Penas berdarah-darah karena terus merugi. Pada 2009 rugi Rp 5,09 miliar. Pada 2010 kerugian ditekan jadi Rp 2,13 miliar.

Kementerian BUMN beren­cana menghentikan suntikan dana ke­pada perusahaan negara “dhua­fa”. Sebagai gantinya, pe­ru­sa­ha­an-perusahaan itu akan di­akuisisi BUMN yang sehat. Ren­cananya, PT Survei Udara Penas diambil alih PT Angkasa Pura I.

Para karyawan tak keberatan pe­rusahaannya dijadikan anak peru­sahaan PT Angkasa Pura I. Asalkan calon induk semang itu me­miliki modal besar untuk me­ngem­bangkan PT Survei Udara Penas.

Dirut Angkasa Pura I Tommy Soetomo mengatakan, pihaknya masih mengumpulkan data me­ngenai PT Survei Udara Penas. Berdasarkan data itu, pihaknya akan mencari cara untuk menye­hat­kan PT Survei Udara Penas.

Menurut Tommy, bidang usaha PT Survei Udara Penas sejalan de­ngan strategi korporasi pe­ru­sahaannya.

Menangguk Berkah SEA Games

Penyelenggaraan SEA Games membawa berkah bagi PT Survei Udara Penas. Perusahaan negara yang tengah terseok-seok itu mendapat order membuat hu­jan buatan di kawasan Jaka­ba­ring, Palembang, Sumsel.  

“Kami bekerja sama dengan BPPT dalam membuat hujan bua­tan,” ujar Ade Sujana, staf ac­coun­ting PT Survei Udara Penas.

PT Survei Udara Penas menye­dia­kan pesawat. Sedangkan pera­latan untuk membuat hujan bua­tan berasal dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

BPPT menggunakan sistem flare (kembang api) untuk me­mancing hujan. Sistem ini lebih canggih dibanding menabur ga­ram ke awan. “Pakai garam su­dah kuno dan bisa merusak pesawat,” kata Ade.

Sistem flare akan memaksa hu­jan turun sebelum pembu­ka­an SEA Games sehingga tak meng­ganggu acara yang dihadiri SBY itu. “Alhamdulillah proyek itu berhasil,” katanya. Ini juga dila­kukan pada penutupan nanti.

Kamera Foto Udara Masih Pake Roll Film

PT Survei Udara Penas me­miliki dua pesawat King R dan Cessna. Kedua pesawat jenis kecil ini parkir di Bandara Ha­lim Perdanakusumah Jakarta. Bisa di­sewa untuk mengangkut orang maupun barang.

Pesawat King R mampu me­muat 13 penumpang. Se­dang­kan Cessna 11 penumpang. Harga sewanya 1.500 dolar (AS) per jam.

Kedua pesawat juga telah di­modifikasi untuk kegiatan pe­metaan udara. Biaya pemetaan dihitung per hektar. “Bisa sam­pai jutaan. Ini karena pe­nger­ja­an­nya sampai waktu enam bu­lan,” kata Ade Sujana, staf ac­counting PT Survei Udara Penas.

Menurut informasi yang di­peroleh Rakyat Merdeka, kedua pesa­wat milik PT Survei Udara Pe­nas tengah diperbaiki.

Walaupun pesawatnya tak beroperasi, PT Survei Udara Pe­nas tetap harus membayar uang parkir Rp 400 ribu per bulan.

“Sewanya termasuk murah dibanding dengan bandara lain. Apalagi pesawat kami hanya berukuran kecil,” katanya. Pe­ru­sahaan itu juga memiliki kan­tor cabang di Bandara Halim.

Sudah lama PT Survei Udara Penas tak mengerjakan proyek pemetaan udara. Perusahaan ini kalah bersaing dengan swasta yang menawarkan harga lebih murah. Juga kalah canggih dari segi teknologi.

“Kamera mereka (swasta) su­dah menggunakan sistem di­gital. Kami masih meng­gu­na­kan roll film,” kisah Ade.

“Kami punya 11 kamera. Ha­nya dua yang bisa digunakan. Itu pun model lama,” kata Ade. Ka­mera pemetaan udara yang dimiliki perusahaan ini buatan tahun 1990-an.

PT Survei Udara Penas per­nah mengajukan permintaan dana kepada pemerintah. Be­sarnya Rp 150 miliar. Ren­ca­na­nya, sebagian dana akan di­gu­na­kan untuk mengganti kamera.

“Harga kameranya sangat ma­hal dan harus impor dari Jer­man. Paling murah Rp 1,5 mi­liar. Paling mahal Rp 9 miliar,” kata Ade.

Selama ini, pesawat milik PT Survei Udara Penas kerap di­sewa perusahaan swasta yang hendak melakukan pemetaan udara. “Pesawatnya sewa dari kita, tapi kameranya pakai pu­nya mereka sendiri. Soalnya pesawat untuk pemetaan udara hanya kami yang punya di In­donesia,” kata Ade. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

UPDATE

Penyelundupan BBL Senilai Rp13,2 Miliar Berhasil Digagalkan di Batam

Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:39

Perkuat Konektivitas, Telkom Luncurkan Layanan WMS x IoT

Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:13

Pesan SBY ke Bekas Pembantunya: Letakkan Negara di Atas Partai

Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:49

Wasit Ahmed Al Kaf Langsung Jadi Bulan-bulanan Netizen Indonesia

Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:21

Fraksi PKS Desak Pemerintah Berantas Pembeking dan Jaringan Judol

Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:00

Jenderal Maruli Jamin Pelantikan Prabowo-Gibran Tak Ada Gangguan

Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:47

Telkom Kembali Masuk Forbes World’s Best Employers

Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:30

Indonesia Vs Bahrain Imbang 2-2, Kepemimpinan Wasit Menuai Kontroversi

Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:59

AHY Punya Kedisiplinan di Tengah Kuliah dan Aktivitas Menteri

Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:38

Mantan Panglima Nyagub, TNI AD Tegaskan Tetap Netral di Pilkada 2024

Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:17

Selengkapnya