Berita

X-Files

Bekas Kasat Renakta Ditahan di Sel Isolasi

Kasus Suap PT SPI Yang Ditangani Polda Metro
SENIN, 22 AGUSTUS 2011 | 06:52 WIB

RMOL. Setelah menjalani serangkaian perawatan di Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Mintohardjo, Jakarta, bekas Kepala Satuan Remaja, Anak dan Wanita (Kasat Renakta) Polda Metro Jaya AKBP Achmad Rivai yang merupakan tersangka kasus suap PT Sarana Perdana Indoglobal (SPI), ditahan di sel isolasi khusus Polda Metro Jaya.

Keterangan seputar penaha­nan Rivai tersebut, disampaikan Kepala Bidang Provesi dan Pe­ngamanan (Kabidpropam) Polda Metro Jaya Kombes Agusli Ras­yid saat ditemui di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta.

“Yang ber­sang­kutan sudah ke­luar dari rumah sakit dan lang­sung kami tahan. Kami juga ma­sih proses soal pelanggaran kode etiknya,” kata dia.


Hal senada disampaikan Ke­pala Bidang Humas (Kabid­hu­mas) Polda Metro Jaya Kombes Baharuddin Djafar. Menurut dia, proses penahanan dilakukan be­gitu Rivai keluar dari RS Ang­katan Laut.  “Sudah, dia su­dah ditahan,” kata bekas Ka­bidhumas Polda Sumatera Utara ini.

Menindaklanjuti hasil pe­me­rik­saan awal, kata Ba­ha­rud­din, rangkaian pemeriksaan ter­hadap bekas Kapolsek Tanah Abang ter­sebut masih di­lak­sa­na­kan. Pe­me­riksaan menyangkut dugaan tin­dak pidana, dilaku­kan tim dari Reserse Polda Metro Jaya. Se­dang­kan pemeriksaan menyang­kut dugaan pelanggaran kode etik profesi kepolisian, di­laksanakan tim Bidang Propam Polda Metro Jaya. “Masing-ma­sing tim me­me­­riksa untuk menyusun ke­leng­kapan berkas perkara,” ujarnya.

Menurut Baharuddin, tersang­ka Rivai ditahan di Rumah Ta­ha­nan (Rutan) Narkotika Polda Met­ro Jaya. Meski demikian, bekas Kapolsek Tanah Abang itu tidak ditahan bersama-sama de­ngan para tahanan lain. Rivai di­tahan di sel isolasi yang khusus digunakan untuk menahan ang­gota kepolisian.

Kendati begitu, Baharuddin beralasan, penempatan Rivai atau anggota kepolisian di sel isolasi tersebut, tidak bisa diartikan bah­wa kepolisian memberikan per­lakuan istimewa kepada tahanan yang berasal dari Korps Ba­yangkara.

“Semua tahanan diperlakukan sama saja. Tidak ada tahanan yang dibedakan,” klaimnya.

Hanya saja, lanjut Kabidhumas Polda Metro Jaya, penahanan di sel isolasi tersebut untuk meng­hindari bahaya dan ancaman dari sesama tahanan.

Menurut Baharuddin, kepolisi­an juga tidak menahan Rivai di Rumah Tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, semata agar tim Polda Metro Jaya lebih mu­dah melakukan pemeriksaan. “Jadi, kami bisa lebih cepat ke­tika membutuhkan keterangan dia. Soalnya, kasus ini masih terus kami dalami,” katanya.

Sumber Rakyat Merdeka di Polda Metro Jaya meng­in­f­or­ma­si­kan, sel isolasi yang dihuni Rivai di Rutan Narkotika Polda Metro Jaya itu, lebarnya tiga meter dan panjangnya lima meter. Selain dilengkapi sebuah kasur busa kecil dan lemari kecil, sel isolasi itu juga memiliki keleng­kapan berupa kamar mandi mini.

“Ada ruangan khusus untuk tamu seperti pengacara dan ke­luarga yang membesuk tahanan. Penjagaan sel blok isolasi itu ketat,” ucap perwira yang enggan disebut namanya ini.

Disinggung mengenai ke­lan­ju­tan pemeriksaan terhadap Rivai, Baharuddin menyatakan, pengu­su­tan perkara tersebut ma­sih ber­jalan. Namun, dia menolak me­nyebutkan substansi pemeriksaan yang dilakukan para penyidik. Saat ditanya, apakah suap yang diduga diterima Rivai juga me­ngalir ke atasannya, lagi-lagi dia menolak untuk menjawab.

“Biarkanlah tim penyidik menyelesaikan penyidikan kasus ini lebih dahulu. Nanti semuanya akan terurai dengan jelas. Ke mana uang tersebut mengalir akan ketahuan setelah penyidikan selesai. Kita tunggu, kasus ini ma­sih dalam proses,” elak Kabidhumas Polda Metro Jaya.

Penetapan tersangka terhadap Rivai merupakan buntut dari penanganan kasus dugaan pe­nipuan dan penggelapan aset PT Sarana Perdana Indoglobal (SPI). Kasus tersebut ditangani AKBP Achmad Rivai.

Menurut Direktur Reserse Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Gatot Edy, Rivai menjadi tersangka lantaran diduga menyelewengkan penyi­di­kan kasus yang ditanganinya. Gatot mengemukakan, penetapan status tersangka terhadap bekas Kapolsek Tanah Abang, Jakarta Pusat itu didasari hasil peme­riksaan intensif.

