RMOL. Presiden SBY membalas surat M Nazaruddin dinilai langkah positif. Sebab, ini mencerminkan penegakan hukum yang tidak pandang bulu.
Presiden ingin memberikan contoh keteladanan. Tidak ada lagi kekuasaan yang berada di atas hukum. Hal ini menunÂjukÂkan, SBY tetap memegang teguh prinsip kesetaraan dalam hukum. Tidak ada yang dilindungi ketika seseorang bersalah.
Begitu disampaikan Staf KhuÂsus Presiden Bidang Komunikasi dan PR, Heru Lelono, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
“Pak SBY ingin memberikan contoh. Saat ini tidak ada lagi keÂkuasaan yang mendominasi huÂkum,†tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, M Nazaruddin mengirimkan surat kepada Presiden SBY, Kamis (18/8). Isinya, bersedia dihukum seÂberat-beratnya asalkan istri dan anaknya jangan diganggu. Sebab, keduanya tidak tahu apa-apa. Nazaruddin pun bersedia tidak akan menceritakan apapun yang dapat merusak citra Partai DemoÂkrat dan KPK.
Presiden membalas surat terÂsebut, Minggu (21/8) yang isiÂnya meminta Nazaruddin koopeÂratif menjalani pemeriksaan di KPK. SBY tidak akan mencamÂpuri kasus itu. SBY menekankan apaÂrat penegak hukum bekerja proÂfesional dan menjamin keÂselaÂmatan pihak terkait.
Heru Lelono selanjutnya meÂngatakan, SBY menulis surat baÂlasan itu dengan pertimbangan yang matang. Banyak pihak meÂnilai ini positif bila membalas suÂrat tersebut. Salah satunya seÂbagai pendidikan bagi masyaÂrakat.
“Ini kan baik untuk pendidikan bagi masyarakat, bahwa hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu,†ujarnya.
Berikut kutipan selengkapnya;
Kapan SBY menerima surat dari Nazaruddin?Saya tidak tahu persis kapan waktunya. Tapi menurut inforÂmasi yang saya terima, beliau menerimanya hari Minggu (21/8). Persisnya kapan saya tidak tahu. Yang pasti beliau mengguÂnaÂkan kesempatan ini untuk memÂÂÂberikan contoh kepada seÂmua orang bahwa hukum berada di atas segalanya.
Tapi ada yang mengganggap SBY tidak perlu membalas suÂrat Nazaruddin?
Masa membalas surat tidak boleh. Kita semua tahu persoalan Nazaruddin adalah persoalan yang menjadi pandangan yang seolah-olah maha penting oleh publik. Ini harus didudukkan seÂcepatnya bahwa ini masalah hukum.
Untuk itulah, Pak SBY merasa ada kesempatan untuk menjelasÂkan ini semua dengan jalan memÂbalas surat tersebut.
Kenapa dipublikasikan?
Surat Nazaruddin yang dikiÂrimÂÂkan ke Pak SBY dipublikasiÂkan secara luas. Padahal itu diÂanggap sebagai surat pribadi. Apabila sudah dipublikasikan, maka opini publik akan terbentuk bermacam-macam. Misalnya kalau tidak ditanggapi oleh Pak SBY, lalu hukuman yang dijatuhÂkan kepada Nazaruddin ringan dan tidak adil, opini masyarakat akan menilai ini akibat surat yang dikirimkan itu. Pak SBY ingin menunjukkan tetap berkomitmen dalam penegakan hukum. MakaÂnya surat Pak SBY juga dipubliÂkasi dong.
Bagaimana dengan kekhaÂwatiran Nazaruddin terhadap istri dan anaknya?
Nazaruddin memang minta agar istri dan anaknya dilindungi. Pertanyaannya, mau dilindungi bagaimana. Kalau perlindungan keselamatan, itu bukan tugas presiden.
Ketika polisi menangkap seÂorang tersangka, maka mereka berkewajiban secara hukum untuk melindungi orang itu, seÂperti ancaman pembunuhan.
Tapi begini ya, Pak SBY meÂngaÂtakan, siapapun, bukan hanya istri dan anaknya Nazaruddin, kalau terlibat dalam perkara huÂkum apapun, maka tidak bisa terhindar dari proses hukum.
Artinya surat Nazaruddin itu salah alamat?
Saya tidak bisa mengatakan itu, karena hak setiap orang untuk mengirimkan surat. Ini negara demokratis. Apabila saya jadi Pak SBY, maka boleh-boleh saja saya tidak menjawab. Sebab, itu surat pribadi. Tapi Pak SBY sebagai pemimpin bangsa, bukan hanya sebagai pendiri Partai Demokrat. Beliau ingin memberikan contoh, itu tujuan utamanya.
[rm]