Achsanul Qosasi
Achsanul Qosasi
RMOL.Rencana Komisi XI DPR melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat dan Inggris untuk meminta masukan terkait RUU Akuntan Publik (AP), menuai banyak protes.
Achsanul Qosasi, Wakil KeÂtua Komisi XI yang memimpin rombongan ke Amerika, mengungÂkapkan, dalam RUU AP tersebut belum ada kesepakatan mengenai tiga hal, yaitu masalah pidana, masaÂlah akuntan publik asing, dan perizinan.
“Yang memberikan izin itu apakah suatu lembaga indepenÂden semacam counsil atau izin di Kementerian Keuangan. Kalau mau independen, izin diberikan oleh Kementerian Keuangan atas pertimbangan council,†kata Achsanul.
Karena belum ada kesepakatan antara DPR dan pemerintah, meÂnurut dia, maka DPR belum seÂtuju atas pasal yang diajukan pemerintah. Untuk itu, DPR akan melakukan kajian di luar negeri untuk melihat regulasi mengenai akuntan publik yang dijalankan kedua negara tersebut.
Berikut wawancara dengan Achsanul.
Apa alasan Komisi XI melaÂkukan kunjungan kerja ke luar negeri?
RUU AP ini menyangkut keÂuangÂan negara yang harus diinÂtegraÂsikan dengan luar negeri.
Diintegrasikan?
Reformasi untuk sistem keÂuangan yang bersifat macro-pruÂdential yang menyeluruh terÂhadap undang-undang, antara lain Undang-Undang Akuntan Publik, Undang-Undang Mata Uang, Undang-Undang Transfer Dana, UU PPATK, UU OJK (Otoritas Jasa Keuangan), hal ini harus dibereskan segera karena menyambut IFRS (International Financial Report Standard) 2012.
Lainnya?
Undang-undang tentang pengawasan sistem keuangan terkait reformasi bidang sistem keuangan, maka diterbitkan UU OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Undang-undang protokol peÂnanganan krisis muncul namanya JPSK. Jika in selesai Indonesia siap menyamÂbut yang namanya Internasional Financial Report Standard.
Keterkaitan dengan RUU AP, bagaimana?
RUU ini harus diintegrasikan dengan sistem yang dianut Amerika dan Inggris. RUU AkunÂtan Publik negeri ini merupakan bagian dari reformasi sistem keuangan Indonesia.
Kenapa harus ke Amerika dan Inggris?
Pertama, hampir 80 persen akuntan publik asing yang ada di Indonesia, induknya kalau tidak dari Amerika, dari Inggris. PeruÂsahaan itu seperti Ernst & Young, KPMG, Price Water House, dan DLoyd. Seluruhnya ada di dua negara itu.
Lalu?
Mereka menerapkan sistem pidana, apakah yang diÂmaksud dengan penalti atau denda terÂhadap akuntan publik adalah untuk pidana atau sanksi penÂcabutan izin. Kita tidak akan tahu karena prosesnya ada di parleÂmen. Untuk itu, kita agenÂdakan bertemu dengan parlemen yang membawahi masalah keuangan.
Bagaimana dengan akuntan publik yang dimiliki IndoÂnesia?
Di Indonesia ada 400 akuntan publik, dari jumlah itu dikuasai the big four, yaitu Ernst & Young, KPMG, Price Water House, dan DLoyd. Mereka yang menguasai pasar akuntan publik, sedangkan yang kecil-kecil ikut saja, tapi semuanya sudah diÂambil the big four.
Maksud Anda?
Dari hasil pemeriksaan sekaÂrang ini, satu perusahaan BUMN itu diperiksa. Mereka tugasnya hanya me-review, sedangkan yang kerja orang kita. Kemudian ketika dibayar, jumlah mereka lebih banyak. Jadi, money come to Amerika, money come to Inggris.
Apakah ingin membatasi akunÂtan asing?
Betul. Poin kita untuk memÂbatasi akunÂtan publik asing agar tidak melanggar UU WTO. Kita ada proteksi untuk melindungi akunÂtan publik lokal. Apabila akuntan publik itu terafiliasi dengan asing, maka akuntan publik kita akan mati.
Mengapa itu bisa terjadi?
Undang-Undang Akuntan Publik ini sudah puluhan tahun tidak kita atur. Bila uangnya untuk akuntan publik lokal, hasilÂnya bisa masuk keuangan negara.
Emang nggak bisa kalau nggak studi banding?
Kita bisa saja asal mengeÂsahÂkan, tapi yang jadi masalah, terinÂtegrasi atau tidak. Apabila diatur, aturannya seperti apa. Yang diÂtakutkan, di sana diatur secara komplet, sedangkan di Indonesia belum diatur. Maka mereka bisa berbuat apa saja di Indonesia.
Bagaimana dengan anggaran studi banding yang nilainya 1,2 miliar, apaÂkah rasional?
Itu sudah jadi kesepakatan. Tapi kita hitung saja, biaya tiket dan kebutuhan anggota Dewan sekitar 75 juta dikaliÂkan 18 anggota Dewan. Biaya itu belum ditambah dengan staf anggota DPR sekitar 2-3 orang tiap anggota.
Bukankah studi banding itu dilakukan saat penyusunan RUU?
Ada dua, yaitu proses penyuÂsunan dan pembahasan. Saat proses penyusunan tidak dilakuÂkan, berarti di proses pembaÂhasan. Tergantung itu inisiatif siapa, di Baleg atau Komisi XI. UU tenÂtang perekonomian nasioÂnal kita lakukan pada saat peÂnyusunan pasal bukan pemÂbahasan.
Apakah unsur pemerintah diliÂbatkan dalam kunjungan ini?
Tidak, karena nanti tujuannya lain. Biarkan pendapat pemerinÂtah seperti apa, pendapat DPR seÂperti apa. Apabila bareng akan ada kesepakatan, karena kita beÂlum sepakat dalam 2-3 pasal. [RM]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
UPDATE
Rabu, 31 Desember 2025 | 12:10
Rabu, 31 Desember 2025 | 12:08
Rabu, 31 Desember 2025 | 12:01
Rabu, 31 Desember 2025 | 11:48
Rabu, 31 Desember 2025 | 11:40
Rabu, 31 Desember 2025 | 11:38
Rabu, 31 Desember 2025 | 11:26
Rabu, 31 Desember 2025 | 11:21
Rabu, 31 Desember 2025 | 11:16
Rabu, 31 Desember 2025 | 11:02