Edwin Situmorang
Edwin Situmorang
RMOL. Sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 16 Agustus 2011, bekas Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines, Hotasi Nababan belum dicegah Kejaksaan Agung ke luar negeri. Seriuskah Kejagung menuntaskan kasus ini? Atau hanya heboh di awal, tapi ujung-ujungnya perkara ini akan mangkrak?
Kejaksaan Agung juga belum mencegah bekas Direktur KeÂuangan PT Merpati Guntur AraÂdea. Apakah Korps Adhyaksa sengaja mengulur-ngulur waktu pencekalan dua tersangka kasus penyewaan pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 itu?
Adalah Jaksa Agung Muda InÂtelijen (Jamintel) Edwin SituÂmoÂrang yang buru-buru membantah kemungkinan tersebut. MenuÂrutÂnya, surat cegah kedua tersangka itu segera dikeluarkan.
“Masih diteliti kelengÂkaÂpanÂnya. Kalau memang sudah lengÂkap, mudah-mudahan segera diÂkirimkan ke Ditjen Imigrasi,†kaÂtanya di Kejagung.
Edwin membenarkan, perÂmoÂhonan cegah itu sudah dikirimkan penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) ke pihak Jamintel. Namun, Edwin tak membeberkan secara gamÂblang mengenai apa saja yang seÂdang diteliti jajarannya. Dia haÂnya mengatakan, surat perintah peÂnyidikan itu keluar sejak 7 Juli 2011 dengan nomor registrasi 95/F.2/fd.1/07/2011. “Pokonya sedang kami teliti,†ucapnya.
Menurut Jampidsus Andhi NirÂÂwanto, kasus korupsi yang meÂnyeret dua bekas bos Merpati itu masih dalam tahap penyidÂiÂkan. Ketika ditanya, apakah akan ada tersangka baru dalam kasus tersebut, Andhi menjawab, hal itu merupakan kewenangan peÂnyiÂdik. “Tergantung penyidik, bagaimana hasil penyidikannya,†kata dia.
Andhi menceritakan, kasus itu terjadi pada 2006. Saat itu, DiÂreksi PT Merpati Nusantara AirÂlines menyewa dua pesawat Boeing 737 dari perusahaan TALG di Amerika Serikat, seÂharga 500 ribu Dolar AS untuk seÂtiap pesawat. Tapi, katanya, seÂtelah dilakukan pembayaran seÂbesar satu juta Dolar AS ke reÂkeÂning lawyer yang ditunjuk TALG, yakni Hume & Associates meÂlalui transfer Bank Mandiri, hingga kini pesawat tersebut beÂlum pernah diterima PT Merpati Nusantara Airlines.
Tim jaksa penyidik, lanjut Jampidsus, mencium indikasi tinÂdak pidana korupsi sebesar satu juta Dolar AS dalam kasus teÂrÂseÂbut. Kemudian, penyidik meningÂkatkan status kasus tersebut, dari penyelidikan ke penyidikan. “DiÂtingkatkan ke tahap peÂnyiÂdiÂkan untuk membuat terang tindak piÂdananya dan menemukan terÂsangkanya,†tandas dia.
Sementara itu, Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia masih menunggu Korps Adhyaksa mengirimkan surat permohonan cegah terhadap dua tersangka itu. Pihak KeÂmenÂkumham berjanji segera memÂproses cegah tersebut, asalkan sudah ada berkas permintaan dari Kejagung. “Kalau sudah masuk permohonannya, tentu segera kami proses,†kata Kepala Seksi Pencegahan Sub Direktorat CeÂgah Tangkal (Cekal) Ditjen ImigÂrasi Kementerian Hukum dan HAM Bogi Widiantoro.
Sebelumnya, bekas Direktur Penyidikan pada Jampidsus Jasman Pandjaitan mengatakan, pihaknya akan mengembangkan perkara tersebut dengan meÂnamÂbah jumlah tersangka. Sehingga, kata dia, tersangka kasus tersebut bisa lebih dari dua orang.
“Bukan hanya dua tersangka. Ini kan tangÂgungjawab kolegial, kemudian kurang hati-hati. Ada kemungkinan tersangka lain,†katanya di Kejagung.
Menurut Jasman, penambahan tersangka dalam kasus korupsi sewa pesawat Merpati harus dilaÂkuÂkan. Pasalnya, Kejagung akan dicap tebang pilih dalam peneÂtaÂpan tersangka bila hanya meneÂtapkan dua orang tersangka dari jajaran direksi. Jasman yang kini menjabat sebagai Kepala KejakÂsaan Tinggi Kalimantan Barat, mengatakan bahwa penyidik Jampidsus telah menjadwalkan pemanggilan terhadap tiga orang direksi untuk dimintai keterangan pada hari yang sama. Namun, keÂtiganya tidak memenuhi pangÂgilan penyidik.
“Sebenarnya sudah kami panggil tanggal 7 September 2011, tetapi pengacaranya meÂnyeÂbutkan dia tidak bisa datang pada hari itu. Biasalah alasannya karena habis Lebaran.â€
Ketika ditanyakan, apakah Korps Adhyaksa akan memangÂgil Menteri BUMN saat itu, SuÂgiharto untuk dimintai keteÂraÂngan sebagai saksi,
Jasman menjawab, pihaknya masih melihat hasil penyidikan yang berkembang. â€Justru hasil penyelidikan kami, sewa pesaÂwat ini tidak dimintakan peÂrÂsetujuan pada menteri BUMN,†ujarnya.
