MegaÂwati Soekarnoputri
MegaÂwati Soekarnoputri
RMOL.Peringatan 66 tahun kelahiÂran Pancasila jangan hanya diÂmaknai sebagai acara seremoni belaka. Namun yang lebih penÂting, meletakkan Pancasila pada hikmah dan manfaat bagi bangsa Indonesia, untuk menghadapi kompleksnya tanÂtangan jaman ke depan.
Presiden RI Ke-5, MegaÂwati Soekarnoputri mengatakan, peringatan kelahiran Pancasila merupakan jalan ideologis untuk mempertegas jati diri bangsa Indonesia dan mempertegas bahwa tidak ada bangsa yang besar jika tidak bertumpu pada ideologi yang mengakar pada nurani rakÂyatnya.
“Peringatan ini mestinya memÂpertegas jati diri bangsa kita. Dan tidak ada bangsa besar jika tidak bertumpu pada ideologi yang mengakar pada nurani rakyatÂnya,†ujar Ketua Umum DPP PDI Perjuangan itu.
Berikut kutipan selengkapnya;
Artinya perlu perjuangan untuk terus melakukan sosialiÂsasi Pancasila?
Diperlukan perjuangan agar Pancasila bukan saja menjadi bintang penunjuk tetapi menjadi kenyataan yang membumi. Tanpa itu, kita akan terus memÂperÂbinÂcangÂkan Pancasila tetapi tidak mampu membumikan dan melakÂsanakannya hingga akhirÂnya kita terlelap dalam pelukan neo-kapiÂtalisme dan neo-imÂpeÂriaÂlisme serta terbangunnya funÂdamenÂtalisme yang menjadi ancaman besar bagi bangsa dan negara kita.
Selain itu, Pancasila tidak akan pernah mencapai fase peneriÂmaan sempurna secara sosial, politik dan budaya oleh rakyatnya kalau alur benang merah sejarah bangsa dalam perjalanan PancaÂsila dilupakan oleh bangsanya dan dipisahkan dengan penggaliÂnya sendiri.
Apa makna bahwa bicara Pancasila tidak bisa dilepaskan dari sejarah Bung Karno?
Penegasan ini diperlukan untuk menghindari bangsa ini dari cara berpikir instan. Bahkan seolah-olah mengandaikan Pancasila sebagai produk sekali jadi, yang jauh dari proses perenungan dan steril dari dialektika sejarah panÂjang masyaÂrakat Indonesia.
Anda meÂmakÂnai Pancasila seÂperti apa?
Pembacaan PanÂÂcasila pada 1 Juni 1945 oleh Soekarno, secara aklamasi diterima oleh peserta rapat pada waktu itu. Hal tersebut buÂkan saja karena intisari dari subsÂtansi yang diruÂmuskan Bung Karno memiliki akar yang kuat daÂlam sejarah panÂjang Indonesia, tapi nilai-nilai yang melekat di dalamnya meÂleÂwati batas-batas subjektivitas dari sebuah peradaÂban dan waktu.
Makanya, PanÂÂcasila dengan spirit kelahiranÂnya 1 Juni 1945, bukan hanya seÂbaÂtas konsep ideoÂlogis, tapi seÂkaliÂgus menjadi seÂbuah konsep etis.
Menurut saya, pesan etis yang terkandung dalam Pancasila terÂsebut sangat berguna untuk mengÂakhiri dikotomi antara Islam dan nasionalisme yang telah berjalan lama dalam sejarah politik Indonesia.
Bukankah Pancasila pernah disalahgunakan untuk kekuaÂsaan semata?
Ya, Pancasila sebagai dasar negara pernah disalahtafsirkan untuk semata-mata sebagai konÂsep politik dalam kerangka memÂbangun persatuan nasional. Saya ingin menekankan, bahwa perÂsatuan nasional yang diÂmakÂsud oleh Bung Karno adalah untuk menghadapi kapitalisme dan imperialisme sebagai penyeÂbab dari kerusakan yang hebat pada kemanusiaan.
Untuk itu, perlu kita pahami bahwa gagasan Bung Karno itu untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdiri sendiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi dan berkepriÂbadian dalam bidang kebuÂdayaÂan. Hal seperti ini yang saya perÂtanyakan. Apakah saat ini kita bisa berdaulat sepenuhnya untuk mencukupi kebutuhan pangan, energi dan melinÂdungi segenap bangÂsa kita.
Bagaimana deÂngan tidak diÂguÂnakannya PanÂcaÂsila seÂbagai sumber dari segala sumÂber huÂkum negara?
Hal itu yang meÂnohok hati kita seÂmua. Saya berkeÂyaÂkiÂnan dalam kuÂÂrun 13 tahun reformasi, meÂnunÂjukkan keÂalÂÂpaan kita seÂmua terhadap dokuÂmen penÂting seÂbaÂgai ruÂjuÂkan PancaÂsila dalam proÂses keÂtata-negaraan kita. Artinya, buÂkan PanÂcasila yang harus diÂperÂbinÂcangkan, tetapi referensi PanÂcaÂsila yang membumi.
Artinya Pancasila harus ada daÂlam sistem pendidikan kita?
Itu harus segera dilakukan. Saya mengharapkan lembaga-lemÂbaga negara yang berÂtangÂgung jawab pada penyeÂlenggaÂraan sistem pendidikan nasional untuk dapat memastikan kembali agar mata pelajaran ideologi Pancasila beserta penggalinya dapat diajarkan dengan baik dan benar. Selain itu dapat mengikuti benang merah sejarah bangsa di setiap jejang pendidikan anak didik kita.
O ya, bagaimana dengan maÂsalah penjualan batu bara ke China dan India, padahal kita juga masih membutuhkannya?
Itu yang saya tekankan bahwa ini masalah aturan, kita memÂbuatÂnya dan menjalankannya. Seharusnya konsekuen dan konÂsisten. Misalnya aturan yang dibuat untuk kemandirian energi nasional kita.
Semestinya bahan untuk energi masa depan, tentunya harus memÂÂprioritaskan dan mencukupi kebutuhan dalam negeri dulu. Setelah itu kalau punya kelebihan bisa diekspor.
Tapi penguasaan pertamÂbaÂngan dikuasai oleh asing, itu bagaimana?
Untuk itu harus ada peraturan antara perusahaan lokal dengan modal asing yang mebiayainya, sehingga tidak merugikan bagi perusahaan lokal itu. Namun haÂrus ada hal-hal yang mengikat untuk mengatur mereka yang menjadi pemodal. Makanya haÂrus ada aturannya yang benar-benar tidak merugikan kita. [RM]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
UPDATE
Selasa, 30 Desember 2025 | 16:08
Selasa, 30 Desember 2025 | 16:02
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:58
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:47
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:45
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:37
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:32
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:27
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:10
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:04