RMOL. Polda Metro Jaya kemarin menetapkan satu tersangka lagi dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan aset PT Sarana Perdana Indoglobal (SPI). Ironisnya, tersangka baru itu adalah bekas Kepala Satuan Reserse Anak dan Wanita (Kasat-Renakta) Polda Metro Jaya AKBP Achmad Rivai.
Direktur Reserse Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Gatot Edy menyatakan, Rivai menjadi tersangka lantaran diduga menyelewengkan peÂnyiÂdikan kasus yang ditanganinya. Gatot mengemukakan, penetapan status tersangka terhadap bekas KaÂpolsek Tanah Abang, Jakarta Pusat itu didasari hasil pemeÂriksaan intensif.
Dalam pemeriksaan pada SeÂlasa (9/8), penyidik menemukan bukti adanya dugaan penyeÂleÂweÂngan. Bukti yang dimaksud adaÂlah penerimaan uang Rp 200 juta. Uang tersebut diduga diberikan debitur PT Sarana Perdana InÂdogÂlobal (SPI) pada 2006. “Setelah pemeriksaan kemarin, sudah terÂsangka,†ujar Gatot Edy. “Dia meÂnerima suap,†lanjutnya.
Kepala Bidang Humas (KabidÂhumas) Polda Metro Jaya KomÂbes Baharuddin Jafar memasÂtikan, Propam telah memeriksa Rivai. Sampai kemarin, Propam masih mendalami pelanggaran yang diduga dilakukan Rivai. “Propam masih menelusuri pelanggaran disiplin atau pidana dalam kasus itu,†katanya.
Menurutnya, kepolisian hingga kini masih berupaya keras membuktikan pelanggaran yang dilakukan Rivai, termasuk pihak lain yang terkait perkara ini.
Baharuddin menyatakan, benÂtuk kesalahan dan sanksi yang akan dijatuhkan pada bekas Kasat Resmob Polda Metro Jaya terÂsebut masih didalami kepolisian. Sejauh ini, katanya, Rivai belum ditahan karena sakit. “Dia belum diÂtahan karena saÂkit seusai menjalani pemÂÂeriksaan,†ujarnya.
Baharudin yang dimintai klaÂrifikasi kapan Rivai akan diÂajuÂkan ke sidang kode etik, meÂngaÂku belum bisa memastikan hal terÂsebut. Menurutnya, sidang kode etik akan digelar setelah kaÂsus Rivai ini mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap. Bila dijatuhi hukuman di atas tiga bulan penjara dalam sidang piÂdana umum, katanya, maka Rivai terancam dipecat dari institusi Polri.
Sumber di lingÂkungan keÂpoÂliÂsian menÂjeÂlasÂkan, duÂgaÂan peÂneÂriÂmaÂan suap terjadi manakala RiÂvai menangani kaÂsus pailit PT SPI. Pada peÂnanganan kaÂsus itu, sakÂsi-saksi dan terdakwa kasus tersebut mengaku sempat memberi uang pada Rivai. GeÂlonÂtoran uang pada Rivai, jelas sumÂber tersebut, dilakukan dua kali.
Pertama, diberikan lewat tranÂsaksi rekening alias transfer seÂbeÂsar Rp 200 juta. Yang kedua, tambahnya, diberikan secara cash alias tunai. Jumlah uang yang diberikan lewat tunai Rp 300 juta. “Jumlah keseluruhannya Rp 500 juta,†tandasnya.
Uang tersebut, diduga dibÂeÂriÂkan dengan tujuan memenangkan perkara PT SPI yang ditangani kepolisian dari gugatan klien perusahaan investasi tersebut.
Kasus itu telah diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta. Dalam putusannya, pengadilan meÂnyaÂtaÂkan PT SPI pailit dan harus mengembalikan uang maupun aset nasabahnya.
Menurut Baharuddin, terÂseÂretÂnya Rivai dalam kasus ini dipicu pernyataan tersangka Sondang, pengacara debitur SPI yang meÂnyebut-nyebut Rivai menerima uang dari hasil penjualan aset SPI berupa hotel di kawasan Sunter, Jakarta Utara.
Sondang telah ditetapkan seÂbagai tersangka dan ditahan atas dugaan menggelapkan hasil penÂjualan aset SPI yang seharusnya diserahkan pada debitur SPI. SeÂlain Sondang, polisi juga meÂnaÂhan dua kurator SPI, yakni GeÂwang dan Deny.
