RMOL. Dewan Kepausan Gereja Katolik di Vatikan mengirimkan surat ucapan selamat hari raya Idul Fitri pada umat Muslim di dunia, Sabtu (20/8).
Inti surat itu mengajak umat IsÂlam dan umat Kristen mengÂgali keÂkayaan spiritual untuk memaÂjukan dan memekarkan nilai-nilai kemanusiaan.
“Ucapan selamat Idul Fitri yang dikirim adalah surat yang ke-47. Itu artinya sudah 47 taÂhun surat ucapan Selamat Idul Fitri diÂkiÂrim oleh Dewan KeÂpauÂsan unÂtuk umat Muslim di seluruh duÂnia,†ujar SekreÂtaris Eksekutif KonfeÂrenÂsi WaÂligereja Indonesia (KWI) BenÂny SuÂsetyo kepada Rakyat MerÂdeka di Jakarta, Minggu (28/8).
Sebelumnya diberitakan, DeÂwan Kepausan untuk Dialog AnÂtarumat Beragama mengiÂrimÂkan surat ucapan selamat Idul Fitri yang ditandatangi oleh Direktur Kepausan untuk DiaÂlog AnÂtarÂumat Beragama KarÂdinal Jean-Louis Tauran dan SekÂreÂtaÂrisÂnya Uskup Agung Pier Luigi Celata.
Topik yang dianggap saÂngat penting oleh umat Kristiani dan umat Muslim adalah saÂma-sama menghadapi tanÂtangan mateÂrialisÂme dan hedonisme.
Benny selanjutnya mengatÂaÂkan, Dewan Kepausan berharap umat manusia bersama-sama meÂrajut kebersamaan mengatasi persoalan bangsa dan negara. Selama ini, umat manusia hanya berorientasi pada hal yang sifatÂnya bendawi dan melupakan keÂkayaan rohani.
Berikut kutipan selengkapnya;Apa pesan dalam surat itu?Keserakahan membuat orang kehilangan dimensi rohani daÂlam kehidupannya. Untuk itu, kami meÂngajak kepada semua masÂyaÂraÂkat untuk mengemÂbaliÂkan diÂmenÂsi rohani sebagai maÂnusia seÂjati.
Ketika manusia kehilangan dimensi rohani dalam kehidupan beragamanya, maka yang muncul adalah dengki, iri hati dan berÂbaÂgai macam kesenjangan sosial dalam pandangan materialisme.
Apa efek sosial dari maÂteÂrialisme itu?
Masyarakat semakin egois. Orang hanya memikirkan diri dan kelomÂpokÂnya, sehingga menimÂbulkan keÂseÂrakahan. Ketika seÂorang berÂkuasa, dia ingin memÂpertahankan kekuasaÂan deÂngan meÂnyaÂlahÂguÂnaÂkan weweÂnangÂnya.
Tidak ada lagi keadilan sosial. Keadilan soÂsial itu ada ketika kita mengÂharÂgai harkat dan marÂtabat manusia.
Dengan begitu menimbulkan kejahatan korupsi?Korupsi, nepotisme, dan keÂseÂÂraÂkahan sebenarnya tidak mengÂhargai martabat manusia. MaÂnuÂsia direduksi dalam material. SeÂbab, semua dihargai dengan material dan kekuasaan. AkibatÂnya, orang yang berkuasa akan meÂmaÂÂterialkan semuanya.
Artinya politisi hanya memÂperkaya diri sendiri?Hal itu yang terjadi dalam diri politisi. Kehilangan diÂmensi soÂsialnya. Yang diutaÂmaÂkan memÂperkaya diri sendiri. Akhirnya politisi kehilaÂngan dimensi roÂhani dalam keÂhidupan sosial.
Akhirnya lahirlah koruptor. Sebab, konsep yang salah meÂngeÂnai apa tujuan dimensi hidup maÂnuÂsia. Tujuan dimensi hidup maÂnusia itu seperti yang dirumuskan bapak bangsa yaitu demi keseÂjahÂteraan umum.
Ketika hal itu tidak pernah dijaÂdikan cara berpikir dan cara panÂdang para elit kita, maka mereka menjadikan dimensi material itu sebagai kebendaan.
Kekuasaan itu menÂjadi semu?Betul. Kekuasaan akan terasing dengan realitas sekitarnya, seÂhingga kekuasaan itu menjadi seÂmu. Kekuasaan hanya sekadar berkuasa karena hanya punya dimensi kebendaan. Akibatnya, orang tidak punya kepercayaan kepada kekuasaan itu. Dia tidak punya makna lagi.
Kondisi itu menandakan bahÂwa kekuasaan itu hanya menjadi alat dari kekuataan modal untuk memÂperkaya dirinya, bukan untuk meÂlayani dan menseÂjahterakan.
Oh ya, bagaimana Anda meÂmakÂnai perayaan Idul Fitri?
Perayaan Idul Fitri adalah peÂraÂyaan bersama, yaitu sarana meÂrajut persaudaraan. Itu yang diÂteÂkankan dalam surat itu, waÂlauÂpun berbeda tetapi bersama-sama mengakui harkat dan martabat manusia yang diberkahi hak serta kewajiban.
Intinya, toleransi beragama yang dijalankan bangsa Indonesia, sudah berjalan dengan baik dan alami, karena hubungan keÂagamaan itu merupakan huÂbuÂngan yang cair.
[rm]