Berita

Antasari Azhar

X-Files

Ketua Hakim Kasus Antasari Dipromosi jadi Hakim Tinggi

Direkomendasikan KY Jadi Hakim Non-Palu
SABTU, 13 AGUSTUS 2011 | 05:47 WIB

RMOL. Komisi Yudisial (KY) memastikan, keputusan rapat pleno kasus pelanggaran kode etik hakim kasus Antasari Azhar akan dikirim ke Mahkamah Agung (MA) pada Senin (15/8). Dalam keputusannya, KY menilai ketiga hakim yang menyidangkan perkara Antasari terbukti melanggar kode etik.
 
Wakil Ketua KY Imam Ans­hori Saleh menjelaskan, pen­ye­ra­han keputusan pleno seharusnya diserahkan ke MA pada Jumat (12/8). Namun, ketika itu belum semua Komisioner KY yang me­nandatangani keputusan pleno ter­sebut. “Ada yang sedang di luar kota. Memang me­ka­nis­me­nya, semua tujuh komisioner KY harus menandatangani keputusan itu,” katanya ketika dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurut Imam, pelanggaran kode etik itu, termasuk kategori pe­langgaran sedang. Sehingga, lan­jut dia, rekomendasi KY ter­hadap para hakim Pengadilan Ne­geri Jakarta Selatan yang me­na­ngani kasus pembunuhan Nas­rud­din Zulkarnaen dengan terdakwa Antasari itu, berupa pemberian sanksi nonpalu. Artinya, para hakim tingkat pertama kasus itu, tidak dipecat. Tapi, hanya tidak bisa bersidang selama enam bulan.


“Ini kan masih rekomendasi saja. Nanti di Majelis Kehor­ma­tan Hakim, baru ditentukan ma­sing-masing kriterianya seperti apa. Akan dilihat kontribusi me­reka terhadap keputusan itu se­perti apa,” ucapnya.

Sekadar mengingatkan, Ma­jelis Kehormatan Hakim (MKH) bertugas menyidang hakim yang me­nurut rekomendasi KY mela­kukan pelanggaran etik. MKH terdiri dari empat orang pe­r­wa­kilan KY dan tiga orang per­wa­ki­lan MA. Jadi, MKH suatu kasus pelanggaran etik hakim, berisi tujuh anggota MKH, dimana salah seorang diantara mereka menjadi ketua MKH.

Meski begitu, Imam enggan me­nyampaikan detail pelang­ga­ran etik para hakim kasus Anta­sari. “Sifat rekomendasi itu sa­ngat rahasia. Tidak bisa kami se­barluaskan ke hadapan masya­rakat,” alasan Imam.

Tapi sebelumnya, para hakim tingkat pertama itu dilaporkan tim kuasa hukum Antasari ke KY karena diduga mengabaikan ba­rang bukti, antara lain pakaian Nas­ruddin saat tertembak dan selongsong peluru.

Mereka menilai, majelis hakim tidak memerintahkan jaksa pe­nuntut umum (JPU) untuk meng­hadirkan sejumlah barang bukti itu di persidangan.  Ketiga hakim yang menyidangkan terdakwa Antasari ialah Herry Swantoro (Ke­tua Majelis Hakim), Prasetyo Ibnu Asmara dan Nugroho Setiadji.

Imam mengatakan, setelah re­ko­mendasi tersebut diberikan ke­pada MA, selanjutnya KY akan me­nunggu pembentukan MKH. Lantas, MKH yang akan memu­tus­kan sanksi kepada tiga hakim itu.

Ketika ditemui Rakyat Mer­deka di Pengadilan Negeri Jakar­ta Selatan pada Rabu (10/8), Ke­tua Majelis Hakim Herry Swan­toro enggan mengomentari re­ko­mendasi KY tersebut. “Itu bukan uru­san saya,” katanya.

Kendati begitu, Herry berjanji akan tetap kooperatif jika se­waktu-waktu dipanggil majelis ke­h­or­matan hakim. Ditanya soal ke­sia­pannya menghadapi pera­di­lan etik, Herry tidak mau ber­ko­mentar pan­jang “Kita lihat saja nanti,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua MA Ha­rifin Andi Tumpa menegaskan, jika rekomendasi KY mengenai sanksi non palu itu menyangkut putusan majelis hakim, maka MA akan menolak atau tidak akan menindaklanjutinya.

“Hakim mem­punyai yudisial immunity, jadi apa yang diput­us­kannya itulah keyakinan hakim, kecuali kalau dia memutus itu melakukan hal-hal yang dilarang, seperti menerima suap,” katanya saat ditemui di Gedung MA, Ja­karta, kemarin.

Bahkan, Harifin menegaskan, rekomendasi KY tersebut tidak akan mempengaruhi promosi ha­kim Herry Swantoro ke Penga­dilan Tinggi Denpasar. “Tidak ada pengaruhnya, dia tetap akan menjadi hakim tinggi di Den­pasar,” tegas Harifin.

Pengacara Antasari, Maqdir Is­mail menyambut baik reko­men­dasi KY itu. Dia berharap, pu­tu­san KY itu menjadi pertimbangan dalam memutus perkara Antasari di tingkat Peninjauan Kembali (PK). “Ini bentuk peringatan ke­pada hakim agar dalam memutus perkara, mereka tidak boleh me­langgar kode etik,” katanya.

