Berita

Gatot M.Manan

Bank Indonesia

Saatnya Sektor Riil Dipacu

Oleh: Gatot M.Manan*)
SENIN, 14 NOVEMBER 2011 | 10:03 WIB

RMOL. Persoalan fiskal negara kawasan euro menciptakan ketidakpastian yang tinggi di pasar keuangan internasional. Ekonomi global terancam memasuki fasa krisis dengan intensitas lebih berat. Pertumbuhan ekonomi di banyak negara pada terpangkas turun. Indonesia mengawali antisipasi dengan kebijakan mendukung geliat dunia usaha, penurunan suku bunga!


Langkah proaktif ini diperlukan sebagai antisipasi. Pengalaman bahwa ekonomi domestik mempunyai daya tahan tinggi terhadap krisis hendaknya tidak membuat kita lengah.  


Sektor Riil

Upaya mendorong sektor riil tentunya mensyaratkan strategi komprehensif tidak cukup dari sisi moneter. Aspek non moneter melengkapi seperti kebijakan fiskal, simplifikasi investasi, dukungan infrastruktur, efisiensi birokrasi, menjadi kesatuan integrasi dalam mendukung dunia usaha. Kebijakan ekspansif moneter tanpa diimbangi dengan dukungan kebijakan lain menyebabkan upaya mendorong sektor riil tidak efektif.


Keterpurukan Eropa dan AS berpotensi mendorong dana asing kembali masuk ke Indonesia dalam jumlah lebih besar. Investor dihadapkan pada keterbatasan outlet investasi di pasar internasional. Indonesia menjadi salah satu favorit investasi dengan potensi pertumbuhan tinggi, daya tahan krisis baik, dan prospek rating ke investment grade. Suatu momentum yang tidak boleh disisa-siakan.


Untuk menarik dana asing agar tidak hanya berputar di pasar keuangan, diperlukan reformasi terhadap kemudahan investasi dan infrastruktur. Dana asing diarahkan untuk mendukung proses produksi dalam negeri yang menyerap tenaga kerja dan memberi nilai tambah produksi


Di sisi lain, peningkatan kapasitas produksi membantu pengendalian harga dari sisi supply. Sensitivitas penurunan bunga terhadap ekspansi produksi mendukung efektivitas upaya mendorong pertumbuhan dengan risiko inflasi yang terkendali. Kemampuan ekonomi menghindari rigiditas supply sangat membantu pencapaian inflasi rendah.


Di sisi lain, peningkatan kapasitas produksi membantu pengendalian harga dari sisi supply. Sensitivitas penurunan bunga terhadap ekspansi produksi mendukung efektivitas upaya mendorong pertumbuhan dengan risiko inflasi yang terkendali. Kemampuan ekonomi menghindari rigiditas supply sangat membantu pencapaian inflasi rendah.


Tanpa disertai fleksibilitas terhadap ekspansi produksi, penurunan suku bunga hanya sensitif kepada pembelian barang secara kredit. Pembelian barang konsumsi meningkat hingga memberi beban risiko inflasi.


Efisiensi dan infrastruktur

Efisiensi perbankan dalam bentuk penurunan spread net interest margin (NIM) berperan nyata dalam memberikan suku bunga penyaluran kredit yang bersaing. Tingginya NIM antara lain dipengaruhi persaingan menarik dana yang kurang sehat. Promosi dalam bentuk bagi-bagi hadiah mobil dalam jumlah besar bersifat tidak edukatif terhadap masyarakat luas, seyogianya dihindari.


Faktor kunci lain pendorong sektor riil tentunya penyediaan infrastruktur yang memadai berupa akses transportasi. Ibarat aliran darah, kelancaran transportasi menjadi kunci kesehatan ekonomi. Dukungan kebijakan fiskal terlihat dari berapa proporsi alokasi untuk pembenahan infrastruktur ini. Sepertinya fiskal masih terfokus pada membengkaknya biaya sumber daya  manusia. Inefisiensi kelembagaan ini dikhawatirkan menjadi bom waktu yang terakumulasi. Fiskal Yunani memberikan peringatan bahwa inefisiensi tidak dapat dibiarkan dalam jangka panjang.


Bahkan negara besar umumnya menerapkan suku bunga rendah mendekati nol persen, namun  tidak cukup juga mendorong dunia usaha. Stimulus ditambah melalui penambahan likuiditas dalam bentuk pembelian surat utang pemerintah. Ekonomi negara maju benar-benar sedang lesu darah!


Eksportir domestik dipaksa banting setir ke negara BRICS dan Afrika. Persaingan sesama eksportir Asia cukup berat. Negara pesaing mempunyai biaya dana lebih rendah dengan dukungan infrastruktur memadai. Sementara eksportir dalam negeri mempunyai biaya tenaga kerja lebih murah.


Pelonggaran moneter bersamaan kebijakan lain yang mendukung dunia usaha diharapkan meningkatkan efisiensi produksi eksportir. Dalam era baru integrasi ekonomi, sejatinya tiap ekonomi dihadapkan pada persaingan efisiensi. Siapa unggul dalam produksi akan menjadi pemenang.


*) Analis Keuangan Bank Indonesia


Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

UPDATE

Pesan Ketum Muhammadiyah: Fokus Tangani Bencana, Jangan Politis!

Jumat, 19 Desember 2025 | 10:13

Amanat Presiden Prabowo di Upacara Hari Bela Negara

Jumat, 19 Desember 2025 | 10:12

Waspada Banjir Susulan, Pemerintah Lakukan Modifikasi Cuaca di Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 10:05

Audit Lingkungan Mendesak Usai Bencana di Tiga Provinsi

Jumat, 19 Desember 2025 | 10:04

IHSG Menguat, Rupiah Dibuka ke Rp16.714 Pagi Ini

Jumat, 19 Desember 2025 | 09:59

TikTok Akhirnya Menyerah Jual Aset ke Amerika Serikat

Jumat, 19 Desember 2025 | 09:48

KPK Sita Ratusan Juta Rupiah dalam OTT Kepala Kejari HSU

Jumat, 19 Desember 2025 | 09:28

Bursa Asia Menguat saat Perhatian Investor Tertuju pada BOJ

Jumat, 19 Desember 2025 | 09:19

OTT Kalsel: Kajari HSU dan Kasi Intel Digiring ke Gedung KPK

Jumat, 19 Desember 2025 | 09:05

Mentan Amran: Stok Pangan Melimpah, Tak Ada Alasan Harga Melangit!

Jumat, 19 Desember 2025 | 08:54

Selengkapnya