Sutanto
Sutanto
RMOL. Sorotan masyarakat kepada Badan Intelijen Negara (BIN) semakin kencang, terutama setelah terjadinya bom bunuh diri di Solo.
Selain itu, RUU Intelijen diÂnilai memuat beberapa pasal krusial dan terkesan pasal karet seperti diterapkan Orde Baru.
Menanggapi hal itu, Kepala BIN Sutanto mengatakan, konÂdisiÂnya tidak seperti itu. Di dalam RUU Intelijen tidak diberikan hak penangkapan kepada BIN.
“Kami berharap dengan keweÂnangan yang ada, kami bisa meÂlakÂsanakan tugas intelijen lebih baik. Salah satunya memberikan informasi,†ujar Sutanto.
Sebelumnya diberitakan, seÂjumÂlah pasal yang disepakati daÂlam RUU Intelijen antara lain masaÂlah wewenang penangkaÂpan, penyadapan, serta koordiÂnasi antar lembaga intelijen.
DPR dan pemerintah sepakat memberikan kewenangan penyaÂdapan kepada lembaga intelijen dengan syarat ada rambu-rambu yang harus dipatuhi. Antara lain, penyadapan harus sesuai aturan perundang-undangan terkait, batas waktu penyadapan maksiÂmal 6 bulan, ada keterlibatan peÂngaÂdilan, dan hanya dalam rangÂka melaksanakan fungsi intelijen.
Sutanto selanjutnya mengataÂkan, pihaknya yakin dengan keÂweÂnangan yang bisa menjalankan tugas intelijen dengan prinsip menghormati HAM dan demoÂkrasi.
“Masalah opeÂrasional dan peÂÂlaksanaan tugas intelijen bisa berjalan deÂngan baik. Kami harus menghorÂmati HAM serta demoÂkrasi,†papar bekas Kapolri itu.
Berikut kuÂtiÂpan selengkapnya;
Apa kendala BIN selama ini?
Selama ini kesulitannya adalah informasi intelijen bukan alat bukti, sehingga penegak hukum harus mencari bukti lain untuk bisa menjangkau tersangka teror. Tanpa alat bukti awal tidak mungÂkin mereka bisa bertindak. Kami berharap informasi intelijen bisa dijadikan sebagai bukti awal secara hukum.
Apa DPR menolak kewenaÂngan BIN untuk melakukan peÂnangkapan?
BIN tidak mengusulkan klauÂsul itu. Sebab, kewenangan peÂnangÂkapan merupakan kewenaÂngan penegak hukum. Tapi kalau soal penyadapan di negara lain juga ada. Bahkan seperti AS pun sekarang setelah 11 September ada menangkap dan lain-lain. Tapi kan kita tidak seperti itu. Cukup dengan yang seperti seÂkarang saja.
Dengan adanya bom di Solo, ada yang menilai BIN gagal daÂlam menjalankan tuÂgasnya, komentar Anda?
Tidak bisa dikatakan seperti itu. Beberapa kali kami berhasil mengungkap sebelum terjadiÂnya ledakan. Misalnya doktor Azhari yang sudah memperÂsiapÂkan 44 bom, tapi Polri deÂngan info dari intelijen berhasil mengungkap, sehingga tidak terjadi ledakan lagi.
Lalu di beberapa tempat seperti Palembang dan Sukoharjo, ledaÂkan bom bisa dicegah dengan keÂcepatan aparat yang menanganiÂnya dari awal.
Apa perlu penguatan keweÂnaÂngan intel di lapangan?
Penguatan kewenangan itu untuk penegak hukum saja, seÂhingga info yang kami berikan atau dari penegak hukum bisa ditindaklanjuti. Namun itu terÂgantung pembahasan DPR dan pemerintah terkait kewenangan penguatan BIN.
Bagaimana koordinasi anÂtara BIN, Polri dan Badan NaÂsional Penanggulangan TeroÂrisÂme (BNPT)?
Koordinasi di antara kami suÂdah bagus, tinggal kembali ke maÂsalah hukum. Walaupun apaÂrat sudah tahu ada tindakan teroÂris, tapi itu hanya sebatas inforÂmasi intelijen. Informasi saja tanpa alat bukti yang lain, tidak bisa diproÂses secara hukum dan itu adalah kendala hukum. Untuk itu perlu penguatan huÂkumÂnya, agar bisa efektif peneÂgak hukum meÂnangani masalah ini di lapangan.
Maksudnya?
Penanganan secara hukum yang dilakukan oleh BNPT dan kepolisian dalam kasus latihan militer oleh teroris secara hukum tidak bisa terjangkau. Padahal latihan militer itu nyatanya dilaÂkukan di lapangan. Lalu berbaÂgai masukan dari intelijen kepoÂlisian dan TNI menjadi masukan bagus dan masukan bagi alat bukti. Apabila bisa menjadi alat bukti, maka bisa memperkuat pengungÂkapan jaringan-jaringan teroris.
Apa yang harus dilakukan ke depan untuk mencegah kasus ini terjadi?
Perlu adanya penanganan yang simultan untuk menghadapi anÂcaman pengeboman, khususnya penanganan dalam hal penegakan hukum bagi para teroris yang harus lebih kuat. Penanganan teror tidak harus dilakukan dalam bentuk tindakan di lapangan oleh aparat. Namun diperlukan upaya penanganan yang melibatkan semua komponen masyarakat, yaitu deradikalisasi.
Anda mendukung investigasi di internal kepolisian?
Saya rasa tidak mudah menaÂngani teror, tidak semuanya bisa diungkap pada orang yang berada di lapangan. Tidak bisa hanya dari Densus 88 atau siapapun senÂdirian. jangan sampai pengejaran gagal hanya karena informasi bocor. Perlu kerahasiaan tinggi.
Kenapa jaringan teror ini tidak bisa diputus?
Mau diputus bagaimana kalau hukum di Indonesia seperti ini. Kami tidak bisa memeriksa seÂcara hukum apabila ada orang yang melakukan latihan militer. Padahal di luar negeri bila latihan militer itu dilakukan oleh teroris, orang itu bisa ditahan secara hukum dan bisa diproses secara hukum. [rm]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
UPDATE
Senin, 29 Desember 2025 | 10:12
Senin, 29 Desember 2025 | 10:07
Senin, 29 Desember 2025 | 10:06
Senin, 29 Desember 2025 | 10:03
Senin, 29 Desember 2025 | 09:51
Senin, 29 Desember 2025 | 09:49
Senin, 29 Desember 2025 | 09:37
Senin, 29 Desember 2025 | 09:36
Senin, 29 Desember 2025 | 09:24
Senin, 29 Desember 2025 | 09:20