Namun, Maqdir mengaku, re­komendasi KY tidak akan dipakai sebagai bukti baru untuk diser­ta­kan dalam PK ke MA. Soalnya, rekomendasi KY itu sama sekali tak ada kaitannya dengan per­kara. “Itu sudah post-factum dan tidak terkait perkara. Putusan KY itu hanya menyangkut proses sidang,” tuturnya.

Maqdir menambahkan, ia su­dah menemui Antasari di Lem­baga Pemasyarakatan Tangerang untuk menyampaikan bahwa KY akan merekomendasikan kepada MA untuk memberikan hukuman disiplin kepada Herry Swantoro, Prasetyo Ibnu Asmara dan Nug­raha Setiaji.

Ingatkan KY Tidak Sentuh Putusan Hakim
Harry Witjaksana, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Harry Witjaksana berusaha net­ral saat menyikapi Komisi Yu­disial (KY) yang akan me­ngi­rimkan hasil pleno eksaminasi perkara pelanggaran etik hakim kasus Antasari Azhar ke Mah­ka­mah Agung (MA).

Menurut Harry, sepanjang yang dilakukan KY tidak me­nyen­tuh isi putusan majelis ha­kim, maka hal itu sah-sah saja untuk dilakukan.

“KY sekarang ini memang berbeda dari yang dulu. Kalau se­karang ini te­kesan lebih sa­ngar. Mereka mu­lai melakukan gebrakan baru,” katanya.

Meski begitu, Harry me­ngi­ngatkan KY supaya bekerja di atas koridor yang telah dite­tap­kan undang-undang. Sehingga, katanya, kredibilitas lembaga yang kini dipimpin Eman Su­parman itu tetap terjaga dengan baik. “Kami di Komisi Hukum tetap mendukung apa yang dila­kukan KY jika memang tak melanggar peraturan,” ujar ang­gota Dewan dari Fraksi Partai Demokrat ini.

Dia menambahkan, perkara ini hendaknya dijadikan pelaja­ran bagi para hakim di penga­di­lan tingkat manapun. Harry pun mengingatkan agar para ha­kim tetap bekerja dengan me­nge­depankan independensi. “Hakim memang dituntut untuk menjaga kredibilitasnya dan men­jaga kehormatannya seba­gai pemutus perkara,” ucapnya.

Kepada pihak Antasari Azhar, Harry menghargai langkah hukum yang akan diambil bekas Ketua KPK itu. Soalnya, pe­nga­juan peninjauan kembali (PK) ke MA merupakan hak bagi Antasari. “Selama pengajuan PK disertai prosedur yang tepat dengan menemukan novum baru, silakan saja. Tidak ada ma­salah itu,” tuturnya.

Sarankan MA Tingkatkan Pengawasan
Suyanto Londrang, Pengamat Hukum

Pengamat hukum dari Uni­versitas Krisnadwipayana, Su­yanto Londrang meminta Ko­misi Yudisial (KY) cepat me­nyerahkan hasil pleno me­nge­nai pelanggaran kode etik ma­jelis hakim perkara Antasari Az­har ke Mahkamah Agung (MA). Sehingga, proses pem­be­rian sanksi disiplin kepada tiga hakim Pengadilan Negeri Ja­karta Selatan yang mena­nga­ni perkara ini, tidak berlarut-larut.  

Suyanto pun menilai, apa yang dilakukan KY dalam me­nangani kasus pelanggaran kode etik hakim ini, sudah te­pat.  “Apalagi, di tengah kondisi peradilan negeri ini yang carut marut, sangat perlu lembaga ad hoc melakukan gebrakan yang sifatnya ingin meningkatkan ki­nerja lembaganya,” kata dia.

Sebaiknya, lanjut dia, MA tidak bersikap apatis melihat putusan KY itu. Suyanto pun me­nyarankan MA untuk me­ning­katkan pengawasan kepada para hakim di pengadilan ting­kat manapun. “Soalnya, se­jum­lah hakim sudah jelas terseret kasus suap. Misalnya, hakim Asnun, Syarifudin Umar dan belum lama ini Imas Dianasari,” ingatnya.

Suyanto mengakui, seorang hakim tidak bisa diganggu gu­gat putusannya. Namun, lan­jut­nya, putusan itu harus diambil berdasarkan bukti-bukti yang kuat. Jika putusan tak diambil dari bukti yang kuat, nilainya, maka termasuk pelanggaran kode etik hakim.

“Kalau putu­san­nya membe­baskan orang yang terbukti ko­rupsi, apakah itu juga tidak bisa diganggu gugat? Ya, bisa digu­gat dong. Itulah pentingnya ke­beradaan KY,” tandas dia.

Suyanto pun menyesalkan lang­kah MA yang tetap mem­pr­omosikan Herry Swantoro, Ketua Majelis Hakim kasus Antasari untuk menjadi ha­kim pengadilan tinggi. Pada­hal, katanya, menurut putusan KY, majelis hakim kasus ini mela­kukan pelanggaran etik kala menyidangkan terdakwa Anta­sari.

“Kurang pas rasanya jika ha­kim pengadilan tinggi di­ambil dari hakim yang mem­punyai masalah atau sedang diisukan terlibat masalah,” ucapnya.   [rm]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya