Berita

Busyro Muqoddas

X-Files

Busyro Muqoddas Ngaku Mau Panggil Pejabat Pajak

Dugaan Tunggakan Pajak Migas Rp 1,6 Triliun
RABU, 20 JULI 2011 | 07:57 WIB

RMOL. Komisi Pemberantasan Korupsi menelusuri dugaan korupsi di balik tunggakan pajak 14 perusahaan asing sebesar 583 juta dolar AS atau sekitar Rp 1,6 triliun. KPK akan memanggil pejabat Ditjen Pajak untuk dimintai keterangan seputar peristiwa itu.
 
Menurut Ketua KPK Mu­ham­­mad Busyro Muqoddas, tung­­gakan pajak itu tengah dikaji Wakil Ketua KPK Bidang Pen­cegahan Haryono Umar bersama pihak Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan.

“Nanti jika ada peja­bat terkait yang harus dimintai keterangan, ya kami hadirkan. Kami akan tanya duduk per­ma­sa­lahannya,” kata dia seusai menghadiri se­buah seminar, kemarin, di Jakarta.


Busyro menambahkan, KPK masih mengkaji 14 perusahaan asing yang diduga belum mem­bayar pajak sebesar Rp 1,6 triliun tersebut. “Kami terus kem­bang­kan penelusuran ini agar semua­nya menjadi transparan dan akun­tabel,” katanya.

Wakil Ketua KPK Bidang Pen­cegahan Haryono Umar k­etika di­hubungi Rakyat Merdeka me­nga­takan, pihaknya mendesak Ditjen Pajak untuk mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) ter­had­ap 14 perusahaan migas asing itu, sebelum tagihan terhadap me­reka kedaluwarsa.

“Untuk urusan ekonominya, kami desak Ditjen Pajak untuk menagih utang pajak perusahaan-perusahaan itu. Tapi, jika ada in­dikasi masalah hukumnya, tentu KPK yang akan menelusuri,” tandasnya.

Tetapi, Haryono menyatakan bahwa hingga kini pihaknya be­lum menemukan unsur korupsi atau pemberian suap kepada pe­jabat Direktorat Jenderal Pajak. “Kami belum sejauh itu, tapi te­rus kami telusuri apakah utang pajak sebesar itu ada praktik ko­rupsi atau tidak,” tandasnya.

Menurutnya, berdasarkan cata­tan dari Badan Pengatur Hulu (BP) Migas, kerugian negara yang ditimbulkan akibat tidak di­bayarnya pajak perusahaan-pe­rusahaan asing itu mencapai ang­ka Rp 1,6 triliun.

Namun, Har­yono memper­kira­kan angka itu bisa lebih besar karena baru BP Migas melakukan pendataan. “Kemungkinan lebih besar itu pasti ada,” tegasnya.

Haryono mengatakan, ber­da­sar­kan kesimpulan sementara, 14 perusahaan asing itu tidak mem­bayar pajak karena terjadi dispute atau perbedaan penghitungan pa­jak. Namun, jika penundaan mem­bayar pajak itu terus terjadi, Indonesia akan mengalami keru­gian yang sangat besar.

Alhasil, Haryono khawatir ter­jadi permainan penyelenggara ne­gara terkait belum dibayarnya pajak itu. Haryono mengingatkan seperti kasus pegawai Ditjen Pajak, Gayus Tambunan yang me­ngatur pembayaran pajak se­jumlah perusahaan. “Kita ber­ha­rap jangan sampai kasus itu terulang kembali,” katanya.

Ketika ditanya, mengenai 14 perusahaan asing yang belum membayar pajak itu, Haryono me­ngaku tak bisa membe­ber­kan­nya, soalnya KPK terganjal Pasal 34 Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UUKUP).

Menurutnya, pasal tersebut menghalangi KPK untuk men­da­patkan data dan informasi tentang 14 perusahaan asing migas yang tidak pernah membayar pajak. “Itulah masalahnya, aturan pasal itu membuat pengelolaan pajak menjadi tertutup dan tidak trans­paran,” ujarnya.

Menurut Haryono, lantaran pasal itu, Ditjen Pajak tidak mau menyerahkan informasi men­ge­nai 14 perusahaan asing yang be­lum membayar pajak tersebut. Se­hingga, sementara ini, KPK baru memegang data dari Badan Pengatur (BP) Hulu Migas me­ngenai perusahaan-perusahaan asing sektor migas yang me­nunggak pajak.

Selain itu, katanya, data me­nge­nai pajak setiap perusahaan ini tidak bisa diketahui m­a­sya­rakat. Pa­dahal, lanjutnya, ma­sya­rakat me­miliki hak untuk me­nge­tahui lancar atau tidaknya setiap perusa­haan membayar pajak, karena ini menyangkut keuangan negara.

