RMOL. Peran pemuda dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tidak bisa dianggap enteng. Pergerakan Boedi Oetomo (1908) dan Sumpah Pemuda (1928) adalah bukti konkretnya.
“Sebagai sebuah bangsa, masih banyak sekali pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan. Kritik dan koreksi kita terhadap berbagai persoalan bangsa yang dihadapi setiap peringatan 17 Agustus pada masa-masa kepeÂmimÂpinan lalu ternyata maÂsih teÂrus beruÂlang,’’ ujar KeÂtua Umum DPP KoÂmite Nasional Pemuda IndoÂnesia (KNPI) Ahmad Doli Kurnia, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
“Keadaan seperti itu mengkhaÂwatirkan saya, bahwa masyarakat suatu saat akan mengÂalami deÂgradasi makna terÂhaÂdap peringaÂtan-peÂriÂngatan itu,’’ tambah Vice PreÂsiÂdent World Assembly of Youth (WaY) itu.
Berikut kutipan selengkapnya:
Berikut kutipan selengkapnya:
Kenapa Anda berkata beÂgitu?Begini, sebagian besar masyaÂrakat kita belum merasakan keÂmerÂdekaan yang sesungguhnya. Mereka belum merdeka dari keÂmiskinan, kebodohan, dan rasa ketidak-adilan. Bahkan lebih dari itu, masyarakat kita sekarang terasa jauh dari nilai-nilai ke-Indonesiaan.
Apa peran KNPI menyikapi situasi seperti itu?Concern kami adalah, bagaiÂmana bangsa kita terutama anak-anak muda Indonesia tetap memÂpunyai rasa cinta tanah air, punya kepedulian, dan mau berbuat seÂsuatu demi kepentingan bangsa dan negara. Sebab, akar dari seÂmua masalah yang kita hadapi hingga saat ini adalah hilangnya komitmen kita terhadap bangsa ini. Caranya adalah deÂngan melaÂkukan berbagai aktiviÂtas, geraÂkan, dan keinginan berÂbuat presÂtasi yang mengarah pada penguaÂtan komitmen itu.
Prestasi apa yang sudah diÂbuat?
Kami tidak bisa menilai diri sendiri. Prestasi itu dinilai oleh orang lain yang melihatnya. Yang terpenting, kami terus berupaya berbuat sesuatu. Kami melakuÂkan berbagai program berspekÂtrum luas. Mulai isu-isu kemaÂsyaÂrakatan, keluarga berencana, lingkungan hidup, jaminan sosial, bencana alam, dan banyak lagi. Kami juga menunjukkan berbaÂgai sikap sebagai bagian gerak politik kebangsaan kami. Soal kepemimpinan yang tidak efektif, kebobrokan hukum, korupsi, lemahnya karakter bangsa, dan sebagainya.
Kami juga aktif dalam pergauÂlan pemuda Internasional. KNPI sekarang punya posisi Vice PreÂsident di Organisasi Pemuda Dunia (WaY), Vice President di Organisasi Pemuda Asia (AYC), serta menjadi President InternaÂtional Youth Movement for CliÂmate Change (IYMCC). Itu seÂmua kami lakukan untuk mengÂharumkan nama bangsa IndoneÂsia di dunia Internasional dan memÂbangkitkan semangat anak muda untuk terus berprestasi.
Bagaimana Anda melihat peÂnegakan hukum saat ini? Dari dulu saya selalu mengajak generasi muda Indonesia, khuÂsusnya KNPI menjadi garda terÂdepan mengembalikan IndoÂnesia sebagai negara hukum yang seÂsungguhnya. Penegakan supreÂmasi hukum masih jauh dari memuaskan. Penegakan hukum Indonesia sudah berada di titik nadir dan tidak punya wibawa. Untuk itu, kami mengajak seluÂruh pemuda mengembalikan wibawa hukum di Indonesia.
Seberapa buruk penegakan supremasi hukum sekarang ini?
Kami sangat prihatin dengan kondisi ke-Indonesiaan kita saat ini. Negara kita seperti Negara hukum rimba. Semua persoalan diselesaikan berdasarkan selera masing-masing di antara yang bermasalah. Hukum kita sudah tidak lagi memenuhi azaz kepasÂtian, keadilan, dan kemanÂfaatan sebagaimana mestinya. Salah bisa jadi benar, benar bisa jadi salah, putuÂsan tidak dapat diekseÂkusi, ekseÂkusi juga bisa tanpa putusan, yang semuanya serba tidak pasti. Ke depan, saya berhaÂrap penegaÂkan hukum oleh aparat penegak hukum bisa lebih ditingÂkatkan. Institusi hukum harus lebih meningkatkan kinerja.
Terkait dengan kondisi perÂpoÂlitikan terkini di Indonesia, apa komentar Anda?
Saat ini bangsa Indonesia beÂnar-benar berada di tengah keaÂdaan situasi politik yang sangat buruk. Dinamika politik yang tumÂpang tindih dengan kepeÂmimÂÂpinan yang lemah serta keÂtidakpastian hukum itu telah menÂcoreng perÂtumÂbuhan sistem politik dan demokrasi di IndoÂnesia.
Kita mengalami pandemik politik. Lebih dalam dari itu, seÂsungguhnya bagi kita anak muda seharusnya mempunyai kegeliÂsahan yang sangat terhadap situasi saat ini
Bagaimana Anda menyikapi banyaknya anak muda yang terÂÂÂÂlibat kasus sekarang ini?Saya prihatin terhadap perbanÂdingan yang terjadi di penghuÂjung Orde Baru dan kondisi saat ini. Pada saat ujung Orde Baru, semua pemuda berteriak mengÂhujat orang tua. PeÂmuda benci meÂlihat praktik poliÂtik uang, korupsi, kolusi, nepotisÂme, dan semua perilaku kotor. Bahkan hal itu dituduhkan seÂmuanya kepada para pemimÂpin-pemimpin pada saat itu, dan meminta mereka untuk turun panggung, ditangkap, dihukum, dan dipermalukan.
Tetapi sekarang penyakit-peÂnyakit politik seperti orang tua itu sudah pula terjangkit dengan staÂdium yang tinggi pada politisi dan pemimpin muda saat ini. MisalÂnya Nazaruddin, Gayus, dan beÂbeÂrapa nama yang terindiÂkasi saat ini adalah orang-orang muda.
Dengan melihat kenyataan ini saya mengharapkan dibangun kesadaran kolektif baru bagi seluruh pemuda Indonesia bahwa kita harus hati-hati terhadap setiap godaan penyakit-penyakit kekuasaan. Ternyata penyakit itu bisa menghidap siapa saja, tua muda, laki perempuan, semuanya bisa.
[rm]