RMOL.Terpidana pencemaran nama baik Rumah Sakit (RS) Omni International Prita Mulyasari mengaku lelah dengan persoalan hukum yang dialaminya.
Prita berharap, Peninjauan Kembali (PK) atas keputusan MahÂkamah Agung (MA), henÂdakÂnya membebaskan dia dari segala tuntutan.
“Terus terang saya capek. SeÂjak 2009 hingga saat ini, harapan bebas hanya sebatas harapan. PK ini adalah proses hukum terakhir. Saya berharap bisa bebas, seÂhingga bisa menjalankan kehiÂdupan layaknya keluarga lain,†tutur Prita kepada Rakyat MerÂdeka di Jakarta, Jumat (26/8).
Sekadar informasi, MA meÂngaÂbulkan kasasi jaksa penuntut umum (JPU) perkara Prita pada 30 Juni 2011, dihuÂkum dengan vonis enam bulan dengan masa percoÂbaan satu taÂhun.
Sidang PK atas keputusan terÂsebut digelar di Pengadilan NeÂgeri (PN) Tangerang, Selasa (23/8). Dalam sidang tersebut, majeÂlis haÂkim PN Tangerang menyeÂtujui permohonan PK dan bukti baru yang diajukan kuasa hukum Prita. Setelah berkas hasil persiÂdangan dinyatakan lengkap, lemÂbaga perÂaÂdilan itu akan menyeÂrahkan berkas tersebut kepada MA.
Prita berharap seÂgera mendaÂpat kepastian hukum dari kasus yang dialaminya.
“Kami tidak ingin berlarut-laÂrut. Persoalan ini sudah berjalan selama dua tahun, kok sekarang tiba-tiba ada lagi,†curhatnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Bukti baru apa saja yang Anda ajukan dalam PK terseÂbut?
Sebenarnya saya nggak terlalu paham soal itu. Menurut kuasa hukum saya, ada sejumlah bukti baru yang kami ajukan dan itu sudah disetujui. Di antaranya, surat putusan perdata MA tanggal 29 September 2010 yang mengaÂbulkan kasasi kami dan memÂbatalkan putusan pengadilan Tinggi Banten.
Selain itu, bukti baru yang kaÂmi ajukan adalah kutipan artikel, baik dari media cetak dan online.
Apa ada bukti lainnya?
Dalam sidang PK, kuasa huÂkum saya juga menyerahkan account email ‘bensanty@gmail.com’ yang diduga merupakan akronim dari nama salah satu dokter. Lewat account itulah, keluhan saya diseÂbarkan ke milis dokter_indonesia, dan akhirnya tersebar luas.
SeÂbeÂnarnya, account itu sempat dijadiÂkan alat bukti pada sidang awal pidana saya. Namun, jaksa tidak menghadirkan dokter tersebut.
Apa Anda optimistis bukti-bukÂti tersebut dapat memeÂnangÂkan Anda?
Sejak awal kasus ini bergulir, kuasa hukum saya selalu memÂberiÂkan gambaran positif, dan itu sangat membantu saya. Mereka sangat optimistis, begitupun saÂya. Kalau kita berpikir positif, Insya Allah hasilnya akan baik.
Ini adalah proses hukum terÂakhir. Jadi, kalaupun saya tidak menang, saya pasrah saja. Itu meÂÂrupakan ketentuan sang pencipta. Kami berharap, kasus serupa tiÂdak terulang dan meÂnimpa keÂluarga lain.
Anda sudah melaporkan perÂkara ini ke Komisi Yudisial dan mendapat dukungan komisi huÂkum DPR, bagaimana komitÂmen mereka?
Alhamdulillah respons mereka sejauh ini positif.
Sejumlah kalangan berÂpenÂdapat, eksekusi terhadap Anda tidak dapat dilakukan, tanggaÂpan Anda?
Saya sudah mendengar dan mendapat informasi itu. Mudah-mudahan itu memang benar. KaÂlau tidak ada penahanan, saya saÂngat bersyukur. Tapi, keÂpasÂtian hukumnya harus jelas dan adil.
Yang ingin kami pulihkan adaÂlah status. Biarpun tidak dipenÂjara, status saya kan tetap terpiÂdana. Di bulan yang suci ini, seuÂsai LebaÂran saya berharap tiÂdak lagi berÂstatus terpidana. Saya berÂsih total dan bebas dari maÂsaÂlah hukum. [rm]