“Kecuali soal aset atau penda­pa­tan perusahaan itu yang ber­sifat rahasia, barulah tidak me­ngapa tak diumumkan kepada masyarakat,” tandasnya.

Sementara itu, Direktur Pe­nyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Euis Fatimah tidak merespon pertanyaan yang diajukan Rakyat Merdeka. Pesan singkat yang dikirim tak dibalas. Begitu pula ketika telepon genggamnya dihubungi, juga tak dijawab.

Khawatir Ada Gayus Jilid Dua
Andi Anzhar Cakra Wijaya, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Andi Anzhar Cakra Wijaya me­rasa prihatin mendengar dugaan tunggakan pajak 14 perusahaan asing di sektor minyak dan gas (migas). Pasalnya, sektor migas merupakan salah satu pen­dapatan pajak negara yang diprioritaskan.

Lantaran itu, Andi men­du­kung Komisi Pemberantasan Korupsi untuk memanggil Dir­jen Pajak Fuad Rahmany. “Saya dorong KPK untuk memanggil Dirjen Pajak guna mengetahui akar permasalahan ini. Jangan sampai ada peristiwa Gayus Tam­bunan jilid kedua,” tandasnya.

Menurutnya, penegakan hu­kum yang berkaitan dengan pa­jak harus diprioritaskan KPK. Sebab, lanjut dia, maju tidaknya suatu negara tergantung dari be­sarnya pajak yang diterima ne­gara. “Saat ini kita bicara ten­tang pen­da­patan negara yang sangat pen­ting, tentu saja upaya pengakan hukum di bidang perpajakan harus jadi prioritas,” ucapnya.

Saking pentingnya, politisi PAN ini meminta KPK beker­ja­sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Ke­uangan (PPATK) untuk me­nge­tahui, apakah ada tindak pidana pencucian uang di balik tung­ga­kan pajak ini.

Soalnya, kasus perpajakan bia­sanya dibarengi dengan tin­dak pidana pencucian uang. “Bu­ktinya dapat kita lihat pada kasus mafia pajak. Selain mela­kukan penyelewengan pajak, juga diduga melakukan tindak pencucian uang,” tandasnya.

Lantas, bagaimana sikap DPR melihat kasus tersebut? Apakah hanya berdiam diri saja? Anggota Panja Mafia Pa­jak DPR ini berjanji akan me­ne­lusuri 14 perusahaan asing yang diduga menunggak pajak tersebut. “Kami di Panja sudah me­megang datanya dan saat ini sedang kami pelajari. Kalau ter­nyata Panja menemukan indi­kasi korupsi, maka kita reko­men­dasikan agar KPK langsung tuntaskan,” tegasnya.

KPK Jangan Cuma Ngaku Menelusuri
Uchok Sky Khadafi, Aktivis FITRA

LSM Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) meminta Komisi Pem­beran­ta­san Korupsi serius menelusuri dugaan korupsi di balik tung­ga­kan pajak 14 perusahaan asing pada sektor migas.

Bukan se­ka­dar mengaku-ngaku menelusuri tunggakan pajak ini. Hal itu di­sampaikan Koordinator In­ves­ti­gasi dan Advokasi FITRA Uchok Sky Khadafi, kemarin.

“Kemungkinan adanya prak­tik korupsi sangat terbuka lebar. Jumlahnya pun bisa jadi lebih dari 14 perusahaan, se­perti apa yang diungkapkan re­kan-rekan ICW ada 33 perusa­haan migas yang menunggak pajak,” katanya.

Dia pun mengingatkan KPK agar tak hanya melempar isu me­ngenai 14 perusahaan asing me­nunggak pajak triliunan ru­piah. Uchok mengibau, KPK ha­rus bertanggung jawab de­ngan melakukan penelusuran me­ngenai dugaan korupsi di balik tunggakan pajak Rp 1,6 triliun itu. “Masyarakat saat ini butuh kepastian hukum soal perkara tersebut,” tandasnya.

Uchok juga merasa heran de­ngan sikap Direktorat Jenderal Pajak yang menolak mem­be­ri­kan data 14 perusahaan tersebut kepada KPK dengan meng­gu­na­kan alasan Pasal 34 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

“Kalau alasannya itu, terus ka­pan kasus perpajakan bisa di­jelaskan secara transparan ke­pa­da masyarakat. Kontrol ma­sya­rakat terhadap keuangan ne­gara sangat diperlukan,” tegasnya.

 Karena itu, lanjut dia, hari ini (Rabu, 20/7) LSM FITRA akan menggelar konferensi pers me­nge­nai peristiwa itu. Menu­rut­nya, salah satu poin yang akan diangkat ialah mendesak DPR melakukan amandemen Un­dang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, khu­sus­nya Pasal 34.

“Kalau terus tertutup, potensi perusahaan yang tidak pernah membayar pajak sejak puluhan tahun lalu sangat besar jadi­nya,” kata dia.   [rm]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya