RMOL. KPK dan Mabes Polri setali tiga uang dalam hal mengejar Nunun Nurbaetie, salah satu tersangka kasus suap pada pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 1999-2004. Hingga kini, kedua lembaga penegak hukum itu tak bisa mengendus keberadaan Nunun. Padahal, kedua lembaga itu sudah resmi bekerja sama dengan Interpol sejak 13 Juni 2011.
Belum jelasnya keberadaan istri Adang Daradjatun itu, diÂsamÂpaikan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Bachrul Alam. Dalam keterangannya, Anton meÂnyataÂkan bahwa pihaknya belum meÂngeÂtahui keberadaan istri beÂkas WaÂkapolri itu. “Kami masih menÂcarinya, belum terdeteksi,†katanya.
Dia menambahkan, kendala yang paling berat dihadapi Korps Bhayangkara ialah lantaran NuÂnun berada di luar negeri. MeÂnurutnya, proses penangkapan buÂron di negeri orang yang jauh dari kedaulatan NKRI memerÂluÂkan waktu dan proses. Lagi pula, lanjutnya, interpol memiliki baÂnyak daftar pencarian orang (DPO). â€Di Interpol kan banyak yang jadi buronan, tidak satu. Jadi melayani negara orang lain juga, buÂkan Indonesia saja,†tandasnya.
Lalu, mengapa keberadaan NuÂnun sulit terdeteksi? Padahal, kepolisian sudah bekerjasama deÂngan pihak NCB Interpol unÂtuk mengorek keberadaan Nunun. “Ya, kita harus cari ya. Tetep dicari ya. Walaupun lama, kita masih tetap cari,†ujarnya.
Seperti diketahui, wanita yang menurut tim pengacaranya kena penyakit lupa ingatan ini, resmi menjadi buronan interpol di 188 negara pada 13 Juni 2011. Dalam situs resmi
www.interpol.go.id naÂma Nunun tertulis dalam salah satu buronan yang dicari. TerÂcaÂtat, ciri-ciri fisik perempuan berÂusia 60 tahun itu yakni tinggi baÂdan 1,55 meter, berat 55 kiloÂgram, mata dan rambut berwarna hitam.
Sementara itu, Ketua KPK Muhammad Busyro Muqoddas memperoleh informasi, tersangka kasus suap ini mendapat pengaÂwalan yang diduga militer ThaiÂland. “Kita dapat info itu, tapi kita belum tahu persis. Tidak jelas yang mengawal militer atau buÂkan,†katanya.
Namun, ketika disinggung mengenai keberadaan Nunun, piÂhaknya menyatakan bahwa NuÂnun masih buron. Dia mengaÂtaÂkan bahwa KPK belum mengeÂtahui lokasi keberadaan Nunun yang pasti. “Kita sedang bekerja keras tapi tidak mudah, ada proÂsedur yang tidak bisa dihindari, meÂlalui Interpol, penarikan pasÂpor, bahwa sampai sekarang beÂlum berhasil, itu sedang bekerja keras,†ucapnya.
Pihaknya juga telah menjalin kerjasama dengan Interpol untuk mengetahui keberadaan Nunun. Disamping itu, katanya, pihaknya juga pernah memanggil sepupu Nunun yakni Yane Yunarni Alex, pada 8 Juli 2011. Pemanggilan itu dilakukan oleh pihaknya untuk mengetahui kebenaran masalah paspor milik Yane yang pernah dipinjam oleh Nunun.
Busyro menjamin pihaknya masih berminat menyelesaikan kasus suap yang telah menyeret 25 politisi Senayan ke meja hijau itu. Menurutnya, sistem dan etos kerja yang terbangun di internal KPK sejauh ini sudah mapan. “PenyeÂlidikan dan penyidikan kasus-kasus besar tetap jalan terus,†tegasnya.
Sementara itu, Ina Rahman, pengacara Nunun mengaku tak tahu menahu soal perlindungan yang didapat kliennya di luar negeri. Dia juga mengaku tak tahu keberadaan istri anggota Komisi III DPR Fraksi PKS itu. Menurut Ina, pertemuan terakhir dengan kliennya itu adalah pada Mei tahun lalu. Setelah itu, ia meÂngaku tak tahu keberadaan NuÂnun. “Kami bertemu di SingaÂpura, waktu itu saja keadaan ibu memprihatinkan,†katanya.
Pengacara Nunun lainnya, ParÂtahi Sihombing juga tak meÂngetahui keberadaan kliennya saat ini. “Wah Bukan kapasitas saya untuk memberikan inforÂmasi soal keberadaan Nunun,†ucapnya.
Dia membantah jika ada inÂformasi yang menyebutkan bahÂwa perlindungan dari militer Thailand itu atas permintaan keÂluarga Nunun. Ia hanya meÂnyeÂbutkan, KPK harus membuktikan duÂgaannya itu dan menjadi keÂwajiban KPK sebagai lembaga peÂnegak hukum untuk menjemÂput Nunun. “Tidak benar itu,†ujarnya.
Wakil Sekjen PKS Mahfud SidÂdiq menilai perkara Nunun tidak ada sangkut pautnya dengan PKS. Tapi, Mahfud mengimbau KPK untuk mengirimkan tim untuk memulangkan Nunun. “Harusnya penegak hukum yang bekerja keras mencari keÂberÂadaan Nunun Nurbaetie. Bukan hanya sekadar meminta bantuan parpol,†katanya.
Bukan Kena Pasal Penyuapan Malah GratifikasiAchmad Basarah, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Achmad Basarah merasa priÂhatin dengan belum diteÂÂmuÂkannya salah satu tersangka kaÂsus cek perjalanan, Nunun NurÂbaetie. Pasalnya, para terdakwa yang hanya sebagai penerima suap sudah banyak yang diÂvonis oleh majelis hakim PeÂngaÂdilan Tipikor Jakarta.
“Tidak fair kalau KPK hanya menjerat si penerima suap saja. Bukan hanya itu, kami di PDIP juga merasa yang paling diruÂgikan ketimbang partai lain. BukÂtinya, anggota kami banyak yang disikat KPK,†katanya.
Yang membuat Basarah leÂbih aneh lagi ialah mengapa paÂra terdakwa yang hanya seÂbagai peÂnerima itu dikenakan Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 TaÂhun 1999 tentang gratifikasi. SeÂhingga, untuk mengarahkan keÂpada pihak yang memberi suap serasa kurang tepat. “KaÂlau pakai pasal itu tidak akan mengarah kepada si pemberi suap. Bentuk hukumannya haÂnya kepada yang menerima. Jadi, seakan-akan kasus ini suÂdah ada yang mensetting seÂdeÂmikian rupa,†ucapnya.
Karena itu, Basarah meÂnuÂding KPK dan Mabes Polri tidak sepenuh hati menuntaskan perkara suap ini. Menurutnya, polisi dan KPK bisa memÂbenÂtuk tim khusus untuk meÂlaÂkuÂkan investigasi secara manÂdiri ke daerah yang diduga menjadi tempat persembunyian Nunun. “Atau buatlah second opinion jika Nunun dikabarkan oleh piÂhak keluarga sedang sakit,†ujarnya.
Basarah kembali menegasÂkan, peran KPK dalam meneluÂsuÂri kasus travel cek ini dapat diÂkaÂtakan hampir tebang pilih. KaÂrena itu, dia meminta keseÂriusÂan KPK untk mengungkap siaÂpa pemberi suapnya. “SeleÂsaiÂkan dong perkara itu kalau maÂsih mau dipuji oleh maÂsyaÂrakat, temukan itu siapa pemÂbeÂri suapnya,†tuturnya.
Politisi PDIP ini menyeÂruÂkan, KPK tidak perlu takut dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya dalam memÂberantas korupsi. Meskipun, kaÂtanya, yang akan dihadapi itu orang yang mempunyai peÂngaÂruh besar di negeri ini. “SeÂmaÂkin besar tanggung jawab, maka semakin besar pula resiko yang akan dilalui oleh lembaga itu,†tandasnya.
KPK Punya Dua PilihanYusuf Sahide, Direktur LSM KPK Watch [rm]