Berita

bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin

X-Files

PPATK Endus 144 Transaksi Aneh di Rekening Nazaruddin

Kasus Suap Pembangunan Wisma Atlet SEA Games
KAMIS, 21 JULI 2011 | 07:37 WIB

RMOL. Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) masih menelusuri transaksi keuangan mencurigakan atas nama bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Lembaga yang diketuai Yunus Husein itu, menemukan 144 transaksi mencurigakan di rekening milik tersangka kasus suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games itu.

Ketua PPATK Yunus Husein me­ngatakan, sebelum mene­mu­kan 144 transaksi mencurigakan di rekening Nazaruddin,  pihak­nya lebih dulu menemukan 109 tran­saksi mencurigakan pada bu­lan lalu. “Sebanyak 144 transaksi itu ada di 16 bank. Saya tidak bisa sebutkan nama banknya. Pokok­nya, sudah naik dari 109 menjadi 144. Kami de­ngar dari sumber kami, bukan ha­nya kasus wisma atlet saja yang mengalir ke 16 bank itu,” ujar­­­nya di sela-sela seminar ten­tang per­lin­dungan whistle­blower di Jakarta.

Menurut Yunus, 144 transaksi mencurigakan milik Nazaruddin yang tersebar di 16 bank itu, men­capai angka Rp 187 miliar. Selain itu, kata dia, pihaknya juga me­ne­mukan transaksi tunai yang dila­kukan Nazaruddin sebesar Rp 54,7 miliar. Namun, Yunus lagi-lagi tak mau berkomentar seputar tran­saksi tunai itu. Alumni Fa­kultas Hukum Universitas Indo­ne­sia ini, hanya mengatakan, data 109 transaksi mencurigakan milik Nazaruddin sudah dise­rah­kan kepada KPK. “Yang 109 su­dah kami serahkan, tapi yang ter­baru ini belum,” lanjutnya.


 Namun, Yunus tak mau ber­ko­mentar perihal perusahaan mana saja yang terkait dengan Na­za­rud­din. Pasalnya, hingga kini ba­ru diketahui dua nama per­usa­haan milik Nazar. Kedua per­usa­haan itu ialah  PT Anak Negeri yang menjadi perantara kasus suap proyek wisma atlet dan PT Anu­gerah Nusantara yang ter­ca­tat sebagai salah satu pemenang da­lam tender proyek Pengadaan dan Revitalisasi Sarana dan Pra­sa­rana di Kementerian Pen­di­dik­an Nasional. “Wah, saya tidak bisa menyebutkan. Pokoknya, se­mua data yang sudah diperoleh PPATK sudah diserahkan ke KPK,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Biro Hu­mas KPK Johan Budi Sapto Pra­bowo menegaskan, hingga kini pihaknya berkoordinasi dengan PPATK ihwal penelusuran aset bekas Bendahara Umum DPP De­mokrat itu. “Saling ber­koor­dina­silah. Data yang kami dapat, kami serahkan kepada PPATK. Begitu pula dengan KPK, me­nye­rahkan datanya kepada kami,” kata dia.

Namun, Johan belum menge­ta­hui perihal temuan terbaru PPATK yang menemukan 144 tran­saksi mencurigakan di reke­ning milik Nazaruddin yang ter­serak di 16 Bank. “Saya belum tahu. Tapi kalau memang ada te­muan itu, pasti dalam waktu de­kat kami akan menerima laporan itu dari PPATK,” ujarnya.

Meski belum mengetahui pe­rihal temuan terbaru PPATK, Jo­han memastikan, KPK telah me­nerima laporan PPATK terkait 109 transaksi mencurigakan di re­kening milik Nazaruddin. Me­nu­rutnya, temuan PPATK itu akan digunakan sebagai salah satu bukti penyidikan di kasus proyek wisma atlet. Johan mengakui se­bagian aset Nazaruddin itu, telah diblokir KPK. “Tapi, berapa ni­lainya yang sudah diblokir saya tidak tahu,” ucapnya.

Johan menambahkan, penyi­dik­an kasus dugaan suap pem­bangunan wisma atlet SEA Ga­mes di Palembang, Sumatera Se­latan terus berjalan. Menurutnya, KPK tidak akan berhenti pada pe­netapan Nazaruddin sebagai tersangka sebagaimana yang di­tuduhkan Nazaruddin dalam wa­wancara di sejumlah media massa. “Bagaimana Pak Nazar me­mastikan bahwa kasus ini ha­nya berhenti di beliau? Sekarang, KPK masih mendalami, termasuk informasi-informasi yang sempat disampaikan Pak Nazar,” ujar­nya.

Lantas, bagaimana sikap KPK terhadap nyanyian Nazaruddin ter­sebut? Johan menjawab, nya­nyian Nazaruddin dari luar negeri melalui sarana blackberry mes­senger (BBM) atau via tele­pon, masih harus divalidisasi ke­be­nar­annya. “Kalaupun benar, harus ada data pendukung yang bisa menguatkan. Informasi itu jadi tinggi nilainya, kalau pak Na­zaruddin pulang dan memberikan informasi tersebut kepada KPK,” tan­dasnya.

