Staf PreÂsiden Bidang Komunikasi dan Informasi, Heru Lelono
RMOL. Pemerintah tidak mentabukan wacana amandemen UUD 1945. Tapi hendaknya disosilasilasikan dulu kepada masyarakat sebelum diproses sesuai mekanisme yang diatur konstitusi.
Begitu disampaikan Staf PreÂsiden Bidang Komunikasi dan Informasi, Heru Lelono, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
“Presiden SBY belum memÂbahas spesifik seputar wacana amandemen UUD 1945. Tapi, wacana itu jangan ditabukan,’’ ujar Heru Lelono.
Berikut kutipan selengkapnya;Bagaimana sikap Presiden?Meski belum melakukan kajian spesifik seputar amandemen UUD 1945, dalam beberapa taÂhun terakhir, Presiden telah meÂneÂrima sejumlah masukan subsÂtantif dari berbagai pihak. Di antaranya, mengenai penguatan posisi DPD dalam sistem tata negara kita.
Menurut Presiden, undang-undang kan yang membuat kita untuk kepentingan bangsa dan negara. Pada prinsipnya silakan saja diubah sesuai kepentingan dan kebutuhan. Tapi jangan samÂpai mengubah konsensus kehiduÂpan bangsa dan negara.
Apa ada batasan yang disamÂpaikan Presiden mengani amanÂdemen tersebut?Intinya jangan sampai menguÂbah konsensus kehidupan bangsa dan negara. Yakni, Negara KesaÂtuan Republik Indonesia, pembuÂkaan Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika.
Selain itu, Presiden berharap setiap pemikiran untuk menguÂbah UUD 1945 dibawa terlebih dahulu ke arena publik.
Bagaimana tangapan PresiÂden terhadap UUD 1945 yang ada saat ini?Saat berkomunikasi dengan presiden, beliau mengatakan, di mana pun undang-undang tidak ada sempurna. Sebab, perkemÂbangan dunia terus terjadi.
Dalam kesempatan itu, saya mengatakan, banyak undang-undang yang perlu diperbaiki. Di antaranya, Undang-undang tetang Penyelenggaran Pemilu.
Kenapa Undang-undang PeÂmilu perlu diperbaiki?
Sebelumnya perlu saya tegasÂkan, saya adalah warga negara biasa, bukan politisi. Kenapa saya berpikir Undang-undang Pemilu perlu diperbaiki, karena undang-undang tersebut terkesan sarat kepentingan kelompok atau golongan tertentu.
Pemilu itu kan dilakukan setiap lima tahun sekali. Namun, sebeÂlum pesta demokrasi itu dilakÂsanakan, kita selalu memperbaiki dan mengubah aturan mainnya.
Apa kita tidak bisa membuat undang-undang yang berlaku jangka panjang hingga puluhan tahun atau ratusan tahun ke depan.
Itulah kekhawatiran saya seÂbagai rakyat yang saya sampaiÂkan kepada Presiden. Selain itu, saya juga memberi sejumlah masukan lain mengenai undang-undang kepada beliau.
Masukan apa?Misalnya, soal Undang-undang tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan infrastruktur atau kepentingan Umum. Saat wacana pembentukan undang-undang tersebut digulirkan, banyak koÂmentar yang menyatakan kalau undang-undang itu akan menjadi pasal karet.
Saat saya menyatakan itu, Presiden mengatakan, kalau tidak mau menjadi undang-undang yang mengadopsi pasal karet, ya jangan dibuat seperti itu. Itu kan yang membuat kita sendiri.
Makanya beliau berharap, pembuatan undang-undang jaÂngan dilakukan sekadar untuk mengakomodir kepentingan kelompok atau golongan tertentu. Tapi, untuk kepentingan yang lebih besar, masa depan bangsa dan negara.
Apa yang harus dilakukan agar semua undang-undang daÂpat mengakomodir kepenÂtiÂngan yang lebih besar?Agar hal itu dapat terwujud, orang-orang politik atau politisi harus lebih bijaksana. Jangan sekadar memikirkan kepenÂtiÂnganÂnya masing-masing. KeÂpenÂtingan politik negara ini harus mendapat prioritas, karena baÂnyak perÂsoalan yang perlu kita perÂbaiki agar pembangunan bangÂsa ini tidak terhambat keÂpentingan keÂlompok atau golongan terÂtentu.
[rm]