Mewanti-wanti Dan Menghargai Langkah Polda
Neta S Pane, Ketua LSM IPWDugaan penyelewengan penanganan perkara oleh polisi memÂbuat sejumlah kalangan miris. Ketua Presidium LSM IndoneÂsia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai, langkah penyidik menerima suap harus dibuktiÂkan secara profesional.
“Jangan sampai pembuktian yang dilakukan kepoliÂsiÂan merugikan institusi. Hal ini harus dibuktikan secara ekstra hati-hati,†ujar Neta, kemarin.
Selain prinsip kehati-hatian dalam mengungkap masalah ini, lanjutnya, keberanian Polda Metro Jaya menetapkan angÂgoÂta kepolisian sebagai tersangka kasus dugaan suap juga mesti mendapat apresiasi.
“Ini jadi catatan tersendiri bagi kepolisian. Apalagi peÂneÂtapan status tersangka diambil oleh pejabat Direskrimsus baru Polda Metro Jaya serta Kapolda yang nota bene baru,†tandasnya.
Keberanian menetapkan status tersangka tersebut, harus dikawal. Artinya, jelas dia, jika kepolisian ingin mendapatkan simpati masyarakat, sudah seÂlaÂyaknya kepolisian tidak meÂnutup-nutupi perilaku angÂgoÂtaÂnya yang buruk.
“Kalau ada anggota yang menyimpang dan terbukti berÂsalah, tindak tegas dan umumÂkan kepada publik. Agar maÂsyaÂrakat tahu bahwa kepolisian punya komitmen mereformasi dirinya,†tegasnya.
Sebaliknya, jika memang ada anggota kepolisian yang berÂpresÂtasi, maka sudah selayakÂnya anggota tersebut mendapat penghargaan. Dia meminta agar punish and reward di kepolisian menjadi lebih terbuka atau transÂparan. “Dengan begitu, tidak ada lagi pilih bulu,†ujarnya.
Berharap Tak Ada Perang Terbuka Antar Angkatan
M Taslim, Anggota Komisi III DPR Upaya menetapkan status tersangka pada penyidik keÂpoÂlisian hendaknya tidak menjadi arena “perang terbuka†antar anggota kepolisian. Hal ini menÂcuat, mengingat solidaritas antar sesama angkatan di kepolisian sangat tinggi.
“Saya yakin, solidaritas antar sesama angkatan tidak ditujuÂkan untuk mengintervensi penanganan kasus. Artinya, ada proporsionalitas dan sikap proÂfesionalisme di situ,†ujar angÂgota Komisi III DPR M Taslim, kemarin.
Politisi PAN ini menyatakan, jika ada kolega yang terbukti bersalah, maka personel lain dan korps dengan sendirinya akan menjunjung tinggi langkah penegakan hukum. Apalagi, tambahnya, polisi sebagai apaÂrat penegak hukum wajib meÂnunjukkan proÂfesiÂoÂnaÂlismenya kepada masyarakat.
“Saya tidak ingin ada perÂpeÂcaÂhan di institusi Polri hanya kaÂrena ada anggotanya yang terbukti bersalah. Kepentingan menjaga soliditas dan masa depan korps itu hal utama,†tegasnya.
Dengan argumen tersebut, ia meminta agar seluruh tindakan anggota kepolisian menanggapi hal ini terukur dan bisa diperÂtangÂgungjawabkan. Ia mengiÂngatÂkan, penetapan status terÂsangka terhadap penyidik keÂpolisian menunjukkan masih adanya kelemahan di situ.
Oleh karenanya, upaya-upaya perbaikan yang dicanangkan dan didengungkan pimpinan Polri selama ini harus mendapat pengawasan pihak luar. “Kita di DPR, media dan masyarakat seÂmuanya memantau pelaksanaan tugas kepolisian demi meÂngaÂwal proses penegakan hukum di Tanah Air,†tuturnya.
Ia berpesan, setinggi apapun pangkat anggota kepolisian, bisa jadi tidak luput dari kesaÂlahan. Lagi-lagi politisi asal Sumbar ini menekankan, belÂaÂjar dari kasus ini seyogÂyaÂnya peÂnyidik kepolisian lebih meÂningkatkan prinsip kehati-hatian dalam menangani perÂkara.
[rm]