Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
RMOL. "Kasus Darsem ini harus dijadikan momentum untuk melakukan perubahan kultural dari kultur penindasan menjadi kultur penghormatan pada hak asasi manusia. Bangsa kuli sekalipun mereka tetap memiliki hak asasi dan patut mendapatkan penghormatan."
Banyak yang memuji pemeÂrintah atas pemulangan TKI Bermasalah di Arab Saudi, tapi banyak pula yang ragu bahwa hal yang sama tidak akan teruÂlang di masa mendatang. Apa yang sudah dilakukan pemeÂrintah?
Pemerintah berpedoman bahÂwa penempatan TKI yang bermaÂsalah berakar pada sistem penemÂpatan dan perlindungan yang belum terkonsolidasi optimal. Sikap pemerintah Arab Saudi sangat responsif dan ini memÂbantu kita dalam upaya menata sistem yang lebih baik. Langkah pertama yang kita lakukan adalah mengeluarkan kebijakan soft moratorium.
Soft moratorium itu pengeÂtatan total. Dimensinya berbeda. Jika moratorium lebih bernuansa politis dan diplomatis, maka soft moratorium lebih bermakna tekÂnis. Kalau pengetatan itu diÂdasari pada lemahnya sistem sistem perlindungan dan kontrol. SekaÂrang sedang dilaksanakan dan penempatan hampir zero. Silakan tanyakan kepada Kepala BNP2TKI (Badan Nasional PeÂnempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) sejauh mana pengetatan itu saat ini dilaksanakan.
Soft moratorium itu pengeÂtatan total. Dimensinya berbeda. Jika moratorium lebih bernuansa politis dan diplomatis, maka soft moratorium lebih bermakna tekÂnis. Kalau pengetatan itu diÂdasari pada lemahnya sistem sistem perlindungan dan kontrol. SekaÂrang sedang dilaksanakan dan penempatan hampir zero. Silakan tanyakan kepada Kepala BNP2TKI (Badan Nasional PeÂnempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) sejauh mana pengetatan itu saat ini dilaksanakan.
Selain itu, soft moratorium juga berlaku di beberapa negara timur tengah yang sekarang seÂdang mengalami ketegangan politik seperti Mesir, Libya, Oman, Libanon, Yaman dan lain sebagaiÂnya. Kalau situasi politik di negara-negara tersebut sudah konÂdusif akan segera dipertimÂbangÂkan untuk membuka kemÂbali.
Mata rantai penempatan itu kan panjang, nah pada sisi mana yang menjadi perhatian utama pemerintah?
Pembenahan utama yang saat ini dilakukan oleh pemerintah adalah menaikkan status dari apa yang disebut sebagai PLRT (Penata Laksana Rumah Tangga) atau yang biasa disebut dengan PRT (Pembantu Rumah Tangga). PLRT selama ini masuk sektor informal, kita mau tingkatkan menjadi formal dengan syarat dan ketentuan yang memenuhi syarat. Utamanya adalah kompetensi kerja dan kemampuan bahasa untuk berkomunikasi.
Apa upaya konkritnya?Setidaknya ada 4 macam jenis pekerjaan yang selama ini dilakuÂkan oleh PLRT kita yaitu masak (cooker), merawat bayi (baby sitter), menjaga kebersihan ruÂmah (house keeper) dan merawat lansia (care giver).
Pemerintah akan menetapkan 4 jenis pekerjaan ini sebagai pekerÂjaan formal dengan melaÂkukan uji kompetensi. Sebagai penguat, ketentuan seperti ini akan dimaÂsukkan ke dalam perjanjian kerja sehingga setiap calon TKI meÂngetahui persis apa yang menjadi kerja utama mereka.
Memang ini tidak mudah karena perlu waktu menerapkanÂnya ke dalam sistem lama yang sudah berjalan saat ini. Pertama-tama akan dilakukan sosialisasi baik kepada calon TKI, calon majikan, Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS), mitra usaha di luar negeri, atase ketenagakerjaan di KBRI dan pejabat pelaksana teknis di daerah. Sosialisasi ini memerlukan waktu, mudah-muÂdahan dalam 6 bulan kita sudah bisa melangkah pada tahap berikutnya yaitu impelementasi sistem.
Biasanya impelementasi yang sering bermasalah. KonÂsepnya bagus, saat dilaksanaÂkan ternyata melenceng dari niat awalnya. Sistem yang seÂperti apa?Ada 3 macam sistem yang akan butuh waktu penyesuaian pada masa ini yaitu job order dan perÂjanjian kerja, rencana penempaÂtan periodik yang dibuat oleh PPTKIS serta sistem online baik di BNP2TKI maupun konsorÂsium asuransi. Pada ketiga sistem ini tidak ada lagi nantinya kolom PLRT. Yang ada justru 4 jenis pekerjaan itu.
Hal ini akan menguntungkan TKI karena bukan saja statusnya menjadi pekerja formal tapi juga bisa menaikkan gaji mereka karena keahliannya sudah meÂningkat. Dibuktikan melalui sertifikat yang dimilikinya.
Untuk kasus Darsem apa yang sudah disiapkan pemerinÂtah setelah diputuskan pengaÂdilan agar yang terhukum memÂberikan ganti rugi?Mari kita bicara lebih jauh lagi dari kasus Darsem ini. PerÂsoalannya bukan lagi sudah bebas dari hukuman maksimal atau siapa yang harus membayar diyat (denda), tetapi ternyata kasus ini membuka mata masyarakat Arab Saudi dan Indonesia khususnya tapi juga mata dunia.
Kasus ini harus dijadikan moÂmentum untuk melakukan peruÂbaÂhan kultural dari kultur peninÂdasan menjadi kultur penghorÂmatan pada hak asasi manusia. Bangsa kuli sekalipun mereka tetap memiliki hak asasi dan patut mendapatkan penghorÂmatan. Jadi keliru jika dikatakan bahwa mereka yang bekerja diluar negeri tidak berketeÂramÂpilan dan justru mencoreng citra negara. Tuduhan itu terlalu mengusik nurani TKI. Setiap masalah pasti ada jalan keluarÂnya, tapi banyak yang tidak sederhana. MengÂhindari masalah hanya satu hal, tapi lain halnya adalah meningÂkatkan kemamÂpuan TKI agar dengan sendirinya masalah itu dapat dihindari.
Seperti apa itu langkah memÂbuka mata dunia atas kaÂsus penindasan seperti ini?
Upaya yang dilakukan pemeÂrintah untuk banding justru agar yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk melakukan klarifikasi dan menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi. Mudah-mudahan ini bisa menguÂbah cara pandang masyarakat di Arab bahwa TKI yang bekerja di sana bukan orang yang lari dari masalah dan dapat dimanfaatkan tetapi mereka bekerja untuk mencari penghidupan yang lebih baik.
Saya sudah menghubungi berbagai pihak, khususnya lemÂbaga internasional baik yang bergerak dalam bidang Hak Asasi Manusia (HAM) maupun ILO (International Labour OrganiÂzation) untuk ikut memperhatiÂkan kasus ini sekaligus memberiÂkan masukan kepada pemerintah Arab Saudi bagaimana seharusÂnya memberikan perlindungan maksimal pada TKI.
[RM]