Lebih Baik Nazar Pulang
Marsudhi Hanafi, Bekas Pejabat Bareskrim

Temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) seputar 144 aliran da­na milik M Nazaruddin, me­nu­rut bekas  Kepala Biro Peren­ca­naan dan Administrasi (Karo-Ren­min) Bareskrim Polri Brig­jen (Purn) Marsudhi Hanafi, se­dikit banyak menunjukkan ko­mitmen aparatur negara dalam menuntaskan kasus yang di­duga melibatkan banyak pihak ini.

“Saya rasa daripada berkoar-koar dan menuduh pihak lain terlibat perkara ini, lebih baik pulang. Itu akan sangat mem­bantu menyesaikan persoalan yang ada,” kata Marsudhi Ha­nafi, kemarin.

Ia menekankan, kepulangan Nazaruddin pun hendaknya ditanggapi positif dengan cara memberi jaminan keselamatan bagi dirinya. Marsudhi menilai, data tentang aliran dana atau transaksi mencurigakan yang dilansir PPATK juga bisa men­jadi amunisi bagi Komisi Pem­berantasan Korupsi (KPK) dalam menuntaskan persoalan ini. Namun, dalam proses pe­nye­lidikan yang dilakukan KPK, transaksi mencurigakan di 16 bank yang diidentifikasi dila­kukan Nazaruddin, tidak bisa langsung dijadikan pedoman menentukan langkah hukum.

“Perlu ditelusuri secara men­detail dan cermat. Tidak bisa langsung dipercaya begitu saja tanpa ada penyelidikan yang kom­prehensif,” tegasnya. Ka­rena dari pengalamannya se­ba­gai analis perkara-perkara ka­kap yang ditangani Bareskrim, ia menyebutkan, persoalan mo­del ini bisa dipandang dari dua sudut yang berbeda.

Pertama kata bekas Ketua Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Mu­nir ini, sebagai pengusaha swasta, nominal uang Rp 187 miliar yang pernah mengalir  le­wat 144 transaksi men­cu­ri­ga­kan di 16 bank bisa dika­te­go­rikan sebagai hal wajar. Namun, tat­kala dilihat dari sudut pan­dang profesi sebagai orang yang duduk di lingkaran elit partai serta anggota DPR, aliran dana dari rekening tersebut bisa diko­no­tasikan negatif.

“Yang paling prinsip, penye­lidikan KPK mengenai aliran dana Nazaruddin terpusat pada saat Nazaruddin duduk di ling­karan elit. Karena ini sangat ren­tan, jangan-jangan ia me­man­faatkan kekuasaan yang di­milikinya untuk mengintervensi pihak lain guna memuluskan usahanya maupun proyek-pro­yeknya yang ditangani per­usa­ha­annya.”

Minta PPATK Segera Serahkan ke KPK
Rindhoko Wahono, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Rindhoko Wahono meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Tran­saksi Keuangan (PPATK) se­gera menyerahkan laporan ten­tang 144 transaksi men­cu­rigakan yang terdapat di re­ke­ning bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Na­zaruddin kepada Komisi Pem­berantasan Korupsi (KPK). Sebab, masyarakat sedang me­nunggu peneyelesaian perkara tersebut.

“Kalau boleh jujur, temuan PPATK itu bukan barang bukti baru. Sebelum kasus ini naik ke permukaan, PPATK sudah tahu kalau rekeningnya Pak Nazar itu terdapat transaksi yang men­curigakan. Makanya, langsung saja serahkan ke KPK,” kata­nya, kemarin.

Menurut Rindhoko, PPATK merupakan pihak yang paling tahu banyak mengenai aliran uang yang mencurigakan. Ka­re­na itu, dia meminta PPATK se­gera mengungkap rekening lain­nya selain milik Na­zarud­din. “PPATK itu ibaratnya se­per­ti kotak pandora. Mereka tahu betul rekening siapa saja yang bermasalah. Tapi anehnya, mengapa mereka tak laporkan ke KPK,” tandasnya.

Politisi Gerindra ini pun meng­kritik kinerja KPK yang kurang tanggap dalam menye­le­saikan kasus Nazaruddin. Dia ti­dak percaya jika lembaga su­per­bodi itu tak mengetahui ke­ber­adaan bekas Bendahara Umum DPP Demokrat itu. “KPK itu kan sudah dilengkapi per­alatan yang cangggih. Kena­pa hingga kini KPK belum juga me­nemukan Pak Nazar,” ucapnya.   

Kepada Nazaruddin, Rin­dho­ko berharap secepatnya pulang ke Tanah Air untuk menjelaskan se­cara detil kasus yang me­nye­retnya kepada KPK. Menu­rut­nya, suatu sikap yang terhormat apa­bila Nazaruddin tidak ber­nya­nyi dari luar negeri. “Kalau me­mang merasa tak bersalah, alang­kah baiknya men­je­las­kan­nya di sini,” ujarnya.   [rm]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya