Berita

ilustrasi/ist

X-Files

Tim Pemburu Koruptor Utang Bekuk 21 Buronan

Setelah Tangkap Bekas Ketua DPRD Banten
MINGGU, 21 AGUSTUS 2011 | 05:36 WIB

RMOL.Namanya sangar, Tim Pemburu Koruptor. Tapi urusan kinerja, tim yang diketuai Wakil Jaksa Agung Darmono ini terkesan lembek dalam membekuk para pengemplang duit negara yang kabur ke luar negeri.

Sejak dibentuk pada Desember 2004, Tim Pemburu Koruptor (TPK) sudah empat kali ganti ketua. Mereka ialah para Wakil Jaksa Agung yakni, Basrief Arief, Muchtar Arifin, Abdul Hakim Ritonga dan Darmono. Anehnya, selama ini tim itu sepi dari pres­tasi. Para koruptor yang buron masih saja berkeliaran.  

Namun, tudingan tersebut buru-buru dibantah Wakil Jaksa Agung Dar­mono. Menurutnya, TPK sege­ra memastikan ke­be­radaan para koruptor yang sudah ditetapkan sebagai buronan oleh Kejagung. Bagaimana mereka melakukan hal itu? Darmono men­jelaskan, per­buruan para ko­ruptor itu dilakukan dengan per­janjian ekstradisi.

“Jangan kha­watir masalah itu. Kami akan segera pastikan posisi mereka saat ini berada. Tentunya semua ini nantinya akan ter­iden­tifikasi dengan baik,” katanya di Kejagung.  

Darmono menambahkan, pi­hak­nya sudah berkoordinasi de­ngan otoritas jajaran lain seperti Kementerian Luar Negeri, In­ter­national Police (Interpol) dan Ditjen Imigrasi Kemen­terian Hu­kum dan HAM. Lebih lanjut, dia mengatakan, untuk men­ge­jar para buronan itu pihakya akan mem­­berikan data dan pub­likasi yang lengkap atas nama-nama buronan yang sudah ter­tangkap dan yang masih dalam pengejaran.

“Yang sudah ditangkap ialah Dharmono K Lawi pada 2010. Dia merupakan bekas Ketua DPRD Banten periode 1999-2004 yang divonis 4,5 tahun pen­jara karena kasus korupsi APBD sebesar Rp 14 miliar,” ujarnya.

Sekadar latar, Dharmono men­jadi buron setelah MA menjatuhi hukuman kasasi selama 4,5 tahun, denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan, dan mem­bayar uang pengganti Rp 295 juta subsider 1 bulan kurungan. Saat itu, ia menjabat anggota DPR dari Fraksi PDIP. “Dia me­rupakan salah satu target yang kami cari,” ujarnya.

Ketika ditanyakan berapa jumlah buronan yang diburu oleh Tim Pemburu Koruptor saat ini? Darmono menjawab, tim tersebut sedang memburu 21 orang para pengemplang duit negara yang ka­bur ke luar negeri.

Menu­rut­nya, dari 21 nama koruptor itu ada beberapa nama yang me­non­jol diantaranya ialah buronan terpidana kasus Bantuan Likui­ditas Bank Indonesia (BLBI) Andrian Kiki Ariawan.

“Khusus untuk Kiki, proses ekstradisi sedang menunggu si­dang judicial review pada 9 dan 10 September 2011 di Austra­lia,” ucapnya.  

Selain Adrian, TPK saat ini juga mempunyai tugas memb­e­kuk buronan lainnya. Dian­tara­nya ialah Hesham Alwaraq, Rafat Ali Rizvi, Anton Tantular dan Dewi Tantular yang terjerat da­lam kasus mega skandal Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun. Na­ma-nama lainnya ialah Sud­jiono Timan, Samadikun Har­tono, Sherny Konjongian, Tony Suherman, Hendro Bambang Sumantri, Joko Soegiarto Tjandra yang terlibat dalam kasus BLBI.    

Darmono menambahkan, diri­nya bersama TPK belum lama ini menggelar rapat untuk membahas pencarian beberapa buronan kasus korupsi dan para terpidana yang diduga ada di luar negeri. Menurutnya, pada pembahasan tersebut juga dikemukakan lang­kah-langkah yang diambil untuk memulangkan para buronan.

“Langkah-langkah hukum itu antara lain ialah ekstradisi. Ada tujuh negara yang sudah ada perjanjian ekstradisi. Namun, jika belum ada perjanjian ekstradisi, harus ada draf perjanjian ekst­radisi dulu,” ucapnya.

Saat ini, dia juga tengah mem­pertimbangkan untuk mem­ba­tal­kan 21 paspor para pengemplang duit negara yang kabur ke luar negeri itu. Menurutnya, kebija­kan tersebut dapat dilakukan manakala keberadaan 21 buronan itu sudah terdeteksi oleh Tim Pemburu Koruptor.

“Kalau paspor yang mereka miliki kita batalkan, tentu mereka tidak bisa pulang ke tanah air. Lagi pula, kita belum mengetahui keberadaannya. Jadi bagaimana, kita mau membatalkan paspor mereka,” ujarnya.

Dibentuk 2004, Dipimpin 4 Waja

Tim Pemburu Koruptor (TPK) dibentuk berdasarkan keputusan Menko Polhukam Nomor: Kep-54/Menko/Polhukam/12/2004 tanggal 17 desember 2004 dan te­lah beberapa kali diperbaharui.

Terakhir dengan keputusan Menko Polhukam nomor : Kep-05/Menko/Polhukam/01/2009 tanggal 19 Januari 2009 tentang susunan keanggotaan tim terpadu pencari terpidana dan tersangka perkara tindak pidana korupsi.

Seperti diketahui, sudah empat Wakil Jaksa Agung (waja) menjabat se­ba­gai ketua tim yang tugasnya mem­buru para koruptor ini. Me­reka ialah Basrief Arief, Muchtar Arifin, Abdul Hakim Ritonga dan Darmono.

Di era Basrief Arief,  tim ini m­enangkap bekas Direktur Bank Ser­tivia David Nusa Wijaya yang me­rupakan terpidana kasus korupsi dana BLBI senilai Rp 1,3 triliun.

Saat Muchtar Arifin menjadi bos TPK, fokus perburuannya an­tara lain, bekas Dirut PT Bank Sur­ya Adrian Kiki Ariawan, be­kas Direktur Utama Bank Global, Irawan Salim dan aset bekas Di­rektur Utama Bank Mandiri, ECW Neloe di Swiss. Hasilnya be­lum maksimal. Setelah Much­tar Arifin pensiun, digantikan Abdul Hakim Ritonga. Ritonga hanya sebentar menjabat karena keburu mengun­durkan diri, ke­mudian diganti Darmono. Di era Darmono, belum ada catatan prestasi TPK.

Kondisi ini menunjukkan bah­wa pergantian pucuk pimpinan tidak memberikan pengaruh yang berarti kepada hasil kinerja TPK. Ironisnya, tim yang di bawah ken­dali kejaksaan itu juga ter­kesan melempem.

Hal itulah yang pernah mem­buat LSM Indonesian Corruption Watch (ICW) menjadi geram ter­hadap kinerja tim tersebut. ICW menilai, sejauh ini tim tersebut tak menunjukkan kinerja ter­baik­nya, baik itu membawa pulang koruptor yang kabur ke luar ne­geri, maupun penyelamatan aset ne­gara yang ditilep oleh para bu­ronan itu. “Yang kita kha­watir­kan, jangan-jangan upaya per­buruan koruptor biayanya lebih besar, daripada hasil yang bisa dicapai,” kata Wakil Koordinator ICW, Emerson Yuntho di Jakarta.

Dia yakin, terkait koruptor yang lari ke luar negeri, TPK ten­tunya mempunyai data. Misalnya ada yang lari ke Singapura, Hongkong, Australia, Kanada, atau China. “Pertanyaannya, se­berapa berhasil Tim Pemburu Ko­ruptor membawa pulang para buronan itu ke tanah air? Na­manya pemburu koruptor, kalau cuma berburu tapi tidak me­nangkap koruptor, kan percuma,” ujarnya.

ICW lantas mempertanyakan efektivitas tim pemburu koruptor itu. Emerson pun mengkritik bah­wa tim pemburu koruptor yang dibentuk pemerintah itu, dinilai tidak jelas. “Kalau mau serius, ha­rusnya pemerintah bisa men­dorong untuk membantu KPK,” katanya.

Jangan Ada Konspirasi Dengan Buronan

Achmad Basarah, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Achmad Basarah merasa khawatir dengan lambannya kinerja Tim Pemburu Koruptor (TPK) dalam memburu para pengemplang duit negara yang kabur ke luar negeri. Padahal, tim tersebut merupakan ga­bungan dari beberapa instansi penegak hukum yang berada di Indonesia saat ini.

