SETIAP tanggal 10 Dzulhijjah umat Islam di seluruh dunia merayakan pesta akbar yaitu hari raya Idul Adha atau Idul Qurban.
Umat Islam yang menanti-nanti kedatangan hari raya ini disambut dengan gembira, karena selain umat Islam yang menunaikan ibadah haji untuk menyempurnakan rukun Islam, umat Islam lainnya juga turut melaksanakan ibadah yang sangat penting yaitu qurban.
Dengan menjalankan ibadah qurban ini, ajaran Islam membuktikan kepedulian sosial yang sangat luhur dengan saling berbagi dan merasakan daging qurban yang dinikmati semua kalangan masyarakat.
Dengan demikian, ibadah qurban membawa dampak positif bagi masyarakat yang benar-benar diaplikasikan dengan memotong hewan qurban yang dinikmati atau dirasakan terutama kaum fakir miskin.
Dalam pemaknaan qurban tidak hanya semata-mata persoalan menyembelih hewan pada waktu Idul Qurban. Akan tetapi, yang sangat penting adalah menunaikan dan mewujudkan misi tauhid dan misi sosial dengan penuh keikhlasan yang diniatkan semata hanya kepada Allah. Namun demikian, masih ada dari sebagian umat Islam yang berqurban hanya dimotivasi oleh pahala yang dijanjikan semata dan tidak memperhatikan makna sesungguhnya yaitu makna solidaritas dan jiwa sosial. Sehingga ajaran agama Islam dalam menyikapi ibadah qurban terdapat dua segi yang harus diperhatikan.
Pertama adalah segi spiritual-transendental sebagai konskuensi dari kepatuhan kepada Allah. Artinya, dalam melakukan ibadah qurban seyogyanya tidak hanya pada saat Idul Adha. Melainkan tidak mengenal batas dan waktu untuk dapat mengurbankan apa yang dimiliki sebagai upaya taqarrub kepada Allah SWT dan mensyukuri rezeki yang telah diberikan-Nya. Dengan demikian, qurban tidak stagnan pada saat Idul Adha saja, akan tetapi lebih daripada itu yang secara konkrit mempunyai dampak positif horisontal yakni terpenuhinya kesejahteraan sosial.
Adapun yang kedua adalah dari segi sosial humanis yang dapat dilihat dari pengolahan dan pendistribusian hewan qurban yang secara khusus diperuntukkan bagi mereka yang berhak (mustahiq). Dari segi sosial humanis ini, dapat menjadi bernilai tambah manakala disertai dengan rasa penuh ketakwaan kepada Allah SWT. Artinya, dengan melakukan ibadah qurban yang diniatkan semata hanya karena mengharap ridha Allah SWT melalui penyembelihan hewan qurban yang kemudian dibagi-bagikan kepada masyarakat, sehingga mampu mengaplikasikan solidaritas sosial.
Dengan demikian, pendistribusian daging hewan qurban kepada masyarakat terutama fakir miskin, mengandung makna dan nilai dalam upaya pengentasan mereka ke dalam taraf hidup yang lebih baik, dan merupakan wujud kongkrit kepedulian ajaran agama Islam kepada para fakir miskin sebagai solidaritas sosial.
Oleh karena itu, kiranya perlu dalam pemaknaan ibadah qurban dijadikan suatu yang prinsipil untuk diinterpretasikan dalam rangka mencapai tujuan pensyariatan Islam, yakni tercapainya kemaslahatan dunia dan akhirat. Sehingga dalam mengamalkan ibadah qurban sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT: "Maka dirikanlah (kerjakan) shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah"(Q.S. Al-Kautsar: 2), umat Islam menjadi yakin dalam melaksanakan ibadah qurban. Walaupun hukum qurban itu sunnah sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: "Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi kamu adalah sunnah" (HR. At-Tirmidzi), umat Islam terutama mereka yang diberikan kelebihan rezeki oleh Allah SWT, ibadah qurban menjadi terasa suatu keharusan untuk berbagi kepada masyarakat. Karena, ibadah qurban merupakan perintah langsung dari Allah SWT kepada manusia untuk mengasah kepedulian dan kepekaan sosial yang sarat akan nilai-nilai humanis.
Seorang tokoh pembaharu Islam yaitu Rasyid Ridha, menyikapi ibadah qurban dengan melambangkan suatu perjuangan kebenaran yang melibatkan kesabaran, ketabahan, dan pengurbanan. Sedangkan Ali Syari’ati menyikapi ibadah qurban yang diungkapkan sebagai penyembelihan hewan yang merupakan perumpamaan untuk kemusnahan dan kematian ego, yang berarti juga menahan diri dan berjuang untuk melawan dari godaan ego. Dengan demikian, pendapat dari tokoh tersebut dapat diaplikasikan pada dimensi moral dan politik yang semestinya diperjuangkan bagi terwujudnya keadilan sosial.
Sebagaimana yang dapat dilihat dari prosesi penyembelihan hewan qurban yang berarti menyembelih sifat-sifat kebinatangan yang ada di dalam diri manusia. Dengan adanya ajang pesta akbar qurban, seharusnya menjadi suatu kesadaran dalam menyikapi kehidupan sosial untuk tidak mementingkan diri sendiri maupun kelompok. Sehingga diharapkan kesediaan setiap muslim untuk peduli terhadap kepentingan orang lain, karena ibadah qurban merupakan salah satu bentuk tanggung jawab sosial masyarakat muslim kepada sesamanya.
Selain itu, urgensi daripada ibadah qurban diharapkan mampu dijadikan sarana untuk melatih jiwa kedermawanan sosial, sehingga bisa berperan sebagai solusi untuk mengatasi kemiskinan dan membangun kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, ibadah qurban merupakan sarana dalam bentuk taqarrub (usaha mendekatkan diri) kepada Allah SWT, dengan melalui kasih sayang kita kepada sesama manusia, terutama pada golongan fakir miskin yang membutuhkannya.
Semoga dengan adanya kegiatan ibadah qurban ini, hubungan batin dan persaudaraan antara golongan ekonomi kelas atas dengan golongan ekonomi kelas bawah akan terjalin dengan erat, baik, dan harmonis. Adapun rasa saling sayang menyayangi terhadap sesama manusia pada hakekatnya mengundang rahmat dan kasih sayang dari Allah SWT dan seluruh mahluk-Nya yang ada di langit, sehingga dalam menjalankan ibadah secara vertikal akan menjadi lebih dekat dan hubungan horizontal bisa terjalin dengan baik sesuai dengan makna qurban itu sendiri. Wa Allahu‘a’lam bi al-shawab.
Syamsul Alam
Penulis adalah pemerhati sosial dan aktivis Corps Dakwah Pedesaan (CDP)Yogyakarta
087856077***