Kejagung Layak Cari Tersangka Lain
Asep Iwan Iriawan, Pengamat Hukum
Pengamat hukum dari UniÂversitas Trisakti Asep Iwan IriaÂwan berharap, Kejaksaan Agung (Kejagung) memperÂceÂpat proÂses cegah ke luar negeri dua orang Direksi Merpati yang suÂdah jadi tersangka kasus korupsi.
Asep khawatir, jika tidak buru-buru dicegah, maka kedua tersangka itu dapat melarikan diri ke luar negeri. “Begitu menÂjadi tersangka, seharusnya dilakukan cegah. Ini sih terlalu lama. Bisa-bisa kabur lagi, seÂperti para buronan yang ke luar negeri,†katanya.
Asep berharap Korps AdhÂyaksa dapat menemukan terÂÂsangka lainnya. Soalnya, lanÂjut dia, selama ini korupsi dilaÂkuÂkan bersama-sama dan tak jaÂrang melibatkan pejabat tingÂgi suatu instansi negara.
“Kalau haÂÂnya dua orang DiÂreksi MerÂpati, ini saya rasa maÂsih kurang. Patut diduga ada piÂhak lain yang terlibat,†ucapnya.
Menurut dia, maraknya kasus korupsi yang menyeret peÂjabat perusahaan BUMN karena kurangnya aparat peÂnegak hukum melakukan penÂcegahan. Selain itu, kata dia, perusahaan BUMN kerap diÂhuni orang-orang yang kurang mumpuni. “Jadi, yang ditunjuk sebagai pemimpin perusahaan BUMN, orang-orang yang mempunyai jaringan kuat, buÂkan orang yang memang ahli di bidangnya,†tandasnya.
Lantas, bagaimana supaya praktik korupsi yang terjadi di internal perusahaan BUMN daÂpat diminimalisir? Asep menÂjawab, hal itu tidak akan terjadi sampai kapan pun selama beÂlum ada para terpidana kasus koÂrupsi yang mendapatkan huÂkuman yang berat.
“Bahkan kalau mau cepat meÂnÂimbulkan keÂsadaran maÂsyaÂrakat, sebaikÂnya yang meÂlakukan korupsi dihukum mati saja,†katanya. Asep yakin, seÂmua orang akan berpikir seribu kali untuk melakukan korupsi jika hukum di Indonesia bisa menindak tegas semua pelakuÂnya. Hal itu, katanya, sudah terbukti di Cina.
“Kalau bisa kita lebih hebat dari Cina. Mereka bisa memÂberikan hukuman mati kepada koruptor, kok kita tidak bisa,†ucapnya.
Kejagung Gegabah Tetapkan Tersangka
Herman Herry, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Herman Herry berpendapat, Kejaksaan Agung (Kejagung) gegabah dalam menetapkan dua tersangka kasus sewa pesawat ini. Soalnya, lanjut dia, kasus tersebut bukan kategori tindak pidana korupsi.
Bahkan, Herman menilai, dua Direksi Merpati yang ditetapkan sebagai tersangka itu sudah menjalankan fungsi dan kewenangannya dengan baik. “Dalam operasional perusahaan telah terjadi resiko bisnis yang timbul akibat kebijakan meÂnyeÂwa pesawat dengan membayar uang muka yang diperÂmaÂsaÂlahkan itu. Alhasil, ini bukanlah perkara korupsi,†katanya.
Justru, kata Herman, uang muka itu digelapkan PT ThirdÂstone Aircaft Leassing Group Inc (TALG) di Amerika Serikat. Sehingga, lanjut dia, PT MerÂpati melakukan gugatan di PeÂngadilan Amerika Serikat.
“KeÂputusan pengadilan juga sudah keluar. Yang isinya perusahaan asing itu harus mengganti uang yang telah disetorkan pihak MerÂpati,†tandasnya.
Menurut Herman, dua orang Direksi Merpati yang telah diÂjadikan sebagai tersangka hanya korban penipuan perusahaan asing. Sehingga, kata dia, KeÂjagung perlu mencermati betul asal muasal terjadinya peristiwa ini. “Jangan asal menangani kaÂsus saja,†ujar politikus PDIP.
Menurutnya, jika Korps Adhyaksa tetap menjadikan dua Direksi Merpati itu sebagai terÂsangka, maka Kejagung memÂbuat kekeliruan yang sangat besar. “Kalau begitu, semua DiÂreksi BUMN punya potensi untuk menjadi terÂsangÂka dalam menjalankan bisnis,†tandas dia.
Kata dia, Kejagung sedang melakukan pencitraan semata. Sebab, katanya, kasus ini sebeÂtulnya sudah ditangani pihak Mabes Polri sejak tahun 2006. “Ada apa ini, apakah ada muaÂtan lain sehingga baru berjalan sekarang. Saya akan tanyakan ini saat rapat dengan Jaksa Agung nanti,†ujarnya.
Kepada masyarakat, Herman meminta jangan buru-buru menilai salah kepada seseorang yang belum diketahui dengan jelas asal-usul masalahnya. SeÂlain itu, katanya, aparat penegak hukum harus berhati-hati dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka. “Jangan sampai mengÂkoruptorkan Âorang lain. Orang akan takut bikin kebijaÂkan nanti,†katanya. [rm]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
UPDATE
Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52
Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43
Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32
Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13
Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26
Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07
Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52
Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24
Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41