Dalam pemeriksaan, penyidik menemukan bukti adanya dugaan penyelewengan. Bukti yang di­maksud adalah penerimaan uang Rp 200 juta. Uang tersebut di­duga diberikan debitur PT SPI pada 2006. “Setelah peme­rik­saan, sudah tersangka. Dia me­ne­rima suap,” tandasnya.

Oknum Lain Yang Terlibat Mesti Diproses
Didi Irawadi Syamsuddin, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Didi Irawadi Syamsuddin be­ru­saha bersikap proporsional atas peristiwa yang menjerat bekas Kepala Satuan Reserse Anak dan Wanita (Kasat Renakta) Polda Metro Jaya, Achmad Ri­vai dalam perkara dugaan pe­nerimaan suap sebesar Rp 200 juta dari PT Sarana Perdana In­doglobal (SPI).

Dia berharap kasus ini dapat dibuka sejelas mungkin oleh Polda Metro Jaya dan mem­be­kuk oknum lainnya yang diduga terlibat. “Demi tegaknya ke­adi­lan, sebaiknya segera temukan pi­hak lain yang ikut terlibat. Jangan hanya mengorbankan satu orang saja. Apa bedanya nanti kasus ini dengan kasus Gayus yang hanya menjerat pe­gawai bawahannya saja di Ditjen Pajak,” katanya.

Menurutnya, Polda Metro Jaya perlu membuat tim khusus untuk menelisik keterlibatan pihak lainnya dalam perkara tersebut. Sehingga, perkara itu dapat terbuka jelas dan trans­paran di mata masyarakat. “Ja­ngan ada yang di­sem­bu­nyikan lagi. Kita dorong terus langkah Polda untuk membuka perkara ini hingga tuntas,” ucapnya.

Politisi Demokrat ini pun yakin, satuan Polda Metro Jaya dapat mengaminkan apa yang diharapkannya. Sebab, dilihat dari segi personel dan ke­leng­kapan peralatannya, lembaga yang dipimpin oleh Irjen Un­tung S Rajab ini cukup me­ma­dai. “Saya tidak meragukan se­dikitpun apa yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya. Saya ya­kin mereka dapat bekerja secara maksimal,” tandasnya.

Didi juga mengapresiasi ke­be­ranian Polda Metro untuk me­ngungkap masalah ini ke ha­dapan publik, meski pun ada sa­lah seorang anggota Polda yang terlibat dalam perkara ini. Dia berharap, metode ini dapat terus di­pertahankan pihak Polda di te­ngah carut marutnya kinerja Korps Bhayangkara saat ini.

“Mungkin ini dapat menjadi pe­la­jaran tersendiri bagi ins­tansi ke­polisian ke depannya,” ucapnya.

Belum Ada Yang Berikan Efek Jera
Andi W Syahputra, Koordinator LSM GOWA

Koordinator LSM Go­vern­ment Watch (GOWA) Andi W Syahputra merasa prihatin den­gan maraknya serentetan pe­ristiwa penyuapan yang me­nimpa parat penegak hukum, baik itu di kalangan polisi, jaksa maupun hakim.

Menurutnya, fenomena se­per­ti ini terjadi karena instansi pe­negak hukum tidak mem­pu­nyai sumber daya manusia yang memadai pasca meletusnya reformasi pada tahun 1998.

“Ini­lah yang kita sama-sama se­salkan. Seharusnya, refor­ma­si itu diiringi dengan tu­m­buh­nya SDM yang memadai dan bebas dari jeratan praktik korup­si da­lam bentuk apapun,” katanya.

Menurutnya, perkara pe­nyua­pan yang menjerat aparat pe­ne­gak hukum tidak akan ber­henti sampai pada kasus bekas Kasat Renakta Polda Metro Jaya ini. Dia meramalkan, ka­sus pe­nyua­pan yang menjerat aparat pen­e­gak hukum akan terus terjadi manakala tak ada penindakan tegas terhadap para pelakunya.

“Paradigma saat ini, orang men­­ding terima suap sebanyak Rp 5 miliar terus hanya di­hukum dua tahun penjara. Jadi, tidak ada efek jeranya,” tandasnya.

Andi kembali mengingatkan arti reformasi dalam arti luas. Menurutnya, reformasi itu tak hanya mengubah suatu sistem pemerintahan yang sedang ber­jalan. Tetapi, katanya, harus di­sertai dengan mengubah sistem penegakan hukum di negeri ini. “Misalnya, dengan memberikan hukuman seumur hidup bagi para koruptor. Sehingga dengan jelas dapat terlihat efek je­ra­nya,” ucapnya.

Ketika ditanya, siapa se­be­nar­nya yang paling bertang­gung jawab atas maraknya prak­tik penyuapan terhadap apa­rat penegak hukum ini? Andi menjawab, semua lem­ba­ga penegak hukum ikut ber­tang­gung jawab atas maraknya prak­tik ini. Namun, dia lebih me­ne­kankan kepada Komisi Pem­berantasan Korupsi (KPK) yang kurang bergerak dalam bidang pencegahan dan penun­tutan.

“KPK kurang melakukan pencegahan. Kita juga masih melihat banyaknya pemberian hukuman yang masih di bawah dua tahun kepada para pelaku korupsi,” katanya.  [rm]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya