Komjen Pol (Purn) Noegroho Djajoesman
RMOL. Tersangka kasus cek pelawat BI, Nunun Nurbaeti belum terlacak keberadaannya meski sudah mengirim SMS ucapan Idul Fitri kepada suaminya Adang Daradjatun.
“Saya kira perlu koordinasi. Polri kan tidak bisa semena-mena menyelidiki SMS itu bila tidak diminta bantuan KPK,’’ ujar seÂsepuh Polri Komjen (Purn) Noegroho Djajoesman kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Calon Gubernur DKI Jakarta dari unsur independen itu minta penegakan hukum dilakukan tanpa terkecuali, bebas dari keÂpentingan politik.
Berikut kutipan selengkapnya; Apa karena bekas Wakapolri Adang Daradjatun, polisi dan KPK kesulitan menangkap NuÂnun? Saya rasa kasus Nunun ini sama seperti kasus dugaan koÂrupsi atau suap lainnya. KebeÂtulan saja dia istri bekas pejabat kepolisian.
Saya kira polisi dan Pak Adang tidak melindungi kasusÂnya Nunun. Makanya diharapkan penyelidikan yang sedang dilaÂkukan KPK harus fair dan tidak tebang pilih.
Nunun kirim SMS ucapan Idul Fitri kepada Adang, buÂkanÂkah itu bisa dijadikan alat untuk menelusuri keberadaanÂnya?Bisa saja. KPK dan Polri kan punya alat intersepsi yang dapat melacak keberadaan yang berÂsangkutan.
Mabes Polri menyerahkan peÂnyelidikan SMS itu kepada KPK, apa sungkan kepada Adang?Bukan sungkan. Tapi ini meÂnyangkut proporsional. Kasus ini kan ditangani KPK. Tentu polisi tidak bisa intervensi, kecuali ada permintaan bantuan dari KPK.
Adang Daradjatun dianggap tidak kooperatif tentang kebeÂraÂdaan Nunun, bagaimana siÂkap Polri menanggapi tudiÂngÂan itu?Saya menilainya tidak demiÂkian. Sejauh ini Pak Adang suÂdah mempersilakan KPK untuk menangani kasus istrinya. LagiÂpula, kalau yang bersangkutan tidak mau memberitahu keberaÂdaan istrinya. Itu kan sah dan haknya beliau.
Harapannya dalam penangaÂnan kasus ini harus didasarkan kepada pembuktian. Alat bukti yang dapat dipertanggungjaÂwabkan menurut hukum.
Apa Anda yakin polisi dan KPK bisa mengusut tuntas kaÂsus ini? Saya yakin kasus ini akan diselesaikan secara profesional. Tapi jangan kita terjebak dalam kasus ini saja karena masih baÂnyak kasus megakorupsi lain yang harus ditangani. Misalnya, kasus BLBI.
Benarkah Anda sebagai CaÂlon Gubernur DKI Jakarta dari unsur independen sudah berÂjanji siap dihukum mati bila terÂbukti korupsi saat menjalankan tugas gubernur?
Ya benar. Saya siap dihukum mati. Itu adalah kontrak sosial saya walaupun di Undang-UnÂdang Korupsi tidak dicantumkan sanksi hukuman mati. Kontrak sosial yang saya nyatakan terbuka ini untuk memberikan jaminan dan keyakinan kepada masyaraÂkat dan saya pribadi.
Bukan cuma slogan kamÂpaÂnye saja nih?Boleh dibuktikan. Silakan maÂsyarakat mengawasi. Janji siap dihukum mati kalau korupsi perlu saya sampaikan karena pada umumnya di setiap Pilkada para calon selalu menebar janji dan harapan yang pada kenyataannya seÂmua itu omong kosong.
O ya bagaimana tanggapan Anda terhadap kasus duaan suap di KemeÂnakerÂtrans?Setiap kasus korupsi, khuÂsusÂÂnya bernilai nominal besar yang dilakukan eselon satu atau dua, pasti seratus persen melibatÂkan atasannya. Kalau pun atasanÂnya tidak tahu adanya pelanggaÂran dan menyalahkan bawahan, maka dia bukanlah seorang leader dan tidak memiliki kemampuan leaÂdership.
Yakinkah Anda dalam kasus ini bisa menyeret atasannya? Selama permasalahan hukum tidak diintervensi oleh suatu keÂpentingan politik dan dilakukan secara profesional, saya yakin kasus apa pun dapat diungkap.
Nampaknya pemerintah beÂlum bisa memberantas prakÂtek koÂrupsi?Selama korupsi tumbuh subur, bangsa ini jangan bermimpi bisa menjadi bangsa yang gemah ripah loh jinawi (subur, makmur dan sentosa). Gitu saja.
[rm]