Berita

Said Aqil Siradj

Wawancara

WAWANCARA

Said Aqil Siradj: Sudah Saatnya Intelijen Diberi Hak Menangkap

JUMAT, 30 SEPTEMBER 2011 | 05:11 WIB

RMOL. Pendekatan agama tidak cukup untuk menghapuskan paham terorisme di Indonesia. Yang paling utama adalah memperbaiki ekonomi rakyat.      

“Kalau hanya pengajian atau ceramah saja, barangkali mereka sudah bosan,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj, kepada Rakyat Merdeka, Selasa (27/9).

Menurutnya, keterbelakangan ekonomi merupakan faktor utama penyebab suburnya radikalisme. Untuk itu, perlu ada tindakan kon­­kret terkait peningkatan ke­sejahteraan rakyat, terutama di daerah yang terindikasi sebagai sarang teroris.

“Di sejumlah daerah terindi­kasi ada kelompok radikal. NU te­lah membangun sejumlah sa­rana dan prasarana ekonomi, se­perti koperasi dan lembaga eko­nomi lainnya. Kami berharap, aktivitas sosial ekonomi ini dapat memperkecil pengaruh gerakan radikal,” paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya:


Daerah mana saja yang te­r-in­dikasi ada kelompok radi­kal?

Kalau kita bicara soal daerah yang harus menjadi sasaran, sebagian besar ada di pulau Jawa bagian selatan. Misalnya, Garut, Solo dan Ngawi. Selama ini, dae­rah-daerah tersebut terindikasi menjadi tempat persemaian ke­lom­pok radikal.

Di sejumlah daerah itu, NU telah membangun dan akan terus memberdayakan perekonomian masyarakat. NU sudah bekerja sama dengan Bulog, Kemente­rian Kelautan dan Perikanan, Ke­menterian Koperasi dan UKM, serta instansi lainnya untuk me­ningkatkan ekonomi masyarakat.


Selain mem­ba­ngun pere­ko­no­mi­an masyarakat, apa upa­ya NU dalam me­nangkal aksi te­ro­risme?

Kita belum serius dalam mem­bangun pemahaman agama yang utuh. Agama ma­sih dimaknai se­ka­dar akidah dan sya­­riah, se­batas sur­ga dan neraka, atau halal dan haram.

Padahal, agama ti­dak hanya bicara itu. Agama ber­bicara soal ke­manusiaan, bu­daya dan pera­daban. Itulah yang akan dilaku­kan NU dan tugas besar kita di masa mendatang. Kita harus mem­bangun pema­haman agama yang utuh.

Tidak boleh ada kekerasan da­lam agama. Kalau ada yang me­lakukan kekerasan, berarti tidak mengamalkan agama. Orang me­lakukan pengeboman atas agama, itu berarti jelas menghina agama.


Apa cara itu dapat menya­dar­kan orang yang sudah ter­kena doktrin paham radikal?

Kalau yang sudah terkena doktrin paham radikal, memang sulit disadarkan. Seperti yang saya katakan tadi, mereka sudah me­yakini surga atau (mati) syahid jika melakukan aksi tersebut.

Makanya fokus kami saat ini ada­lah melakukan so­sialisasi dan dialog terhadap orang-orang yang belum terkena pengaruh atau be­lum men­da­pat dok­trin pa­ham ra­dikal secara mak­simal.


Bagaimana dengan pihak yang sudah terdoktrin secara mak­simal?

Untuk menanggulangi hal itu, dibutuhkan peran intelijen. Saya yakin, selama ini polisi dan in­telijen mengetahui atau men­curi­gai gerakan-gerakan tersebut.

Namun mereka memiliki keter­batasan kewenangan. Jika masih rencana, bicara, atau sekadar tuli­san, belum dapat dijadikan ter­sangka atau dipanggil.

Saya kira sudah saatnya in­telijen diberi peran menangkap dan menginterogasi orang yang dicurigai. Asal tidak melanggar HAM, seperti melakukan pemu­kulan atau intimidasi. Kalau ada bukti dijadikan tersangka. Kalau tidak ada bukti, ya dilepas.


Sejumlah kalangan khawatir kewenangan itu disalahgu­na­kan?

Betul. Beberapa LSM tidak setuju dengan ide ini. Khawatir kembali ke era Orde Baru. Pada­hal, tidak seperti itu.

Saya berpandangan, me­mang­gil atau memeriksa pihak yang dicurigai merupakan kewena­ngan aparat keamanan. Yang penting, kecurigaan itu didukung dengan data, fakta-fakta dan sejumlah indikasi.   [rm]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pemkot Bogor Kini Punya Gedung Pusat Kegawatdaruratan

Senin, 29 Desember 2025 | 10:12

Dana Tunggu Hunian Korban Bencana Disalurkan Langsung oleh Bank Himbara

Senin, 29 Desember 2025 | 10:07

1.392 Personel Gabungan Siap Amankan Aksi Demo Buruh di Monas

Senin, 29 Desember 2025 | 10:06

Pajak Digital Tembus Rp44,55 Triliun, OpenAI Resmi Jadi Pemungut PPN Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 10:03

Ketum KNPI: Pelaksanaan Musda Sulsel Sah dan Legal

Senin, 29 Desember 2025 | 09:51

Bukan Soal Jumlah, Integritas KPU dan Bawaslu Justru Terletak pada Independensi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:49

PBNU Rukun Lagi Lewat Silaturahmi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:37

PDIP Lepas Tim Medis dan Dokter Diaspora ke Lokasi Bencana Sumatera

Senin, 29 Desember 2025 | 09:36

Komisi I DPR Desak Pemerintah Selamatkan 600 WNI Korban Online Scam di Kamboja

Senin, 29 Desember 2025 | 09:24

Pengakuan Israel Atas Somaliland Manuver Berbahaya

Senin, 29 Desember 2025 | 09:20

Selengkapnya