“Apa mungkin ada ego sek­toral dalam tim ini. Mengingat, tim ini selalu didominasi jajaran Kejaksaan Agung. Nah, kalau ada ego sektoral seperti ini, maka sampai kapan pun para koruptor itu tak pernah ditang­kap,” katanya.

Menurutnya,  lambannya ki­nerja TPK juga menunjukkan betapa lemahnya aparat pe­ne­gak hukum di Indonesia jika berdiplomasi dengan pihak luar negeri untuk menyeret para pengemplang duit negara itu. “Ini membuktikan, kerja sama, MoU atau lobi-lobi  TPK belum berhasil membawa para buro­nan itu kembali. Ini menjadi per­tanyaan, sebenarnya Indo­ne­sia dipandang sebagai negara yang patut dihormati dan didengar permintaannya atau tidak,” ucapnya.

Lebih lanjut, Basarah me­nya­rankan agar TPK lebih meng­in­tensifkan komunikasi politik melalui jalur diplomasi dengan pihak luar negeri, sehingga pro­ses perburuan koruptor dan asetnya di luar negeri bisa cepat tuntas. “Perangkatnya sudah ada, tinggal bagaimana TPK berdialog dengan pihak luar negeri bahwa koruptor tidak bisa dilindungi. Tanpa dialog itu, TPK tidak mungkin me­nang­kap dan mengembalikan ko­ruptor ke Indonesia,” ujarnya.

Kendati begitu, politisi PDIP ini memahami bahwa memburu dan memulangkan koruptor ke Indonesia bukanlah pekerjaan yang mudah. Terlebih, katanya, diharuskan pula untuk mengejar aset para koruptor yang berse­ra­kan di luar negeri. “Tapi, se­mua itu ada jalan keluarnya se­lama mereka serius menangani ma­sa­lah itu dan tidak ada konspirasi khusus dengan para koruptor yang kabur tadi,” tandasnya.

Bubarkan Saja Daripada Cuma Ngabisin Duit

Marwan Batubara, Ketua LSM KPKN

Ketua LSM Komite Pe­nye­lamat Kekayaan Negara (KPKN) Marwan Batubara kesal dengan lambannya kinerja Tim Pem­buru Koruptor (TPK) dalam mem­buru koruptor dan asetnya di luar negeri. Melihat feno­me­na seperti itu, Marwan me­ngu­sulkan lembaga bentukan ke­putusan Menkopolhukam itu dibubarkan saja.

“Kalau sudah empat periode pucuk pimpinan tak kunjung menunjukkan hasil yang me­muaskan, sebaiknya tim itu tak usah ada saja. Ini supaya tak meng­hambur-hamburkan uang negara untuk membiayai kebu­tuhan tim itu,” katanya.

Jika tim tersebut ingin tetap eksis di Indonesia, Marwan meminta tim itu menunjukkan kinerjanya dengan menyeret para pelaku korupsi yang kabur ke luar negeri dan menarik aset-aset milik para tersangka kasus korupsi yang berserakan di luar negeri. “Kalau begitu baru bisa dikatakan berhasil. Saat ini, saya lihat belum ada kinerja TPK yang mengarah ke sana,” tandasnya.

Menurut Marwan, pada da­sarnya TPK bisa berkoordinasi dengan pihak International Police (Interpol) untuk mem­buru aset para koruptor, seperti misalnya aset Bank Century mi­lik Hesham Alwaraq dan Rafat Ali Rizvi. “Tapi nyatanya, tim itu kayaknya belum ada niat yang kuat untuk melakukan itu. Ini sebenarnya yang menjadi masalah besar, yaitu belum ada niat kuat,” ujarnya.

Karena itu, dia pun mem­per­ta­nyakan evektifitas TPK. Se­hingga, Marwan menya­ran­kan pemerintah lebih baik tidak mem­bentuk tim khusus untuk menangani suatu perkara.

“Saat ini setiap kasus ada lemba­ga­nya. Kasus Century ada lem­ba­ga­nya, kasus Gayus juga ada. Ini hanya buang-buang ang­ga­ran. Berdayakan saja yang sudah ada. Misalnya Ke­jagung berda­ya­kan jamintel­nya, Polri ber­da­ya­kan Bareskrim­nya,” katanya.

Dia juga meminta TPK mem­buka hambatan yang mereka hadapi dan transparan kepada masyarakat. [rm]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya